Mohon tunggu...
Adam Nur Firman
Adam Nur Firman Mohon Tunggu... Editor - Film Antusias

A passionate filmmaker with a deep passion for photography, videography, and editing. Starting from a hobby, I have developed solid skills and knowledge in creating captivating visual content.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Eat the Rich", Kesenjangan Sosial dalam Film

27 Juli 2023   23:25 Diperbarui: 27 Juli 2023   23:30 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

"Saat rakyat (kecil) sudah tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan, mereka akan memakan kaum elit." -- Jean-Jacques Rousseau

Begitu pernyataan Rousseau yang menggambarkan kondisi masyarakat saat mendapati diri mereka tidak memiliki apa-apa lagi untuk bertahan hidup. Pernyataan tersebut merujuk kepada potensi perlawanan rakyat miskin terhadap kaum elit ketika mereka merasa sudah tidak memiliki apa-apa lagi.

Seiring berjalannya waktu, layar lebar telah menjadi cerminan dari realitas sosial yang kita alami. Salah satu tema yang muncul dalam beberapa tahun terakhir adalah 'Eat the Rich', sebuah frasa yang digunakan untuk menunjukkan perlawanan terhadap para penguasa yang tidak berpihak pada kepentingan publik. Istilah ini pertama kali muncul pada masa revolusi Prancis dalam karya Jean-Jacques Rousseau.

Saat ini, film-film bertema 'Eat the Rich' muncul sebagai refleksi ketidakpuasan dan ketidaksetaraan sosial yang dirasakan masyarakat. Misalnya, film "Parasite" karya Bong Joon-ho adalah sebuah cerita keluarga miskin yang mencoba memanfaatkan kekayaan sebuah keluarga kaya. Film ini memberikan komentar sosial yang tajam mengenai kesenjangan kelas sosial dan ketidaksetaraan yang ada di masyarakat.

Selain itu, film "Snowpiercer" juga dari Bong Joon-ho, memaparkan struktur kelas yang ekstrem di dalam kereta api terakhir yang berkeliling dunia pasca-apokaliptik. 

Dalam film ini, kelas atas yang menikmati kemewahan berada di depan kereta, sementara kelas bawah yang menderita berada di belakang. Pemberontakan yang dilakukan oleh penumpang kelas bawah menggambarkan gagasan 'Eat the Rich' dengan jelas.

Di Amerika, film seperti "The Platform" juga menyoroti kesenjangan sosial. Film ini berlatar sebuah penjara vertikal di mana mereka yang berada di lantai atas menikmati makanan lezat, sementara mereka yang berada di lantai bawah harus merelakan diri menderita kelaparan.

Dalam banyak kasus, film-film ini tidak hanya mengkritik individu yang kaya, tetapi juga sistem yang memungkinkan dan mempertahankan ketidaksetaraan tersebut.

Konsep ini sejalan dengan pemahaman filosofis dan politik yang lebih luas tentang apa artinya untuk 'memakan orang kaya' - bukan secara harfiah menghabisi mereka, tapi lebih kepada mempertanyakan dan menentang sistem yang memungkinkan segelintir orang memiliki kekayaan yang tidak sebanding dengan mayoritas penduduk lainnya.

Sebagai media seni dan cerminan sosial, film memiliki kemampuan untuk membuka mata kita, membuat kita merenung dan bertanya-tanya. "Eat the Rich" adalah contoh bagaimana tema tersebut dapat diolah dalam konteks cerita yang berbeda-beda untuk mengkritik dan menyadarkan kita terhadap kesenjangan sosial dan ekonomi yang ada di dunia nyata. 

Film dapat menjadi alat yang ampuh untuk memicu perubahan sosial, dan tema "Eat the Rich" adalah cara para sineas mengajak kita untuk lebih kritis dan peka terhadap isu-isu sosial di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun