Mohon tunggu...
Ada Senandung Nacita
Ada Senandung Nacita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

writing is my passion

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memandang Feminisme dalam Lensa Perspektif Idealistik (Perubahan Sosial)

1 Juli 2023   12:18 Diperbarui: 2 Juli 2023   14:57 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LATAR BELAKANG

Dalam budaya Indonesia, budaya patriarkhi masih sangat kental. Dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan terlebih lagi dalam budaya, keadaan ketimpangan terhadap perempuan terlihat tampak jelas. Dalam kondisi demikian, terjadi proses marginalisasi terhadap perempuan, di mana perempuan akan kehilangan akan jati dirinya sendiri. Eksploitasi serta kekerasan kerap terjadi terhadap perempuan, baik domestik maupun publik. Bagi masyarakat tradisional patriarkhi dipandang sebagai hal yang tidak perlu dipermasalahkan, karena hal tersebut selalu dikaitkan dengan kodrat yang tidak terbantahkan (Rokhimah, 2014).

Tatanan patriarki saat ini juga menyebabkan perempuan tersubordinasi dan termarginalkan, bahkan mengalami ketidakadilan dalam kehidupan sosial. Mutiah (2019) mengatakan bahwa status dan peran sosial tidak lepas dari pengaruh identitas gender seseorang, laki-laki dan perempuan memiliki peran serta posisi sosial yang berbeda dalam masyarakat .

Perjuangan untuk mendapatkan keadilan dan persamaan hak bagi laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari masalah kemasyarakatan dan selalu menarik untuk dibicarakan. Hal ini menjadi menarik karena hampir setiap interaksi sosial yang dibangun dalam kehidupan bermasyarakat tetap memiliki hubungan yang meletakkan perempuan pada posisi yang rendah. Gambaran penindasan yang dialami kaum perempuan tersebut mendorong lahirnya berbagai gerakan sosial untuk memperjuangkan keadilan dan membebaskan kaum perempuan dari penindasan (BENDAR, 2019).

Menurut Abbas (2020) Feminisme merupakan perjuangan untuk menuntut hak-hak perempuan agar setaraf dengan laki-laki, dan dalam arti kata yang luas mengacu pada setiap orang sadar dan berusaha untuk mengatasi segala macam bentuk subordinasi perempuan. Feminisme adalah gerakan yang berangkat dari asumsi bahwa perempuan pada dasarnya ditindak oleh suatu sistem penindasan, maka dari itu perlu upaya untuk menghentikannya.

Dalam perspektif idealistik, gerakan feminisme menekankan pentingnya mengubah pola pikir dan norma-norma yang membatasi perempuan. Ini melibatkan mengatasi stereotip gender, menghapus diskriminasi terhadap perempuan, dan menciptakan ruang bagi partisipasi aktif perempuan dalam semua bidang kehidupan. Perspektif idealistik percaya bahwa perubahan sosial yang mendasar diperlukan untuk mengatasi ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. Maka dari itu, dalam artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai perspektif idealistik dalam memandang feminisme sebagai unsur dari perubahan sosial.

MANFAAT PENULISAN

Adapun beberapa manfaat dalam penulisan artikel ini, antara lain :

1. Bagi Penulis

Diharapkan penulisan artikel ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang pastinya berguna di masa yang akan datang.

2. Bagi Pembaca

Diharapkan hasil penulisan ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta menjadi referensi atau bahan masukan dalam penelitian yang serupa pada masa mendatang.

METODE 

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penulisan artikel ini, adalah studi kepustakaan (liberary research) Dengan menggunakan metode ini, penulis mendapatkan informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang dibahas. Informasi ini dapat diperoleh dari jurnal ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya. Selanjutnya, dari data-data yang penulis dapatkan kemudian dianalisis dengan menghubungkan antara realitas gerakan feminisme dan perubahan sosial dalam perspektif idealistik.

KAJIAN PUSTAKA

Feminisme

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ilaa (2021) yang dimuat dalam Jurnal Filsafat Indonesia disebutkan bahwa feminsime muncul untuk memperjuangkan kebebasan dan keadilan bagi perempuan, gerakan feminisme muncul. Feminisme merupakan sebuah pemikiran yang memandang bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam politik, sosial, seksual, intelektual, dan ekonomi. Feminisme mecakup gerakan, teori, filosofi, dan segala hal yang berhubungan dengan masalah kesetaraan gender yang bertujuan untuk memberikan keadilan kepada perempuan (Ilaa, 2021).

Menurut Suhada (2021) dalam penelitiannya dengan judul "Feminisme dalam Dinamika Perjuangan Kesetaraan Gender di Indonesia", feminisme hadir sebagai jalan untuk menghancurkan bias gender yang selama ini masih sangat mengakar dalam akal, pikiran serta tindakan masyarakat Indonesia. Suhada (2021) juga mengatakan bahwa laki-laki maupun perempuan-perempuan harus menyampaikan pesan kesetaraan dan mendukung secara penuh gerakan feminisme yang berangkat dari kesadaran bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang sama untuk mengakhiri segala bentuk permasalahan gender yang ada.

Maka dari itu, melalui gerakan feminisme ini, kita didorong untuk mengenali kekuatan perempuan, yang mempunyai perbedaan dengan laki-laki. Namun dalam hal ini tetap bahwa keadilan dan kesetaraan adalah untuk laki-laki maupun perempuan. Bersama dengan feminisme, kita juga belajar bahwa jenis kelamin apapun harus menerima dan menghargai keunikan masing-masing untuk membangun identitas diri yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat.

Perspektif Idealistik

Perspektif idealistik melihat bahwa perubahan sosial disebabkan oleh rasionalitas yang berupa : ide, nilai, dan ideologi.

1. Ide : merujuk pada pengetahuan dan kepercayaan.

2. Nilai : anggapan terhadap sesuatu yang pantas atau tidak pantas.

3. Ideologi : serangkaian kepercayaan dan nilai yang digunakan untuk membenarkan

bentuk tindakan masyarakat.

Tokoh perspektif idealistik adalah Max Weber (1864-1920). Dalam karyanya : The Protestant Rthic and the Spirit of Capitalism, di buku tersebut Weber memberikan pemahaman bahwa walau bukan penentu, ide berperan penting untuk sejarah perubahan masyarakat.

Menurut Weber, rasionalitas memiliki empat macam model, yaitu :

1.Tindakan rasionalitas Intrumental yaitu tindakan ini ditujukan mencapai tujuan-tujuan yang secara rasional dan diperhitungkan dengan baik oleh aktor yang melakukannya.

2. Tindakan rasionalitas nilai, yaitu sebuah tindakan rasional yang berdasarkan nilai, dilakukan dengan tujuan yang ada kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini secara sendiri tanpa memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitannya dengan berhasil atau gagalnya sebuah tindakan yang dilakukan tersebut.

3. Tindakan tradisional, yaitu tindakan yang dilakukan karena telah bersifat turun-temurun dan akhirnya berkelanjutan.

4. Tindakan Afektif, yaitu sebuah tindakan yang dilakukan dengan dorongan emosi, dan tentunya dilakukan dengan pemikiran yang irrasional (Ritzer & Goodman:2011:137).

PEMBAHASAN

Pemahaman tentang gerakan feminisme ini terkait erat dengan latar belakang historisnya. Di Indonesia feminsime lahir tidak terlepas dari peran pahlawan perempuan terdahulu. Mereka yang ada dalam sejarah adalah para wanita berdaya, pemberani, dan mempunyai jiwa kestaria.

Pangesti (2021) dikutip oleh Sulistiya dkk (2022) mengatakan bahwa awal dari gerakan feminisme di Indonesia merupakan gerakan para perempuan Indonesia yang melawan kolonialisme Belanda. Kemudian, pada akhir abad ke-19 Cut Nyak Moetia, Emma Salean, dan beberapa tokoh wanita lainnya juga ikut dalam pertempuran bersenjata melawan para penjajah. Tidak berhenti disitu, konsep kesetaraan gender digaungkan oleh Raden Ajeng Kartini yang menulis surat-surat tentang keinginan kuatnya untuk dapat belajar dengan bebas. Dapat dikatakan beliau adalah perwakilan para wanita yang menuntut haknya pada zaman tersebut. Dia juga seorang feminis yang menentang kolonialisme dan anti-feodalisme (Nalar Politik, 2017).

Saat ini, perjuangan feminisme di Indonesia terus berlanjut. Topik yang dibahas meliputi kesenjangan upah, kekerasan seksual, hak atas tubuh, keterwakilan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, dan sebagainya. Hal tersebut didukung oleh negara ysng turut memperjuangkan kesetaraan dan diatur oleh Pasal 27 UUD 1945, yang menjamin persamaan hak bagi semua warga negara, laki-laki dan perempuan.

Seiring berjalannya waktu, gerakan feminis tidak hanya menjadi gerakan mengubah cara berpikir androsentris (sebuah pemahaman yang menjadikan laki-laki sebagai pusat dunia), tetapi juga menjadi gerakan pemberdayaan. Pemberdayaan perempuan ini merupakan proses penyadaran dan peningkatan partisipasi, menuju terwujudnya kesetaraan yang lebih besar antara laki-laki dan perempuan. Pemberdayaan perempuan menjadi sesuatu yang esensial dan eksistensial selama ini, untuk menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan bahwa perempuan tidak tertindas dan tertindas, tetapi juga manusia yang memiliki hak untuk berpendapat dan mengambil keputusan segala situasi (Sulistiya dkk, 2022).

Di satu sisi, perempuan memiliki peran ganda yang memaksa mereka menerima pekerjaan apapun tanpa pilihan. Perempuan adalah kelompok sosial yang dipersepsikan oleh laki-laki untuk bersaing dengan laki-laki di tempat kerja. Abbas (2020) mengatakan bahwa konsekuensi selanjutnya adalah jika sebelumnya laki-laki dan perempuan adalah mitra yang setara, persaingan ini saling menjatuhkan dan muncul persaingan yang tidak sehat, terutama dalam masyarakat kapitalis di mana perempuan menjadi objek yang diperjualbelikan. Hal ini karena sebagian dari mereka menuntut kesetaraan dan kebebasan mutlak antara laki-laki dan perempuan, yang juga merupakan asumsi feminisme radikal.

Gerakan feminis ini juga tak sedikit pula mendapat penolakan dari beberapa golongan. Diskriminasi gender masih terjadi baik dilingkup kerja,ruang publik,bahkan rumah tangga masih kerapditemukan.Terdapat juga perempuan yang pemikirannya masih konservatif hingga mereka tidak menganggap bahwa kesetaraan gender itu adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan sosial. Padahal sejatinya, feminisme ini mempunyai misi yang baik untuk kemaslahatan umat.

Walaupun dalam perjalanan gerakan feminisme masih terdapat beberapa hambatan. Namun, perlu disadari bahwa feminisme tercipta karena adanya ideologi yang ada pada setiap individu. Kemudian individu tersebut saling mengutarakan gagasannya tentang kesetaraan gender, dan mereka melakukan gerakan sosial yang dinamakan gerakan feminisme untuk memperjuangkan hak-hak wanita. Perubahan sosial yang dihasilkan dari gerakan feminisme, perempuan mulai diberikan kesempatan yang sama dalam hal edukasi dan politik, serta keadilan dalam mendapatkan hak-haknya. 

Selain itu, kebebasan perempuan makin terbuka lebar seiring dengan perkembangan zaman. Kemudian, untuk menyatukan persepsi perjuangan mereka, para feminis ini menciptakan berbagai organisasi di tingkat nasional dan internasional. Mereka aktif melakukan penelitian, seminar, workshop dan sejenisnya untuk merumuskan gagasan tentang cita-cita masa depan seorang perempuan dan mencoba merumuskan berbagai faktor penyebab ketidakadilan bagi perempuan (Abbas, 2020).

KESIMPULAN

Feminisme sebagai gerakan yang bermula sebagai ideologi untuk keadilan dan hak-hak perempuan memberi arah baru pada peradaban. Gerakan ini menjadi cikal bakal dari gerakan emansipasi perempuan.

Untuk perjuangan jangka panjang, gerakan feminis diharapkan mampu mengoptimalkan dampak positif dan meminimalisir dampak negatif sehingga perempuan dapat mengekspresikan dirinya sebagai manusia seutuhnya. Dengan demikian, struktur sosial yang selama ini cenderung memberikan nilai lebih kepada laki-laki akan berubah dengan memberi peluang dan keadlian kepada kaum perempuan.

SARAN

Dari uraian diatas, perlu adanya sinergitas dari berbagai pihak untuk dapat mewujudkan gerakan feminisme yang komprehensif dan mampu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mensejahterakan seluruh lapisan masyarakat., berikut adalah beberapa stakeholder tersebut :

1. Masyarakat

Masyarakat dapat memberikan dukungan dan partisipasi aktif kepada gerakan feminis dan organisasi yang berjuang untuk kesetaraan gender. Dukungan tersebut dapat berupa finansial, menjadi sukarelawan, juga menyuarakan isu-isu feminisme melalui media sosial maupun forum publik.

2. Komunitas

Komunitas dapat menjadi wadah bagi para aktivis feminis untuk menyuarakan perubahan sosial dan kebijakan-kebijakan yang disesuaikan dengan perubahan jaman. Dengan bekerja sama dengan organisasi lain yang terkait dengan feminisme, komunitas dapat memobilisasi sumber daya dan keterampilan untuk melakukan tindakan yang bertujuan menciptakan perubahan positif dalam masyarakat

3. Akademisi

Akademisi dapat bertindak sebagai seorang atau lembaga yang melakukan pengembangan ilmu riset, melakukan proses belajar mengajar dan pengabdian masyarakat. Akademisi juga bertindak untuk mempublikasikan pengetahuan, nilai, dan ideologi serta turut dalam pembentukan karakter bangsa.

4. Pemerintah

Pemerintah pusat dan daerah dapat melakukan analisis gender dalam proses perencanaan dan penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki, perempuan, dan seluruh masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, N. (2020). Dampak feminisme pada perempuan. AL-WARDAH: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama, 14(2), 187-198.

Bendar, A. (2019). Feminisme dan Gerakan Sosial. Al-Wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender Dan Agama, 13(1), 25-37.

Feminisme di Indonesia: Sekilas Sejarah dan Dinamika (2017). Diakses pada 30 Juni 2023 dari https://nalarpolitik.com/feminisme-di-indonesia-sekilas-sejarah-dan-dinamika/

Ilaa, D. T. (2021). Feminisme dan Kebebasan Perempuan Indonesia dalam Filosofi. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(3), 211-216.

KESETARAAN GENDER : PERLU SINERGI ANTAR KEMENTERIAN / LEMBAGA, PEMERINTAH DAERAH, DAN MASYARAKAT (2018). Diakses pada 30 Juni 2023 dari https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1667/kesetaraan-gender-perlu-sinergi-antar-kementerian-lembaga-pemerintah-daerah-dan-masyarakat

Mutiah, R. (2019). Sistem patriarki dan kekerasan atas perempuan. Komunitas, 10(1), 58-74.

Ritzer, George & Goodman Douglas J., Teori Sosiologi, (Bantul: Kreasi Wacana, 2011)

Rokhimah, S. (2014). Patriarkhisme dan ketidakadilan gender. Muwazah, 6(1).

Suhada, D. N. (2021). Feminisme dalam Dinamika Perjuangan Gender di Indonesia. Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development, 3(1), 15-27.

Sulisiya dkk (2022). Perjuangan Gerakan Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Indonesia. Diakses pada 29 Juni 2023 dari https://www.usd.ac.id/mahasiswa/bem/wp-content/uploads/2022/05/Perjuangan-Gerakan-Feminisme-dan-Pemberdayaan-Perempuan-Indonesia_Kajian-April-SPKS.docx-1.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun