Mohon tunggu...
Ade Lanuari Abdan Syakura
Ade Lanuari Abdan Syakura Mohon Tunggu... Guru - Bersatu padu

Hanya manusia biasa yang diberikan kehendak oleh Tuhan untuk menggoreskan pena pada secarik kertas kusam.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Arah Baru Studi Islam Kontemporer

12 Agustus 2019   07:05 Diperbarui: 12 Agustus 2019   07:14 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: suggest-keywords.com

Menjawab problem diatas, Muhammad Syahrur menawarkan teori batas minimal dan maksimal (Al Hudud Al A'la dan Al Hudud Al Adna) dalam bukunya yang berjudul Nahw Ushul al-Jadidah Li al-Fiqh al-Isami. 

Konsep ini mendekonstruksi metode ushul fiqih yang telah dirumuskan oleh para ulama masa lampau agar fleksibel dan lentur (hanafiyun) sesuai perkembangan zaman.

Sebagai contoh, dalam menafsirkan ayat-ayat warisan, Syahrur merombak konsep lama dari para fuqaha yang menyatakan bahwa bagian waris laki-laki dua sedangkan perempuan satu, dikarenakan laki-laki bertanggung jawab untuk menafkahi seorang isteri dari sisi materi. Hal ini didasarkan pada Q.S An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian waris) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan."

Menurut Syahrur ketentuan tersebut tidak mutlak seperti yang termaktub di dalam Al Quran. Bahwasannya Allah menetapkan dua adalah sebagai batas maksimal (Al Had Al A'la) dan satu sebagai batas minimal (Al Had Al Adna) yang diperuntukkan bagi laki-laki maupun perempuan.

Adakalanya dengan suatu kondisi, seorang laki-laki justeru mendapat satu bagian, sedangkan perempuan mendapat dua bagian. Yang demikian tidaklah melampaui batas, dan masih berada dalam garis ketentuan-Nya, karena masing-masing tidak mendapat lebih dari dua, serta tidak kurang dari satu.

Teori batas (Al Hudud) yang Syahrur gunakan tidak hanya berhenti dalam masalah warisan. Ananlisis teori batas juga begitu kentara dalam menafsirkan Q.S An-Nisa ayat 3 yang membicarakan masalah poligami:

"...maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja..."

Pada prinsipnya, Islam menganut asas monogami dalam pernikahan. Adanya anjuran poligami merupakan kondisi darurat (Emergency Exit) bagi seorang muslim. Poligami diperbolehkan asalkan memenuhi persyaratan dan masih sesuai dengan ketentuan-Nya.

Bagi Syahrur, kebolehan menikah bagi seorang suami batas minimalnya ialah satu, dan batas maksimalnya empat. Seorang suami tidak diperbolehkan menikah melebihi empat orang isteri, agar sesuai dengan ketentuan-Nya. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka ia telah melanggar batas-batas yang ditentukan Allah.  

Tampaknya, upaya Syahrur dalam merombak ushul fiqih merupakan suatu langkah baik agar format studi Islam dapat selaras dengan prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan kemodernan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun