Pengalaman buruk ini membuat anak merasa bahwa membaca adalah sesuatu hal yang menakutkan dan membuat anak tidak mencintai buku. Orang tua dan Guru senang jika anak mau membaca dengan teknik "ancaman". Namun, anak akan kehilangan kesempatan menikmati proses dalam membaca.
Anak yang dipaksa membaca bisa stres, dan efek jangka panjangnya kalau pun pembelajaran membaca itu dikuasai anak dengan paksaan akibat lainnya anak akan membenci kegiatan membaca. Tak mengherankan jika ada tugas Pekerjaan Rumah yang membuat Orang tua akan sedikit mengalami perubahan tekanan tensi pada aliran darah seketika menemani anak belajar karena anak malas membuka buku.
Bisa membaca tanpa memahami apa yang dibacanya membuat anak gagal paham. Tak heran jika para Guru yang mengajar di kelas I Â Sekolah Dasar merasa kesulitan jika ada anak yang belum mampu membaca dengan pemahaman.Â
Memahami isi bacaan terutama soal cerita adalah sebuah bentuk keberhasilan pembelajaran membaca. Anak yang memiliki keterampilan lebih bukan hanya sekadar mampu mengeja suku kata, tetapi anak juga lancar membaca dan mampu menganalisis bacaan yang ada merupakan sebuah prestasi dalam membaca.Â
Literasi kita masih lemah tidak seperti di negara maju yang dalam keadaan apa pun mereka menyempatkan diri untuk selalu membaca. Di transportasi massal  seperti negara Jepang misalnya, terlihat bagaimana membaca itu menjadi sesuatu habit dari kalangan anak hingga dewasa. Andai kita sedang berada di transportasi massal, pernahkah kita mencoba untuk membaca?
Yuk, mulai membudayakan kegiatan membaca sejak saat ini.Â
Jangan lagi memaksa anak kita untuk belajar membaca dengan ancaman. Kita punya kesempatan membimbing anak menemukan  cara tersendiri menguasai teknik membaca dan menyukai jenis bacaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H