Mohon tunggu...
Ade Darma
Ade Darma Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wira Usahawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hormatilah Orang yang Tidak Berpuasa

12 Juni 2016   09:30 Diperbarui: 12 Juni 2016   09:42 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berita tentang Saeni seorang nenek penjual nasi warteg di Serang banten yang di sita dagangannya oleh Satpol PP menyedot banyak perhatian Netizen hingga ada penggalangan dana sebagai aksi simpati terhadap Saeni. Perampokan (bahasa Satpol PP: “penertiban”) ini diklaim sebagai gerakan untuk menjaga citra kota Serang sebagai “kota Islami..Kembali nama Islam dibajak untuk memberi legitimasi terhadap perlakuan bar-bar alias dzolim dan jahiliyah.

Sikap pemda Serang ini menurut pendapat saya tidak berbeda halnya dengan para teroris yang membunuh banyak orang tidak bersalah karena merasa memiliki hak prerogatif Tuhan untuk menghukum manusia. Padahal didalam Al-Qur’an manusia hanya diberi wewenang terbatas untuk memberikan hukuman kepada manusia dalam hal-hal kejahatan sosial tertentu seperti, pembunuhan (2:178) , pencurian (5:32), perzinahan dengan menghadirkan empat orang saksi yang disumpah dengan berat (24:2-9). Mengenai masalah ritual ibadah seperti sholat, puasa, haji, dan masalah keimanan, keyakinan agama, hanya Tuhan yang mempunyai hak untuk menghakimi.

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”(2:256).

 “Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku(lii ‘amalii) dan bagimu pekerjaanmu (lakum ‘amalukum). Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan"(10:41-42).

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (10:99).

Ayat-ayat diatas dengan tegas melarang memaksa seseorang dalam hal keimanan dan pengamalan agamanya. Namun bagaimana kenyataannya hampir setiap tiba bulan puasa ada saja serombongan orang bersorban putih yang meneriakkan Allahu Akbar menggasak warung-warung makan yang buka di siang hari. Mereka bahkan tidak mau memahami bahwa Allah membolehkan orang beriman untuk tidak berpuasa pada kondisi tertentu.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (2: 183-184)

Orang-orang yang berlindung dengan dalih menjaga suasana Islami ini menganggap bahwa mereka merasa lebih berkuasa daripada Tuhan sendiri. Dalam bahasa Al-Quran mereka inilah “taghut”. Sebagaimana Fir’aun yang menganggap dirinya memiliki kekuasaan dan wewenang menghakimi sebagai Tuhan.

Jelaslah bahwa orang-orang yang tidak berpuasa itu bukan hanya non muslim saja tetapi juga kaum muslimin yang sedang sakit, dalam perjalanan, dan orang yang berat menjalankan puasa karena pekerjaannya seperti (kuli bangunan, buruh kasar, tukang becak dll.). lalu siapa yang menyediakan makan bagi mereka? Juga siapa yang akan menanggung beban hidupnya jika orang-orang seperti nenek Saeni ini dilarang berjualan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun