Mohon tunggu...
ADE SATRIANA
ADE SATRIANA Mohon Tunggu... Guru - Do the best and pray. God will take care of the rest

Tenaga pendidik SLBN 1 Tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilkada di Masa Pandemi Covid-19

10 Desember 2020   00:55 Diperbarui: 10 Desember 2020   01:49 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini, anak gadisku sudah sibuk bebenah menyiapkan diri untuk menjadi panitia di TPS, Aku segera siapkan sarapan pagi supaya anak gadisku bisa sarapan dulu di rumah sebelum berangkat ke TPS. Suplemen kesehatan juga aku suruh ia minum,  hand sanitizer  dan air mineral   Aku  masukan ke dalam tas yang akan ia bawa.  Aku pesan kalau di sana jangan buka masker rajin bersihkan tangan dengan hand senitizer,  Kemudian anakku menjawab," di sana pakai face shield, masker dan sarung tangan ma, mama jangan  parno gitulah, pandai Dika jaga diri," katanya.

Mendengar jawaban anakku , aku hanya terdiam, setidaknya aku sudah berpesan padanya.

Setelah anakku berangkat ke TPS yang tak jauh dari rumah, aku segera melanjutkan pekerjaanku membersihkan rumah. Dari ruang tamu kulihat Bu Yani tetanggaku keluar rumah bersama suaminya, aku segera ke teras untuk menyapanya, "Bu mau kemana sepagi ini," tanyaku pada bu Yani. " Mau ke TPS bu," jawab bu Yani. Sepagi ini beliau berdua bu Yani dan suami pergi ke TPS untuk memberikan hak suaranya. Aku kagum dengan semangat beliau diusianya yang sudah tua beliau berdua masih melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Beliau memilih datang ke TPS lebih awal berharap belum banyak yang hadir di TPS, jadi beliau tidak antri terlalu lama.

Aku masih sibuk menyapu teras depan rumah, tiba-tiba  Pak Herman beserta anak dan istrinya berlalu di depan rumahku. Pak Herman menyapaku," sudah ke TPS bu?" mendengar sapaan Pak Herman, aku berhenti menyapu dan langsung ku jawab," iya Pak, saya ke TPSnya siang, karena saya pemilih pindahan, semula hak  pilih saya di TPS kampung sebelah pak, baru beberapa bulan ini di urus bapaknya anak-anak pindah ke sini." jawabku sambil tersenyum. " Oh, gitu ya bu, baiklah bu saya bersama keluarga duluan ke TPS ya bu," kata Pak Herman kembali. " Silahkan Pak," jawabku singkat.

Aku kembali menyapu dan membersihkan teras rumah, kulihat dari depan terasku tetangga blok di perumahan sudah secara bergantingan pergi ke TPS berdasarkan jadwal masing-masing. Pemilu kali ini pemilih hadir berdasar jadwal yang ditentukan panitia pelaksana di tiap TPS untuk menghindari kerumunan, sebagai salah satu pelaksanaan protokol kesehatan.

 

Pukul 12.00 aku bersama suami bersiap pergi ke TPS, suamiku sudah menyiapakan undangan,  KTP dan pena . TPS tempat ku memilih di ujung gang rumahku, dengan berjalan kaki aku dan suamiku menuju ke sana. Di tengah perjalanku bertemu tetangga depan rumahku, ku bertanya ke bu Saida yang masih asyik menimang cucunya, kulihat dari pagi tadi beliau tidak beranjak dari ruang tamunya. Oh.., baru ku tahu dari selentingan beberapa orang Bu Saida sekeluarga tidak pergi ke TPS karena takut tertular Covid-19, beliau takut kalu pergi ke TPS virus corona  terbawa sampai di rumah. Maklum  Bu Saidah baru seneng-senengnya menimang cucu, kawatir bila dirinya pergi ke TPS dan pulangnya membawa virus dan akan menularkan kecucunya. Mendengar kabar burung tadi aku hanya bisa menghela nafas panjang.

Tiba-tiba telepon suamiku bordering, rupanya suamiku mendapat telepon dari Pak Elyas tentanggaku yang tinggal di ujung gang, beliau sama dengan kami sebagai pemilih pindahan, beliau mengajak pergi ke TPS bersama. Aku dan suamiku singgah ke rumah Pak Elyas untuk pergi bersama ke TPS.

Belum sampai di rumah pak Elyas, aku bertemu bu Sumi bersama putrinya yang telah selesai memberikan hak suaranya, tak kulihat suami bu Sumi. "Bu Sum, bapak tidak ke TPS?" tanyaku agak sedikit kepo mungkin ya. " Tidak bu, bapak tidak mau milih karena tidak kenal dengan calegnya," kata bu Sumi polos. Aku tersenyum  ketika mendengar jawaban Bu Sumi.

Aku sebenarnya juga tidak mengenal kinerja semua kadidat, tapi setidaknya aku bisa melihat beberapa hasil kepemimpinan beliau sebelumnya, baik sewaktu  para caleg duduk sebagai bupati, wali kota atau gubernur di periode sebelumnya, Sebelum aku memilih tentunya bisa menjari informasi kredibilitas setiap calon, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak memilih dengan alasan tidak mengenal setiap paslonya.

Sampai di TPS aku disarankan oleh petugas untuk mencuci tangan, kemudian petugas mengecek suhu tubuhku, setelah itu aku baru diperkenankan menuju meja pendaftaran.  Segera  aku menunjukan undangan dan KTPku, di situ ada petugas yang mencatat, kemudian ku di beri sarung tangan plastik , ku menuju petugas berikutnya untuk mengambil kertas suara menyerahkan uandangan  tadi kepada petugas. Petugas membuka kartu suara di depanku dan menunjukan kalau kartu suara tidak ada ada yang cacat. Aku segera menuju bilik suara dan mencoblos paslon yang kupilih. Kemudian kertas suara kulipat lagi dan segera ku masukan ke kotak suara. Tinta penanda telah memberikan suara menungguku di petugas berikutnya, ku berikan jariku dan petugas meneteskan tinta biru di ujung jariku. Sebelum aku keluar seorang petugas keamanan menyarankanku untuk membuang sarung tangan plastic ke tempat samapah.  Selesai sudah protokoler Pilkada di masa Pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun