Mohon tunggu...
Adie S. Nugroho
Adie S. Nugroho Mohon Tunggu... profesional -

Bad Designer..unthinkable crafter..Create Myself. - @NottyAdie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Candu Cinta (Chapter 2. Hari Kedatangan)

17 Desember 2016   06:00 Diperbarui: 18 Desember 2016   02:21 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terbangun membuka mata, tersadar dari durasi mimpi yang terhenti tiba-tiba. Gambaran sebuah adegan drama dari bunga tidur yang semakin memudar seiring mata terbuka.

“...ternyata masih ada...entah dimana...Mungkin selama ini dia sedang menunggu dan mungkin hanya aku saja yang malas mencarinya..”

“Aaah..apa aku sudah mulai agak gila? bicara dengan diri sendiri di depan kaca?”

"tapi mengapa ada bayangan raut muka seseorang yang tak bisa kulupakan?"

 "mencolek paha kiri lalu mendekap erat tubuhku?" 

"Dan entah mengapa seketika itu pula aliran darah terasa lancar mengalir bebas tanpa batas...lepas."

Sebuah nuansa bahagia yang lama tak kurasa. Walau sudah begitu lama otak kanan berusaha sekuat tenaga membuat kenangan itu terlupa, Dia datang secara tiba-tiba. Mungkin alam bawah sadar menghendaki dia ada di plot mimpiku, untuk Sekedar menyembuhkan rindu dendam. Plot yang hanya mengharuskan dia untuk berperan sedikit saja adegan senyum. Sedikit adegan sentuh dan sejenak adegan peluk, dan zat bahagia akan mengalir begitu saja.

Ternyata aku bermimpi.

Dan ternyata terkaget seketika itu juga masih kudapati Mikaela disampingku, kupeluk erat dia yang masih malas untuk terbangun. Mikaela membalasnya dengan kecupan, dan ini kecupan pagiku yang tak pernah kulupakan. Seperti mimpi Dia hadir dalam hidupku. Hampir setahun kami tidak bertemu. kupersiapkan kamar dengan mural warna kesayangannya. kupersiapkan semua agar dia merasa bahagia. Kesempatanku hanya seminggu untuk menunjukan besarnya cinta yang selama ini kucari. Hanya Dia yang ada di dalam mimpiku semalam.

Tapi setelahnya dia akan kembali pulang lagi. Meninggalkan aku di rumah ini. Sungguh, ini bukan sesuatu yang menyenangkan.

Tepatnya seminggu yang lalu dia datang, kujemput di bandara Jogja. Bersama beberapa teman, akhirnya kami memutuskan pergi ke Pantai dahulu sebelum pulang. Ya..dia kembali. Rasanya seperti di luar nalar Mikaela mau datang ke rumahku. Mungkin ini saat terakhirku untuk bertemu dengannya. Setelah itu mungkin juga dia akan memutuskan hidup yang tenang disana. Memilih pria idaman memutuskan berkeluarga kecil yang seperti dimpikannya. hidup di flat yang nyaman.  Untuk bersamaku sungguh akan sangat merepotkan. Meninggalkan keluarga yang sangat dia sayangi, dan semuanya. bertaruh hidup di negara ke tiga dan lagi di kota kecil hampir termasuk golongan desa.

Aku hanya pasrah dengan garis takdir. Berusaha sekuat tenagapun untuk meraih, apalagi untuk hidup bersama rasanya mustahil. Banyak yang akan kami korbankan. Entah dia atau aku. Dan aku rasa tidak semudah seperti meniup bulu. Hanya sebuah keajaiban bisa menyatukan kami.

Yang Ku ingin hanya anak darinya...selanjutnya kami tak tahu. Ya..aku hanya ingin memiliki anak bersamanya. Kami sama-sama inginkan ada buah cinta kami. Dan aku sendiri tidak begitu penting memikirkan sebuah ikatan pernikahan resmi. Apalagi disini. Negaraku sangat-sangatlah kejam untuk aturan pernikahan. Percampuran pernikahan beda keyakinan bisa membuat patah hati. Cinta manusia bisa salah dan musnah seketika di muka aturan. Hukum catatan cinta memisahkan umat manusia yang saling kasmaran. Dan kuyakini aturan itu dibuat oleh manusia itu sendiri. Yang mungkin juga tak 100% benar. masih kolot. tak menyesuaikan zaman. Tapi sudahlah, tak penting. Aku hanya mengikuti keinginan hormonku yang ingin berpacu kencang untuk sekedar menang. Kulupakan aturan, Kami hanya saling mencinta. Kucoba menularkan genetikaku, tapi ternyata gagal. Kami terlalu tegang. Waktu memburu. Kehendak Tuhan sang Pemberi kehidupan tak mengijinkan. Tak lama Sebulan setelah dia pulang, dia berkabar bahwa dia datang bulan. Dan aku, pasrah.

Hari berganti, malam bergulir. Dan senja tak lagi sama.

Tersenyum kecil hari ini, mungkin saja otak bawah sadar mengingatkan bahwa tidak salah juga kalaupun punya rasa rindu. tapi otak kanan juga sangat protektif untuk selalu menjagaku dengan selimut kabut dari semua rasa kelu candu. “Traumatik romantik” kuberi judul. Dan kelihatannya cocok untuk nama sebuah band musik eletronik masa depan.

Kesadaran sepenuhnya tentang masa lalu yang tak akan bisa hilang begitu saja didalam hidupku. Sekeras apapun kucoba tekan dan sembunyikan. Walau hanya untuk sedikit menjadi pengingat ataupun penghibur diri diantara langkah-langkah baru yang kupunyai saat ini.

Perjalanan hidup kadang tak ternilai harganya. bukan berarti harta yang kita punya hilang, terkadang kekecewaan adalah duka yang mahal.

Kunyalakan speaker...

terdengar Melancholy hill – Gorillaz versi Dubstep awali pagiku, volume agak keras. Kucari rokok dan kopi sisa semalam, ooh...kutaruh di asbak samping PC, kunyalakan...kuhisap pelan...terduduk diam.

Rindu dendam. Seperti dendam membara yang berkobar siap berperang. Menegakkan panji-panji kasmaran. Dan ternyata Dunia tak selebar daun kelor seperti pepatah dituliskan. Butuh bertahun mungkin untuk berjalan kaki mengitari. Ya...kalau saja semua itu mengijinkan, aku akan berjalan kaki ke rumahnya. Tapi kelihatannya aku sudah mati sebelum sampai daratan Cina.

Kuberjalan menuju kamar mandi, kutengok bak mandi yang masih penuh. Air tanah sumur kontrakan yang kupercaya akan membawa kesegaran. Melupakan sejenak remuk redam, semalam baru kuantar hatiku naik kereta senja menuju Ibukota. Setelahnya, terbang menjauh melewati banyak negara.

Aaah....Kuhela nafas sangat dalam lebih dari biasa. Asap pekat tembakau yang kuhisap memenuhi semua ruang paru-paruku. Biarlah kalau rusak karat berkerak. Aku sudah terlanjur mencandu.

Sudah ada dan menempel di alam bawah sadarku. Bergerak dengan sendirinya. Stimulan ini turut membantu sedikit meredakan luka-lukaku.

Sampai aku sangat malas membalas semua pesan-pesannya. Yang kubisa hanya diam tak bisa berbuat apa-apa. Terlalu banyak cobaan dan rintangan membuatku jadi seorang pengecut. Terlalu menyakitkan membaca dan memahami kenyataan. Kutenangkan diri mencoba untuk mengobati. entah kapan aku mampu menjawab semua kata tanya darinya, akan lenyapnya aku. pasrah dan ikhlas melepaskan.

Buatku kini menjadi sangat mudah melepaskan mimpi. Mimpi hanya sekedar hiasan memperindah kehidupan. Beruntunglah mereka yang bisa hidup dengan mimpi-mimpi mereka. Selamat berbahagia. dan jangan lupa tetap bermimpi. jangan takut hilang, sedikit lepaskan. suatu saat keajaiban akan datang, apa itu entahlah...yang pasti akan cukup menghibur. dan akan membuat sensasi rasa senang. tenang.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun