Kasus-kasus kekejaman seksual terhadap anak-anak ternyata semakin meresahkan, sehingga wali harus lebih berhati-hati dalam menjaga anak-anaknya. Ulasan ini berbicara tentang pentingnya korespondensi relasional antara wali dan anak-anak mereka, terutama pada usia dini untuk memberikan pemahaman tentang bagaimana bersyafaat.Â
Korespondensi merupakan salah satu upaya dalam mencegah kebrutalan seksual yang terjadi pada remaja. Juga, korespondensi diatur sehingga keluarga dapat terbuka dan menyenangkan satu sama lain.
Karena, kekejaman seksual termasuk provokasi, pemaksaan seperti yang tertuang dalam RUU PKS;
End of Sexual Savagery adalah segala upaya untuk mencegah terjadinya Kebrutalan Seksual, menangani, menjamin dan memulihkan Korban, bergerak melawan pelakunya dan berusaha mencegah terulangnya Kejahatan Seksual.
Kejahatan Seksual adalah setiap demonstrasi yang memalukan, menjengkelkan, menyerang, dan aktivitas lain yang berbeda terhadap tubuh seseorang, hasrat seksual.
Wali/Orang tua dapat memberikan jaminan kepada anak melalui korespondensi yang terjalin antara keduanya sehingga wali/Orang tua dapat mempersiapkan dan melindungi anak dari perbuatan zalim yang membuntuti anak mereka.
Korespondensi merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan karena korespondensi menjadi pusat dari setiap isu terkini, salah satunya sebagai bentuk pencegahan kebiadaban seksual terhadap anak muda.Â
Di musim pandemi ini, komunikasi luas terus-menerus mengungkapkan berita yang membuat orang-orang di sekitar mereka gila dan bahkan mengecam episode tersebut karena kasus kebrutalan seksual terhadap anak-anak berkembang selangkah demi selangkah.Â
Dengan keadaan yang mengganggu ini, sangat penting untuk memiliki korespondensi antara wali dan anak-anak tentang pelatihan seks untuk anak-anak.
Hal ini dikarenakan pada masa remaja dan remaja, anak-anak kurang memahami tentang sex schooling dan perilaku cabul. Demikian juga, anak-anak tidak memahami perilaku mana yang harus dijauhi, seperti halnya efek atau hasil di masa depan yang akan muncul dari demonstrasi yang tidak etis ini.Â
Selain itu, anak-anak dan remaja cenderung tidak memiliki kemampuan untuk melawan keinginan pelakunya, selain itu pelakunya merusak korban secara sungguh-sungguh dan mental. Ini tidak sama dengan perilaku cabul. Dalam profil pelaku perilaku tidak senonoh, baik dari dasar pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, atau status keuangan, kebetulan saja, sebagian besar pelaku perilaku cabul yang dialami adalah laki-laki.