Generasi Milenial - Tumbuh bersama teknologi, terbiasa dengan segalanya yang serba instan, fleksible, dan lebih bebas berekspresi. Ditengah perkembangan teknologi, termasuk teknologi industri, tantangan tersendiri muncul bagi generasi milenial.
Beberapa tahun ini mulai lahir revolusi industri yang baru, Industri 4.0.
Konsep revolusi industri 4.0 diperkenalkan oleh Profesor Klaus Schwab. Ekonom asal Jerman yang menulis dalam bukunya, The Fourth Industrial Revolution.
Meskipun pola revolusi industri selalu sama, meliputi efisiensi proses, pengurangan tenaga kerja manusia, peningkatan produktivitas, dan peningkatan kualitas. Pada perkembangan industri 4.0 terjadi lompatan yang lebih besar.
Industri 4.0 benar-benar mengubah cara kerja manusia. Dunia industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, semua sudah ada di mana-mana.
Istilah ini dikenal dengan nama internet of things (IoT). Tidak hanya itu, pengembangan Artificial Intelegence juga sangat gancar dilakukan sebagai elemen dari pengembangan industri 4.0.
Berbeda dengan pengembangan sistem PLC dan bahasa pemrograman pada revolusi industri 3.0, dimana pengambilan keputusan selalu diberikan pada manusia. Dengan adanya AI, mesin, robot, atau komputer bisa mengambil keputusan pada sebuah masalah.
Bukan tidak mungkin jika dalam waktu dekat muncul robot seperti Doraemon, Terminator, atau humanoid yang lain. Lalu, bagaimana dengan manusia? Khususnya, generasi milenial, yang saat ini sedang mencapai puncak produktivitasnya hingga satu dekade ke depan.
- Konsumen produk industri, yang juga generasi Milenial lebih percaya pada User Generated Content
Bukan zamannya konsumen percaya pada iklan atau perusahaan besar. Mereka jauh lebih percaya pada user generated content (UGC), sebuah konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan. Misalnya pada sebuah situs penjualan terdapat kolom komentar netizen, disitulah kekuatan paling besar untuk pemasaran. - Sebagai karyawan, Kaum milenial cenderung tidak loyal
Beberapa tahun ke depan, kaum milennial bisa dipastikan menduduki porsi tenaga kerja hingga 75 persen di seluruh dunia. mulai dari posisi supervisor, manager, atau bahkan CEO.
Berdasarkan riset dari Sociolab, sebagian besar kaum milenial meminta gaji tinggi, jam kerja fleksibel, dan promosi dalam waktu singkat. Selain itu, mereka juga tidak loyal terhadap suatu pekerjaan atau perusahaan. Namun karena hidup pada era informasi yang menjadikan mereka tumbuh cerdas, tak sedikit perusahaan yang mengalami kenaikan pendapatan karena memperkerjakan millennial.
Salah satu yang cukup menarik, awal bulan lalu ITS juga mengadakan seminar nasional, khusus untuk mengkaji dan mempersiapkan generasi milenial dalam menghadapi perkembangan industri 4.0.
Ketua Wantimpres, Sri Adiningsih mengatakan bahwa perkembangan teknologi dan industri 4.0 dapat mengubah banyak hal dan tumbuh hal-hal baru. “Beberapa tahun ke depan dokter robot akan hadir di Amerika, mobil akan diciptakan melalui 3D Printing, bisa jadi puluhan tahun ke depan akan ada rumah yang dibangun dengan 3D Printing juga,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Sri Adiningsih, hadirnya revolusi industri 4.0 menjadi pemicu munculnya banyak start up di dunia industri.
Sementara menurut Kepala Dinas Provinsi Jawa Timur, Saiful Rachman, dengan meningkatnya revolusi industri hingga tahap 4.0 saat ini, penting untuk mengatur strategi dalam pendidikan karakter. Tujuan dari karakter adalah untuk meningkatkan akhlak mulia.
Selain poin penting yang disampaikan oleh kedua narasumber, sambutan dari Prof. Joni Hermana, sebagai rektor ITS juga patut digarisbawahi.
Joni Hermana, menyampaikan bahwa awal mula revolusi industri 4.0, ketika peran manusia digantikan oleh mesin. Banyak peran manusia yang digantikan oleh mesin, dengan kata lain terjadi pengurangan tenaga kerja.
“Namun jangan khawatir karena hukum keseimbangan alam pasti terjadi, ketika banyak pekerjaan hilang maka akan timbul pekerjaan baru lagi,” lanjut Prof. Joni.
Beliau juga menyampaikan bahwa, Albert Einstein pernah berkata jika kesuksesan seseorang 20 persen ditentukan oleh IQ dan sisanya adalah kerja keras. Setelah perkembangan zaman, ternyata kerja keras tersebut adalah kemampuan softskill. Kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk menghadiri revolusi industri 4.0. “Oleh sebab itu, penting adanya sertifikasi tentang soft skill yang menunjukkan kemampuan mereka,” tandasnya.
Siap atau tidak, revolusi industri 4.0 sedang terjadi saat ini. Generasi Milenial di Tanah Air perlu beradaptasi, memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing, lalu survive dan berkembang di dalamnya.
Terima kasih sudah membaca.
Sumber :
- tribunnews
- hipwee
- cnnindonesia
- techinasia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H