Pemilihan rakyat kecil (PRK/pilkada) tengah berlangsung di Malaysia, mulai Mei lalu. Pertarungan sengit politisi lokal pun menjadi tes pendahuluan bagi kelanjutan pertarungan dua tokoh senior, PM Najib Razak dan mantan PM Dr. Mahathir Mohamad.
Menariknya, dalam sebuah wawancara dengan salah satu media lokal Malaysia, Juni ini, Tun Mahathir menyatakan bahwa pihak oposisi sampai kapan pun tak akan memenangi pemilu. Kondisi itu terjadi karena kurangnya persatuan dalam koalisi mereka.
Pernyataan ini pun mengagetkan publik Malaysia. Bagaimana mungkin Mahathir yang biasanya begitu percaya diri, tiba-tiba terkesan skeptis.
Apakah skeptisme Mahathir setelah melihat perpecahan di kubu oposisi yang mengakibatkan Partai PAS pimpinan Datuk Seri Abdul Hadi Awang mendekat ke Barisan Nasional (BN)? Atau semata karena hasil PRK di tiga wilayah yang dimenangi koalisi BN dengan telak?
Bukankah Mahathir berhasil menggandeng 58 tokoh lintas partai dan aktivis prodemokrasi untuk bersama menggulingkan PM Najib lewat cara konstitusional?
Banyak pihak menilai, selain berusaha keras menjaga elektabilitas di empat negara bagian yang selama ini menjadi lumbung suara, yakni Kelantan, Kedah, Penang, dan Selangor, aliansi oposisi Malaysia juga tak boleh kehilangan suara di wilayah Malaysia Barat, terutama Sabah dan Serawak. Jika Tun Mahathir berhasil menempatkan salah satu wakilnya untuk bersaing ketat dengan konstituen UMNO di sana, perimbangan kekuatan akan lebih mudah.
Sebagaimana diketahui, pada PKR Mei lalu, BN menjadi pemenang di Serawak. Kondisi ini mengakibatkan harapan pihak oposisi untuk bergerilya mendulang suara di kawasan Malaysia Barat tinggal di wilayah Sabah. Namun, sudah jadi rahasia umum, Sabah adalah “kandang” BN.
Oleh banyak pengamat politik di Malaysia, kunci mengambil hati pemilih di Sabah adalah isu marginalisasi ekonomi dibandingkan dengan Malaysia Timur. Perkembangan kekuatan Islam yang signifikan di negeri Borneo juga akan menjadi pintu masuk yang bisa dimanfaatkan. Apalagi, PAS sebagai partai Islam terbesar di Malaysia sudah pecah.
Para pengamat menilai, pihak oposisi berpeluang menggunakan isu korupsi 1MDB PM Najib untuk menyatakan bahwa kerja sama dalam bentuk apa pun dengan pemerintahan korup PM Najib adalah tidak sesuai dengan nilai Islam. Namun, fakta bahwa rekam jejak Tun Mahathir selama berkuasa juga ramai dengan berbagai skandal bisnis, jelas akan mengubah benak pemilih.
Taktik Kalahkan BN
Rekam sejarah membuktikan, Tun Mahathir berperan besar dalam politik patronase yang digunakan BN sebagai senjata meraih simpati massa. Mulai dari proyek pembangunan yang dicitrakan demi kepentingan rakyat hingga sumbangan tunai langsung ke pemilih yang memang membutuhkan.
Nah, dengan meningkatnya turbulensi ekonomi global, para pengamat politik menilai pihak oposisi bisa menggunakan isu ancaman globalisasi, khususnya perdagangan bebas, yang melibatkan Malaysia.
Potensi kian meningkatnya dominasi perusahaan asing dalam perjanjian perdagangan bebas Trans Pasifik, seharusnya bisa digunakan oleh pihak oposisi untuk membangkitkan nasionalisme publik Malaysia. Terutama ancaman hilangnya mata pencaharian mereka karena bergantinya fungsi ekonomi negara, dari produsen menjadi distributor barang negara maju.
Taktik lain yang harus digunakan Tun Mahathir adalah, suka tidak suka ia harus mengajak sebanyak mungkin politisi UMNO untuk membelot dan mendukung dirinya dan pihak oposisi. Terutama tokoh politik muda nan potensial yang selama ini tertutup oleh bayang-bayang politisi senior yang mengangkangi kekuasaan partai dalam jangka waktu lama.
Apakah cukup hanya itu? Kunci dari semuanya adalah Tun Mahathir harus bisa membuktikan bahwa PM Najib Razak bersalah dalam kasus 1MDB.
Mahathir harus bisa meyakinkan otoritas hukum di tujuh negara yang kini sedang menyelidiki potensi penyimpangan di kasus tersebut. Jika ia berhasil membawa bukti baru yang memberatkan PM Najib sebelum pemilu selesai di 13 negara bagian, peluang pihak oposisi untuk menempatkan PM baru Malaysia kian terbuka lebar.
Mampukah Mahathir dan aliansi oposisi yang dibentuknya mewujudkan hal itu? Hanya waktu yang bisa membuktikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H