Mohon tunggu...
adam truedy Male
adam truedy Male Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa, penulis

saya memilikki hobi menulis dan saya biasa menulis jenis apapun penulisan seperti arikel penelitian internasional maupun nasional dan novel pendek yang di publish di medium maupun wattpad

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Benarkah Orang tua Tak Pernah Salah? Menyikapi Ego Orang Tua dalam Hubungan dengan Anak

17 Desember 2024   09:55 Diperbarui: 17 Desember 2024   10:26 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto ilustrasi animasi seorang ibu yang tidak mau mengatakan maaf

Mengapa Anak Sering Dipaksa Mengalah dalam Konflik dengan Orang Tua?

Konflik antara orang tua dan anak kerap berakhir dengan anak yang dipaksa mengalah. Meskipun perdebatan adalah bagian dari dinamika keluarga, situasi ini sering kali menekan anak untuk berkompromi atau menekan perasaannya demi menjaga kedamaian. Penelitian dari TCU Magazine dan American Counseling Association mengungkapkan bahwa dalam konflik berulang, anak cenderung mengalah karena pengaruh otoritas orang tua dan beban emosional dalam hubungan tersebut.

Orang tua, tanpa sadar, menciptakan pola ini ketika mereka tidak mendengarkan pandangan anak secara aktif atau dengan cepat mengabaikan pendapat mereka. Akibatnya, anak merasa harus mengalah untuk menghindari eskalasi konflik.

Kesenjangan Antara Kesadaran dan Tindakan

Survei American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa 70% orang tua mengakui pernah salah dalam mengasuh anak, namun hanya 30% yang secara eksplisit meminta maaf kepada anak mereka. Ini mencerminkan adanya kesenjangan antara kesadaran dan tindakan.

Penelitian lain juga menemukan bahwa anak-anak yang memiliki orang tua yang mau mengakui kesalahan cenderung lebih percaya pada orang tua, lebih bahagia, dan lebih sehat secara emosional (Sarah Ockwell-Smith, 2016).

Fenomena Pola Asuh Otoriter 

Salah satu penyebab utama konflik ini adalah pola asuh otoriter yang masih banyak diterapkan, terutama di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menunjukkan bahwa 3,73% balita di Indonesia mengalami pola asuh yang tidak layak, termasuk gaya otoriter. Penelitian lain di Makassar terhadap 400 remaja mencatat 71,5% berada dalam kategori pola asuh otoriter sedang, dan 13,75% dalam kategori tinggi (Journal Nusantara, 2023).

Pola asuh otoriter ditandai oleh kontrol berlebih, hukuman, dan kecenderungan mengabaikan pendapat anak. Gaya pengasuhan ini berdampak negatif terhadap perkembangan mental anak, mengurangi rasa percaya diri, serta kemampuan mereka dalam menghadapi tantangan hidup.

Dampak Pola Asuh Otoriter Pada Kesehatan Mental Anak

Banyak orang tua yang kurang menyadari dampak buruk sikap otoriter terhadap kesehatan mental anak. Anak yang tumbuh dalam lingkungan otoriter sering merasa tidak dihargai, kurang percaya diri, dan kesulitan mengambil keputusan secara mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun