Suaminya mulai rawat inap, nafasnya mulai sesak kembali, harus dibantu pernapasannya  dengan fentilator, badannya semakin lemah, sehingga harus diinfuse. Dua hari dalam observasi dokter,  kondisi suaminya semakin menurun, sudah tidak mampu lagi makan, atau  ke kamar mandi. Suaminya terbaring lemah di atas tempat tidur, Reni masih berharap dan yakin suaminya akan kembali sehat.
        Beberapa kali Gland an Shan menjenguk papanya di rumah sakit, terlihat mata kedua anaknya nya bersedih, Reni segera menghiburnya, " Glan , Shan , papa di sini istirahat sebentar aja, besok papa juga sudah sehat," kata Reni menghibur kedua anaknya, sesekali pandanganya tertuju ke arah suaminya. Suaminya tidak bereaksi apa-apa, pandanganya kosong nafasnya berat. Tapi ada senyum tipis terulas di bibirnya, sekedar untuk menghibur Reni dan anak-anaknya.
        Hari ini dokter memanggil Reni ke ruanganya, dokter mempersilahkan Reni duduk, kemudian dokter menjelaskan kondisi suaminya. Dokter menyampaikan tidakan yang harus dilakukan selanjutnya. Dokter menyarankan untuk memasang ring pada pembuluh jantung suaminya. Dokter  meminta  persetujuan dari Reni untuk mengisi surat pernyataan / persetujuan , Reni kembali lagi hanya mengiyakan saran dokter, karena Reni yakin dokter lebih tahu tindakan medis dari pada dirinya.
        Dari ruang dokter Reni kembali ke ruang rawat inap suaminya, di pandangi wajah suaminya yang tertidur. Reni menggenggam tangan suaminya dan berucap lirih, "pa. Cepat sehat ya, Mama dan anak-anak butuh papa." Kembali air mata Reni bergulir hingga sedu sedanya harus Reni tahan, khawatir suaminya akan mendengar tangisanya.
        Tanpa Reni sadari rupanya Fian suaminya telah membuka matanya dengan perlahan ditariknya tangan Reni diciumnya tangan Reni, tak tahan lagi Reni menahan air matanya, mengalir pelan, dengan lemah Fian menghapus air mata itu dan berkata" maafkan papa ya ma, apapun yang terjadi pada papa, mama harus kuat, jaga anak anak ya ma." butiran air mata bening kembali membasahi mata  Reni semakin deras mengalir, tak mampu lagi Reni membendungnya. Ribuan rasa kekawatiran dan rasa sedih menggumpal di relung hatinya yang paling dalam. Reni takut kehilangan suaminya. "Jangan berkata begitu papa, papa pasti kuat, papa pasti sehat dan kita akan jaga Gland, Shan bersama-sama," kata Reni diantara isak tangisnya.
        Pemasangan ring belum bisa dilakukan, menunggu hingga kondisi Fian stabil. Reni berusaha selalu menguatkan hati suaminya, dan selalu memberikan kata-kata harapan . " Papa pasti sembuh pa, kalau nanti papa sembuh saat libur sekolah anak-anak kita liburan  ke Bali ya pak, kita menginap seminggu di sana ya pa." Suaminya tidak menjawab apa-apa, pandanganya kosong, dari sudut matanya menitik air mata. Reni hapus air mata itu, dan kembali berkata, " Papa jangan menangis, papa harus kuat , papa harus lawan penyakit, papa sayang mamakan? Papa sanyang anak-anak Papa harus  sehat."  Kata Reni menguatkan semangat suaminya. Kembali suaminya diam dan memandang Reni, kemudian tangannya yang lemah mengusap muka Reni,  Reni pun membantu kedua telapak tangan suaminya agar mampu mengusap  wajahnya. Reni langsung bangkit dan mencium suaminya dengan segala rasa sayangnya. Kembali suaminya menitikkan air matanya, kembali Reni mengusap air mata suaminya.
        Selama di rumah sakit Fian suaminya selalu bangun sebelum subuh, tapi pagi ini, sudah pukul 05.30 wib suaminya belum bangun juga. Dengan berlahan Reni bisikan di telinga suaminya," bangun pa, sudah jam 05,30 wib, papa belum sholad subuh, ayo bangun pa." Reni goyangkan badan Fian dengan berlahan, tapi suaminya tidak bangun juga. Reni mulai kawatir dengan kondisi suaminya.Berkali kali Reni mencoba bangunkan tapi tak berhasil, segera Reni memanggi perawat jaga, langsung perawat memeriksa kondisi suaminya. kemudian perawat menghubungi dokter piket. Dokter menyaran Fian segera di bawa ke ruang IGD, Fian langsung dibawa keruang IGD,  Dokter berupaya membangunkan suaminya  dengan pemacu jantung. Reni menunggu di luar ruang IGD dengan uraian air mata dan doa.
        Alhamdulillah jantung suaminya kembali berdetak, tapi  dalam kondisi koma, kesedihan menyelimuti hati Reni. Reni tidak menemukan lagi tatapan mata suaminya, sentuhanya, air mata Reni kembali bergulir. Inilah mungkin air mata suami yang pernah menetes karena ulahnya di masa lalu. Reni segera mengambil air wudhu, Reni memohon ampun dan memohon  kekutan dari Allah untuk menghadapi semua ketentuan-Nya.
        Reni pandangi wajah suaminya , yang terlihat tidur begitu lelap. Nafasnya yang berat dengan bantuan pompa jantung, terdengar seakan suaminya tidur mendengkur. Reni bacakan ayat ayat Qu'ran di sisi pembaringan suaminya. Rasanya Reni ingin selalu di samping suaminya, tak mau sedetikpun Reni  meninggalkan sisi pembaringan suaminya. Reni masih terus berharap suaminya pasti akan sembuh. Walau dalam keadaan koma, Reni tetap memperdengarkan lafaz qur'an dan mengajak suaminya berbicara, Reni bisikan kata-kata manis dan ribuang harapan di telinga suaminya. Reni berharap suaminya akan segera membuka matanya, untuk memeluknya kembali, seperti dulu, saat Reni melakukan kesalah besar suaminya selalu mengulurkan tangannya untuk memberi maaf dan  kembali memeluknya.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H