Marlupi Dance Academy (MDA) merupakan sekolah ballet tertua di Indonesia, yang didirikan pertama kali oleh Marlupi Sijangga sejak tahun 1956 di Surabaya. Kemudian beliau membuka cabang di Jakarta bersama putrinya, Fifi Sijangga (Artistic Director) dan terakhir cucu dari sang maestro ballet tersebut, Claresta Alim, mendirikan IDCO atau Indonesia Dance Company.
Sekolah ballet indonesia ini memiliki segudang prestasi yang luar biasa. Mulai dari kejuaraan nasional hingga kejuaraan internasional, seperti International Ballet Grand Prix Singapore, Hong Kong Challenge Cup Dance Competition, Youth Arts Festival, dan Youth America Grand Prix. Banyak juga murid dari Marlupi Dance Academy yang meraih beasiswa belajar ballet di berbagai negara seperti San Francisco Ballet School di Amerika Serikat dan Royal Ballet School di Inggris.
Selain banyaknya prestasi yang mengharumkan tanah air dan di kancah internasional, setiap tahun Marlupi Dance Academy juga menyelenggarakan pertunjukan secara rutin di dalam negeri. Pada pertunjukan tahunan tersebut Marlupi Dance Academy selalu menampilkan tema yang beragam. Di tahun 2024 ini, berbeda dengan pertunjukan ballet pada umumnya yang menampilkan ballet classic atau cerita barat, mereka menyulap cerita rakyat Si Kabayan menjadi sebuah pertunjukan ballet.
Pertunjukan Si Kabayan ditampilkan pada hari Sabtu tanggal 30 November 2024 dan hari Minggu tanggal 1 Desember 2024 di Teater Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Marlupi Dance Academy mengadaptasi elemen cerita rakyat Si Kabayan ke dalam pertunjukan ballet dengan melibatkan musik, koreografi, dan kostum yang bernuansa tradisional. Menurut Natasha Olivia dan Siti Soraya, pemeran Nyi Iteung di pertunjukan tersebut, hal itu sengaja dipilih karena cukup simple dan jelas untuk dapat diterima di kalangan anak-anak sampai dewasa.
Akulturasi budaya antara cerita rakyat tradisional dengan tari ballet asal Italia ini merupakan salah satu langkah yang tepat bagi kaum generasi muda untuk berkarya tanpa melupakan keindahan dan beragamnya budaya tanah air. Alunan musik lagu-lagu daerah dari sabang sampai merauke pun mengiringi para penari ballet Marlupi Dance Academy ini, ditambah kostum yang menggunakan kebaya, ornamen kain dan juga payet khas Indonesia.
"Karena ini bukan penampilan (MDA) perdana pertunjukan Si Kabayan, saya melihat klip-klip lama untuk membantu merasakan dan melihat apa yang diperlukan untuk memerankan karakter Iteung. Selain itu, mendalami karakter jauh lebih mudah dengan latihan dan juga dengan kostum lengkap karena sebagai seorang seniman, kami terpengaruh oleh tampilan dan setting panggung. Thats what makes art such a beautiful thing, no?" ujar Natasha. Selain itu, Soraya juga mengatakan hal yang serupa, "Melakukan studi karakter dari cerita asli Si Kabayan dan mempelajari adegan seperti apa yang akan mau ditampilkan".
"Ballet is very classical in nature. Si Kabayan merupakan cerita rakyat tradisional yang belum pernah dihasilkan sebagai sebuah karya klasik. Ini menantang karena kita dididik secara klasik dalam ballet, cerita disampaikan tanpa adanya kata-kata atau narasi sehingga dalam menciptakan alur dan gestur harus dapat sampai kepada penonton" tambah Natasha.
"Koreografer, manajer panggung, dan desainer kostum membuat pekerjaan kami lebih mudah. Meskipun balet sangat klasik, elemen lain seperti musik, kostum, pencahayaan mempermudah peralihan sudut pandang klasik dalam balet ke pertunjukan yang menceritakan cerita rakyat tradisional itu. Kami berharap Indonesia menerima dan mengakui tari sebagai salah satu profesi yang dianggap layak, membuka banyak pintu kesempatan untuk yang passionate and want to achieve more from the form of art. Dan semoga Indonesia dapat menyambut lebih banyak orang untuk merasakan betapa menginspirasi seni tari itu" ucap kedua pemeran Nyi Iteung tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H