Tiga hari yang lalu, tepatnya hari Kamis, saya bersama dua teman saya, Fikri dan Rizky, tengah berbincang asyik di perpustakaan sekolah tempat kami praktik mengajar. Hal-hal yang kami obrolkan tentunya obrolan ringan khas mahasiswa. Tak jauh-jauh dari pengalaman lucu di kelas, tragedi mengenaskan dimarahi oleh dosen killer sampai pengalaman konyol sok-sokan berbicara dalam bahasa Inggris dengan dosen ‘bule’ kami. Obrolan semakin asyik ketika ternyata kami sama-sama punya pengalaman gila di kelas speaking (berbicara) yang diampu oleh dosen ‘bule’ tadi yang berasal dari Inggris tulen.
Ternyata sepanjang kelas speaking yang berlangsung selama 100 menit kami tidak memahami satu katapun yang diucapkan oleh si Bu’ Bule. Jadilah kelas kami itu kelas yang luar biasa tenang. Ini bukan karena kami khidmat menyimak materi yang disampaikan oleh dosen, melainkan karena kami bingung setengah mati dengan omongan si bule. Tak satu kalimatpun kami pahami dengan baik. Parahnya lagi, si Bule pun tak menyadari kebingungan kami yang semakin akut. Dia tetap saja berkhutbah panjang lebar dengan semangatnya.
Musibahpun terjadi ketika si Bule memberikan tugas individu kepada kami, mahasiswanya. Keringat dingin bermunculan dan degupan jantung tiba-tiba meningkat. Seisi kelas tak ada yang paham sedikitpun. What do we have to do? Kamipun serempak celingukan kanan kiri depan belakang.
Untunglah, Tuhan masih sayang kepada kami. Ternyata di kelas kami ada seorang mbak-mbak semester atas yang ternyata masuk kelas speaking kami. Ternyata bahasa Inggris mbak ini luar biasa. Dia adalah satu-satunya orang di kelas kami yang mengerti ucapan si bule dari awal hingga akhir. Kontan saja kami segera mengerubuti kursi si Mbak pinter ini. Dengan sangat halus dan pelan si Mbak menjelaskan tugas itu kepada kami. Kami dengan sangat khusyuk menyimak apa yang diterangkannya. Tak berapa lama kemudian, kami serentak berkata ‘Oooo’ tanda bahwa kami mengerti. Si bule yang sedari tadi asyik chatting di depan laptopnya, tiba-tiba kaget dan terheran-heran dengan kelakuan mahasiswanya yang unyu dan lugu.
Setelah beberapa pertemuan kelas speaking, kebingungan saya dengan omongan si bule tak kunjung hilang. Sayapun mulai was-was dengan masa depan saya di kelas speaking. Akhirnya pada suatu hari di akhir kelas speaking, saya sengaja menyeret salah satu teman saya untuk menemani saya melakukan rencana gila yang sudah lama saya persiapakan. Hal ini saya lakukan akibat rasa frustasi berkepanjangan yang saya alami di kelas speaking, tidak paham dengan bahasa Inggrisnya orang bule!
Dengan malu campur takut saya beranikan diri untuk keluar kelas paling akhir. Saya bermaksud untuk berbicara empat mata dengan si bule perihal masalah pendengaran saya. Saat itu, saya sudah mempersiapkan dengan apik kata-kata yang akan saya sampaikan ke si bule. Dengan bahasa Inggris belepotan dan pronunciation yang di-Inggris-inggriskan, saya utarakan masalah saya kepada si bule.
Saya sudah setengah mati nervous kalau-kalau si bule mengajukan pertanyaan langsung pada saya dan saya tidak bisa menjawabnya karena tidak paham apa yang dia tanyakan. Tanpa disangka, sambutan si Bule luar biasa. Ketika mendengarkan keluhan saya, dia tersenyum, manis sekali. Selesai mendengarkan saya, dia buru-buru minta maaf kepada saya karena selama ini dia bicara terlalu cepat. Dari caranya meminta maaf dan raut mukanya, saya yakin dia benar-benar merasa tidak enak karena telah membuat kami pusing alang kepalang.
Di akhir percakapan, saya beranikan diri untuk berkata pada si Bule, “I hope you can speak more slowly when you teach us”. Lagi-lagi si bule tersenyum dan kembali meminta maaf dan berjanji kalau dia tidak akan berbicara terlalu cepat ketika dia mengajar. Dia juga berkata, “Just tell me if I speak too fast. Don’t be hesitant. OK?”
Setelah itu, si bule berlalu dari ruang kelas sedangkan saya masih terpaku diam di kelas. Setelah itu saya merasa sangat bahagia karena itulah pertama kali saya bisa dan berani berbicara dengan bule. It sounds so simple and not important. Tetapi bagi saya, kejadian konyol itu sangat luar biasa bagi saya.
Ini ceritaku, mana ceritamu :) ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H