Apa yang terlintas jika melihat kalender atau penunjuk waktu lainnya tertuju pada sebuah hari pertama dimana aktivitas rutin dalam sepekan dimulai? Hari Senin adalah sebuah hari yang membuat kita memiliki sebuah harapan baru dalam satu pekan ke depan. Ada berjuta harapan dan doa di saat kita berjumpa kembali dengan hari Senin.Â
Udara pagi ini terasa sejuk, pancaran sinar mentari pagi menyapa para penghuni bumi dari yang muda hingga tua tanpa terkecuali di domisili ku dengan keceriaannya. Seperti biasa jalanan dipenuhi oleh kendaraan yang lalu lalang tak berjeda. Sempat tertahan sejenak manakala membaca notifikasi di gawai pada saat akan berangkat ke tempat tugas.Â
Mungkin hari masih pagi dan kurang cairan  air mineral di dalam tubuh sehingga membuat diri sedikit oleng ketika membaca beberapa notifikasi di gawai.Â
"Oh, hari ini ada sesi pemotretan untuk acara pelepasan siswa kelompok B".Â
Beberapa bawaan sudah bertengger di bodi si biru ku.Â
Sempat melirik beberapa notifikasi lainnya dari beberapa grup WA dimana aku menjadi salah satu anggota WAG. Begitulah risiko jika memiliki banyak grup. Ups!
Selesai membaca sebagian isi pesan di gawai, pencarian pun dimulai. Kupandangi satu per satu tumpukan kain yang sudah rapi tersusun di lemari. Di sebuah WAG seorang bestie menuliskan bahwa ia akan terlambat hadir di sekolah karena harus mencari terlebih dahulu sehelai kain lebar berukuran sama sisi berbentuk segi empat dengan nuansa warna yang melambangkan kesucian.Â
Sementara baju dinas Senin pagi sesuai jadwal seragam yang sudah disepakati bersama Dewan Guru bernuansa merah bata  manis dari gamis dan kerudung bermotif dengan nuansa coklat. Jadilah aku berbalik menuju sebuah tempat penyimpanan yang tingginya melebihi postur tubuh berwarna kayu klasik. Kain yang memiliki lebar standar persegi empat dengan warna netral itu pun akhirnya kutemukan diurutan mendekati dasar tumpukan.Â
Sesampainya di tempat tugas nampak parkiran masih sepi dan ada dua kendaraan yang sedang menurunkan penumpang cilik  berseragam Polisi. Setelah memarkir si biru dan menurunkan bawaan aku pun memasuki ruangan di sudut gedung dengan hiasan dinding nuansa alam dan melewati bola dunia, seluncuran dan mangkok putar yang tersedia di bagian sisi kanan gedung.Â
Setelah beberapa lama terdengar suara lonceng berbunyi dan semua warga sekolah tertib berbaris menuju halaman guna melakukan upacara bendera. Ada dua orang yang sudah familier sedang memasang layar bergambar nuansa tumpukan buku-buku berjajar di dalam sebuah rak buku besar. Layar itu terpasang pas di samping kelas Ali sehingga kami warga kelas mau tidak mau harus memilih pintu penghubung lainnya menuju lokasi upacara bendera.Â
Sebuah lampu dengan payung putih mengembang pun sudah terpasang di samping kelas Ali yang mendadak disulap layaknya sebuah studio foto. Di situlah nantinya akan diadakannya sesi foto pelepasan siswa Kelompok B.Â
Karena jam tidur akhir-akhir ini kurang terjaga dengan baik, dan beberapa agenda yang membuat diri ini sepertinya oleng berakibat tubuh mulai bereaksi. Beberapa kali zat-zat CO2 di dalam tubuh bertabrakan dengan kadar O2 yang terasa sedikit diperoleh menuju pusat berpikir sehingga mata mulai berkaca-kaca efek kelelahan. Dengan segala kekuatan nutrisi yang masuk di pagi hari sebelum beraktivitas rasa kantuk yang mendera itu pun perlahan bisa sedikit teratasi.Â
Sesi pemotretan sudah selesai di saat jarum jam pada alat berbentuk bulat berwarna merah menempel di dinding menunjuk angka 10 an. Sembari mengecek dan ricek proses penjemputan siswa yang sudah memiliki surat imbauan untuk senantiasa berwaspada meminimalisir aksi penculikan anak, aku pun melihat sekeliling parkiran.Â
Tampak di sudut area parkir ada sebuah motor dengan gerobak yang dirancang khusus oleh sang penciptanya untuk berdagang panganan yang begitu menggoda. Bapak penjual camilan receh namun memiliki konsep murah meriah menggoda itu sering terlihat berjualan di parkiran saat siswa bubaran  sekolah. Berbagi rezeki pada beberapa penjual camilan, minuman yang keberadaannya muncul musiman di jam-jam siswa pulang membuat pemandangan antrean di pusat jajanan itu menjadi sebuah fenomena.Â
Masing-masing pedagang sudah memiliki pangsa pasarnya tersendiri di hati para konsumennya yang mayoritas anak-anak. Bapak penjual camilan yang dibilang harga receh tapi tidak recehan itu memiliki keunikan sendiri pada dagangannya. Camilan yang terbuat dari bahan-bahan khusus seperti adonan bertekstur sedikit cair, dengan penampakan aneka pewarnaan yang tidak begitu mencolok namun menggoda, dan cita rasa sedikit manis gurih, membuat siswa-siswa terpesona.Â
Mereka rela mengantre panjang sembari bermain di area out door untuk mendapatkan sebuah camilan receh berbentuk serupa jaring-jaring yang tersusun dengan keelokan warna-warni dari adonan tepung berbentuk sedikit cair tersebut. Terkadang para penjemput rela mengantre dahulu sebelum siswa yang dijemputnya pulang sekolah.Â
Camilan receh yang menggoda hidung ini merasakan sensasi keharuman yang akan tercium dari adonan cair yang mengalami perubahan bentuk menjadi agak padat tetap renyah akibat proses pemanggangan di sebuah wadah khusus berbentuk cekungan-cekungan. Cairan adonan berwarna ini dengan kekentalan khusus akan dicetak ke dalam wadah pemanggangan. Aroma yang menggoda mulai menggelitik  menyebar di udara sekitarnya dan harus bersabar menunggu hingga proses pemanggangan camilan dengan suara kriuk menandakan kerenyahannya saat dinikmati selagi hangat.Â
Sembari mengawasi para penjemput aku pun mengantre untuk membeli camilan receh renyah menggoda selera. Camilan receh renyah ini kusantap dengan menyeruput secangkir kopi susu.Â
Nikmat mana lagi yang kau dustakan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H