Mohon tunggu...
ADE SURIYANIE
ADE SURIYANIE Mohon Tunggu... Guru - Guru

Senang belajar tentang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berkendara Perlu Nyali dan Fokus

3 November 2022   22:08 Diperbarui: 3 November 2022   22:11 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Keseharian pulang pergi bertugas menuju sebuah tempat yang identik dengan sebutan tempat bermain, berteman banyak, wajah-wajah imut sehat, cerdas, dan ceria selalu pastinya perlu kendaraan. Si biru dengan penampakan yang gagah perkasa, dengan pelek roda CW, bodinya yang sporty, sepertinya bisa mengelabui penampakan dari pemiliknya. 

Teringat pada awal perkenalan MPLS dengan para wali murid di tahun pelajaran yang baru, si biru ku selalu terparkir sebelum mereka datang mengantar putra-putri tercintanya ke sekolah. Aku menyambut para calon Pemimpin Bangsa kelak di saat mereka dewasa nanti dengan senyum, sapa, salam, sopan dan santun ala Guru PAUD. Mereka tidak mengetahui siapa pemilik si biru yang selalu terparkir terdepan. 

Hingga suatu waktu ada tugas sekolah dan aku harus meninggalkan urusan di kelas pada Guru Pendamping dengan berkendara sebelum jam KBM dimulai. Mereka terkaget dan baru tahu kalau si biru yang terparkir itu ternyata pemiliknya adalah aku. Hanya mau bilang..WOW..gitu..?

Ya sudahlah apa pun kendaraannya yang penting tidak menghalangi kinerja dan etos kerja si pemilik biru dalam menjalankan tugas amanah sebagai Pendidik. Titik bukan koma, Gurunya cantik minumnya curcuma. Ups! Narsistik...?

Mau ikutan kepo enggak mengapa si biru itu menjadi kendaraan favoritnya?

Begini ya bestie kisahnya perlu persiapan tisu juga tak mengapa. Jangan lupa camilan dan segelas es teh lemon manis atau pun kopi juga boleh, kok!

Teringat pada masa itu keadaan genting membuat ku harus bisa berkendara minimal kendaraan roda dua bukan roda tiga atau roda empat. Rekan sejawat, partner terbaik mendampingi di kelas mengalami sakit yang berat dan aku tidak peka. Huuukkk...huuuk..

Bukan tidak empati dan simpati pada rekan, sobat terbaik yang selalu memberikan semangat lewat tutur kata yang arif dan bijak ini. Beliau adalah sosok single parent yang sangat luar biasa dan tidak pernah menampakkan kesedihan di muka umum. Pembawaannya yang tenang, lembut tutur katanya ternyata menyimpan rasa sakit yang luar biasa. 

Singkat kata singkat cerita, pada akhirnya aku memberanikan diri untuk sekadar membantunya dengan apa yang aku bisa. penyakit ganas yang dideritanya membuatnya tidak lagi bisa berkendara. Ketiga anaknya masih usia sekolah kala itu, dan aku sebagai bestie nya mau tidak mau harus bisa membawa motor untuk sekadar mobilitas mengurus segala keperluannya berobat. 

Kebetulan kendaraan roda dua yang menganggur di rumah saat itu tidak segagah si biru yang hingga saat ini menjadi kendaraan favorit. Apakah ujug-ujug aku bisa bermotor ria kala itu? 

Tak terbersit niatan di hati untuk bisa membawa kendaraan ke sekolah. Aku lebih nyaman memakai jasa angkutan umum atau kendaraan berbasis online yang kala itu belum seramai sekarang. Tak banyak yang bisa aku lakukan untuk meringankan sakit bestie terbaik yang sedang berjuang melawan sakit yang sangat cepat sudah merusak bagian organ lainnya di dalam tubuh. kanker itu pun pada akhirnya merenggut nyawanya. 

Entah spirit apa yang membuat ku pada akhirnya bisa berkendara motor untuk mengurus keperluan bestie ku yang mulai lemah tak berdaya. Sementara orang rumah tidak mengizinkan aku untuk bisa berkendara dengan satu dua tiga alasan yang bisa dimaklumi. 

Kenekatan untuk bisa membantu sekadar wara-wiri dari sekolah ke rumah bestie ku yang mulai tidak hadir ke sekolah karena harus fokus pada pengobatannya dan mengecek kondisinya manakala kesibukan aktivitas melemah sinyalnya sesaat. Perhatian itu saja yang bisa aku lakukan untuk sekadar menghibur dan memberinya motivasi untuk bertahan melawan sakitnya. 

Jadilah aku langsung bisa menaiki kendaraan roda dua yang menganggur di rumah menuju sekolah, tempat lainnya, dan rumah bestie ku sekadar melihat kondisinya. Baru tersadar saat pikiran kalut sempat oleng dari motor. Begitulah aku harusnya mengikuti ujian kelayakan berkendara dahulu di kantor SAMSAT dan baru bisa mendapatkan SIM sebagai hasil test drive nya. 

Untungnya tidak ada luka yang serius di tubuh dan terima kasih pada bapak pengendara motor yang berada tepat di belakang motor ku. Tidak melulu kesalahan ada di pihak kaum hawa yang stereo tipe beranggapan "kaum yang kasih sign ke kanan, berbeloknya ke kiri". 

Saat itu jelas-jelas aku yang berkendara sedikit rusuh hati mendengar keluhan bestie di seberang telepon ingin dijenguk di rumahnya sore itu, sudah berada di posisi jalan yang benar. Entah mengapa dari arah berlawanan Mak-Mak itu memberikan isyarat lampu sign akan berbelok. Memang posisi jalan ada pertigaan, dan aku melihat isyarat dari Mak yang ingin berbelok. 

Aku pun melambatkan posisi motor ku, dengan maksud mempersilakannya lewat berbelok di depan posisi ku terjeda sejenak. Tetiba, dari arah belakang ku ada yang tidak sabaran menyalip ku dan tentu saja Mak yang akan berbelok tadi sedkit gugup dan akhirnya motor bagian depannya nyaris berbenturan dengan motor ku. 

Sepertinya Mak tadi nyalinya sudah teruji dan mahir berkendara, Mak itu bisa lolos tidak menyenggol ban depan motor ku. Lalu bagaimana dengan kondisi ku?

Maklum saja aku berkendara belum lama, uji tes drive pun belum dilakukan, terbayang wajah bestie yang kesakitan, tak ber SIM pula. Duuu...duuu...terlalu.. 

Motor pun oleng ke kanan dan aku sempat berdiri melepas stang. Saat itu dipertigaan jalan juga tak terlalu ramai. Bapak yang berada di belakang ku dengan sigap membantu. "Ibu enggak apa-apa?"

Mau nangis juga nanti jadi drama! Bukan karena soal dramanya, malu nya itu loh, yang tak terkira. Oleng karena tidak sigap berkendara hingga posisi motor tertidur beberapa lama di atas aspal adalah sebuah pengalaman yang tak terlupakan. 

Pada akhirnya aku gagal mengunjungi rumah bestie ku yang kesakitan karena aku pun harus memastikan kalau kondisi ku baik-baik saja. Sesampainya di rumah, aku menelepon bestie dan meminta maaf tidak jadi menjenguknya. Aku beralasan sudah kesorean baru besok berkunjungnya. Aku tidak bercerita tentang kondisi ku yang oleng di jalan tadi, khawatir akan menambah beban pikirannya. 

Duhai bestie ku terbaik..tenangkan diri mu di sana..

Aku di sini baik-baik saja..

#docjay

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun