RASA PEDIH YANG TERTINGGAL
Karya:Tatianna Dhe
"Sabar, ya, Bram, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kamu harus mengikhlaskannya," ucap Mama sambil mengelus punggungnya.
"Iya, Ma. Bram tahu itu, tapi mengapa secepat ini Allah mengambilnya, Ma," bisik Bram lirih.
"Hati Bram hancur, setiap melihat Selin, Tiara dan Glan, yang tertunduk sedih," lanjut Bram dalam isak lirihnya.
"Mama, paham beban batinmu, tapi Allah sudah berkehendak. Kita manusia hanya bisa menerima dengan ikhlas setiap ketentuannya, Bram," hibur Mama.
"Renata, sudah bahagia di sisi Allah, tiga tahun ia harus menanggung penyakit kangker di rahimnya. Sudah banyak usaha kalian upayakan untuk mendapatkan kesembuhan. Saat ini Allah mengangkat penyakitnya, dengan cara-Nya. Semua milik Sang Pencipta, cepat atau lambat pasti akan diambil dengan cara-Nya, ujar Mama.
Bram tak sanggup lagi menahan Isak tangisnya, ia peluk Mamanya. Kasian Selin, Tiara, dan Glan, mereka masih kecil harus kehilangan Uminya,"gumamnya masih dalam isakan.
"Mereka butuh Abinya, mereka membutuhkanmu. Besarkan, didik, bimbing dan sayangi mereka, semua kini menjadi tugasmu sepenuhnya. Mama, insyaallah akan membantu menjaganya. Ayo usap air matamu, temui tiga buah hatimu," hiburnya.
Bram segera menyeka air mata, ia mencuci mukanya di wastafel, Bram tak ingin tiga buah hatinya mengetahui kepedihan hati dan air matanya.
Ia ke luar dari kamar, di pandanginya penuh cinta, seorang perempuan yang selalu menemaninya dalam suka, duka. Perempuan yang telah mengabdikan diri dan memberi tiga buah hati. Renata, istri yang selalu dicintai, kini telah menutup mata, meninggalkan ia dan tiga buah hatinya.
Wajahnya yang dulu penuh cinta dan pengertian, kini pucat pasi, senyum tipis terulas di bibirnya. Senyum itu seakan mengisyaratkan, kini ia bahagia dan tidak merasakan sakit lagi. Renata percaya, Bram akan sanggup merawat ketiga buah hati.