"Apa benar kamu percaya mesin dan perjalanan waktu?"
"Ada sesuatu yang ingin kuubah di masa lalu."
Matanya memandang ke jendela, ada sesuatu yang disimpan di dalam hatinya. Entah perasaan suka atau duka, matanya mulai berkaca-kaca seolah ingin bercerita panjang lebar, namun mulutnya terkunci rapat tak bisa bersuara. Dadanya menahan isak tangis agar tak meluap menjadi tangisan nyaring.
"Lio... Jika suatu saat kamu menemukan mesin waktu... Aku ingin ikut bersamamu..."
Aku terhenyak, belum pernah seumur hidupku Rachel berbicara sedalam dan seserius ini. Mata yang berkaca-kaca menandakan dia bersungguh-sungguh, ada hal mengganjal dalam hidupnya. Ia ingin kembali ke sana namun terganjal oleh ruang dan waktu.
"Ya, aku akan membawamu melintasi ruang dan waktu agar bisa ke masa lalu." Ujarku lirih.
****
        Semenjak kejadian itu, aku semakin rajin ke perpustakaan. Buku-buku mengenai fisika, khususnya mengenai waktu kupelajari dengan seksama. Meski kebanyakan membahas tentang jarak, waktu, dan kecepatan sebuah benda, namun tidak salah kupelajari dasar-dasarnya. Dalam buku-buku fisika, waktu dirumuskan dengan huruf 't'. Yah, meski rumus waktu di buku-buku fisika dasar biasanya untuk menghitung kecepatan mobil dengan kecepatan tertentu, bukan untuk pergi ke masa lalu, aku tetap harus mengamati siapa tahu menjadi gerbang awal peralihan waktu ke masa lalu.
        Andaikan ada sebuah buku khusus mengenai rumus-rumus waktu, pasti aku akan mempelajarinya. Sayang kebanyakan buku-buku justru membahas cara mengatur, seni mengatur, rentang waktu, dll.
        Hikmahnya, aku jadi banyak belajar buku-buku tentang waktu, tapi jujur semenjak Rachel berbicara serius, aku terus bertanya mengapa dia bisa sesedih itu? Mungkin suatu saat dia harus bercerita dengan gamblang, dan aku akan berusaha menolongnya sebagai sahabat baiknya. Di satu sisi, sebenarnya aku juga ragu, bisakah mesin waktu kutemukan?
Bersambung...