Mohon tunggu...
Addie DA
Addie DA Mohon Tunggu... Arsitek - Mempunyai profesi sebagai ibu mandor dan tukang gambar bangunan.

Mempunyai hobi menulis yang dipupuk sejak remaja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hawa: Homo (Seksual) Sapien

23 Maret 2024   12:50 Diperbarui: 3 April 2024   09:01 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hawa. Sebenarnya namanya indah, diambil dari (konon) nama perempuan pertama yang ada di bumi. Yang (lagi-lagi) konon lahir dari tulang rusuk Adam. Laki-laki pertama yang ada di bumi. Tapi Hawa menyesali namanya. Hawa bahkan menyesali dia dilahirkan sebagai perempuan, apalagi dinamakan Hawa. Dia merasa lemah sekali punya vagina, ditambah namanya yang buat dia semakin lemah.

Hawa membenci perempuan, makhluk yang sudah ditakdirkan lemah tak berdaya. Itu tandanya dia benci dirinya sendiri, sebagai seorang perempuan, apalagi dia bernama Hawa. Sialan! pikirnya. Jika aku bisa memilih, aku ingin dilahirkan sebagai laki-laki. Tapi sebagai laki-laki pun aku akan tetap membenci perempuan.

Pikiran-pikiran Hawa tidak timbul karena dia banyak membaca, tidak timbul karena dia pernah dilecehkan, tidak timbul karena dia kurang bimbingan orangtua. Hawa hanya melihat realita. Realita dan fakta yang begitu membuatnya geram dan ingin menjadi laki-laki.

Hawa terkadang merasa dirinya seksis, terkadang merasa dirinya 'terlalu laki-laki', terkadang merasa dirinya 'terlalu perempuan', terkadang tidak dua-duanya, sampai-sampai dia tidak membedakan lagi laki-laki dan perempuan, Hawa lebih senang menyebutnya maskulin dan feminin, tapi definisi istilah-istilah itu pun masih kabur baginya. Vagina bisa maskulin, penis bisa feminin. Tidak ada laki-laki dan perempuan. Tapi dunia tidak membiarkan itu terjadi. Dunia terlalu naif. Dunia terlalu. Keterlaluan.

Karena seluruh dunia seperti itu, Hawa jadi semakin benci perempuan. Kenapa Riri harus aborsi dan hancur karena ditinggal pacarnya begitu saja setelah hamil? Kenapa Dini harus menerima suaminya menikah lagi dengan perempuan yang lebih muda daripada anaknya, tiga perempuan, bukan hanya satu? Kenapa Tina harus rela memotong jarinya sendiri untuk membuktikan pada suaminya kalau ia tak selingkuh, sementara dia tidak bisa melakukan sebaliknya padahal sudah jelas suaminya selingkuh? Kenapa Fika harus menikah dengan laki-laki yang dipilihkan bapaknya untuknya, padahal dia sama sekali tidak mencintainya dan hanya berpura-pura senang? Kenapa Dina harus pindah agama ikut suaminya, memakai seprai, bertutup sekujur, kegerahan, hanya karena suaminya mengancam akan meninggalkannya setelah mereka punya anak? Kenapa Nissa harus menerima saja ketika bapaknya memperkosanya? Kenapa Putri harus menerima disiram air keras oleh suaminya hanya karena dia sudah tidak perawan lagi pada malam pertamanya? Kenapa Sita dipaksa punya anak padahal dia sangat benci anak-anak? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang mengisi otak Hawa.

Jawabannya hanya satu. Bukan karena mereka tidak punya pilihan. Tapi karena mereka perempuan. Hawa menyimpulkan. Memang seksis kedengarannya. Memang seperti menelan ludah sendiri. Tapi begitulah Hawa sejak awal, menelan ludahnya sendiri, dia sangat benci perempuan, tapi justru dilahirkan sebagai perempuan. Apalagi namanya. Hawa. Ah sialan!

Perempuan memang lemah. Digarap, ditusuk, ditancap, diembat, dari mulai bayi, balita, anak kecil, remaja, muda, nenek-nenek, mayat, masih juga...

Apa semata-mata karena keindahan mereka? Ah, apanya yang indah dari perempuan kecuali kelemahan dan ketergantungan mereka, bagi laki-laki. Mereka tak kuasa menolak ketika laki-laki menggarap mereka. Mereka hanya ber-ah-uhh... terkadang menikmatinya, terkadang berpura-pura, terkadang tidak mengerti, terkadang menangis, terkadang tidak berada di sana... karena memang sudah jadi mayat.

Hawa tidak pernah punya pacar. Hawa tidak tertarik pada laki-laki karena dia perempuan. Hawa juga sangat membenci perempuan karena dia perempuan. Seks? Ah Hawa merasa tidak butuh. Anak? Buat apa menambah manusia di dunia yang naif dan dalam ambang kehancuran. Menikah? Haha! Jangan bercanda!

Apakah perempuan begitu lemahnya, sehingga tidak kuasa memilih? Apakah perempuan begitu kuatnya hingga bisa selalu menyembunyikan perasaan dan kemauannya sendiri? Apakah perempuan begitu indahnya sehingga patut selalu dijaga padahal malah kehancuran yang didapatnya? Apakah perempuan begitu tololnya sehingga selalu diremehkan? Apakah perempuan pantas ditindas hanya karena dia tak kuasa melawan? Ah perempuan memang tolol.

Semakin banyaknya jumlah perempuan terlahir di dunia naif ini, semakin membuat Hawa geram, kenapa hal yang begitu ia benci semakin banyak muncul? Apakah ini adil? Ah! Untuk apa bicara keadilan? Tidak akan ada yang mendengar! Apalagi Hawa seorang perempuan. Bukan femininitas yang ia maksud, tapi perempuan. PEREMPUAN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun