Namun, hari pertama sekolah akan tetap lekat dalam ingatan. Pertama menjadikan kata setelahnya terasa spesial kan?! Nah, itulah. Jika dulu saya yang menghadapi hari pertama sebagai murid, sekarang saya hadapi hari itu sebagai orang tua.
Tentu saja saya tak pernah tahu apa yang sebenarnya dirasakan Kakak. Saya hanya bisa menduga dari senyum dan keceriannya sepulang sekolah. Saya lega karena Kakak menyukainya. Setidaknya, itu yang saya lihat. Selanjutnya, saya pikir tak perlu memusingkannya. Fokus saja pada masa-masa sekolah anak supaya kesan pertama yang sudah menyenangkan itu tetap bertahan.
Ada hal-hal yang saya catat dalam hati:
Tergantung pikiran
Akan jadi apa dan seperti apa hari bersejarah itu? Apakah panik? Ya, saya panik juga. Kepanikan kita bisa jadi menjelma ke sikap. Sayangnya, itu bisa menular ke anak. Kasihan dong. Daripada panik, pikirkan saja hal-hal menyenangkan. Misal: anak akan mendapat kawan baru, guru baru, lagu baru, dan aktivitas baru, atau menu baru saat makan siang :D Rasa deg-degan yang ada di hati sebaiknya ditekan dalam-dalam, keluarkan jadi senyuman, meskipun palsu.
Persiapan yang baik
Berkutat dengan satu toddler dan satu baby bukan hal mudah, ditambah dua-duanya aktif semua. Si Adek bahkan senang begadang dan bermain. Untuk hari spesial Kakak, setelah atribut perang (seragam sampai menu sarapan) lengkap, saya pasrahkan si Adek ke Ayah (hahahah....) maksudnya, ayah dan bunda juga perlu kerja sama, dong! Ayah juga mesti mendukung hari pertama sekolah Kakak.
Percaya pada anak
Hari ini harus jadi hari yang berkesan. Kesan pertama memang menentukan. Kakak anaknya agak moody. Jadi menjaga mood-nya supaya tetap semangat sangat penting. Satu lagi, rasa penasaran. Kayak apa sekolah baruku? Teman-temanku? Guruku? Menyiapkan hal yang mengasyikkan seperti bekal sepesial ke sekolah juga membuat Kakak jadi tak sabar untuk ke sekoah.
Percaya pada guru
Guru memang dilatih untuk menghadapi siswa dari yang kalem sampai yang ceriwis, yang bandel sampai yang penurut. Mereka malah lebih terampil ketimbang saya, orang tuanya. Saya lepas Kakak di kelas. Bersamaan dengan itu, saya lepas pula kekhawatiran. Ada Bu Guru yang menemani. Ini lebih menenangkan ketimbang mengharuskan diri menjadi patung penjaga di luar kelas. Guru juga akan lebih senang ketika para orang tua percaya pada kemampuan mereka mengasuh anak.