Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagai negara agraris dengan populasi yang besar, Indonesia menghadapi tantangan dan peluang yang unik dalam memastikan kesejahteraan rakyatnya. Dua aspek krusial yang menjadi kunci sukses Indonesia masa kini adalah ketahanan pangan dan pembangunan yang merata. Keduanya saling berkaitan dan memainkan peran penting dalam mencapai stabilitas ekonomi, sosial, dan politik yang berkelanjutan. Namun, tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan tidaklah sedikit. Saat ini, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Ketahanan pangan bukan hanya soal kecukupan pangan, tetapi juga mencakup aspek aksesibilitas, ketersediaan, stabilitas, dan pemanfaatan pangan yang tepat. Berdasarkan data dari World Food Programme (WFP), Indonesia mengalami apa yang disebut dengan "triple burden of malnutrition," yaitu tingginya angka stunting, wasting (kurus), dan obesitas. Hampir 31% anak-anak di bawah usia lima tahun menderita stunting, sementara angka obesitas pada orang dewasa meningkat dari 19% pada tahun 2007 menjadi 35% pada tahun 2018. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada kecukupan pangan, kualitas dan distribusi gizi masih menjadi masalah besar.
Ketahanan pangan dan pembangunan yang merata saling terkait erat. Wilayah-wilayah yang kurang berkembang sering kali memiliki tingkat ketahanan pangan yang rendah karena akses yang terbatas terhadap sumber daya pertanian, teknologi, dan pasar. Sebaliknya, daerah yang memiliki infrastruktur yang baik dan akses pasar yang luas cenderung memiliki ketahanan pangan yang lebih kuat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa terdapat ketimpangan pembangunan antara wilayah Barat dan Timur Indonesia. Pada tahun 2022, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita di Jawa sebesar Rp 61,7 juta, sementara di Papua hanya Rp 35,5 juta. . Di daerah seperti Nusa Tenggara Timur, lebih dari 20% penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, dan hampir 40% anak-anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting. Ketimpangan ini mencerminkan adanya perbedaan dalam akses terhadap sumber daya dan layanan dasar, yang berdampak pada ketahanan pangan di daerah-daerah tertentu. Dengan adanya tantangan ketimpangan pembangunan ini diperlukan kebijakan publik dalam mendukung ketahanan pangan di Indonesia.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023, pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan produksi pangan melalui intensifikasi pertanian, rehabilitasi lahan kritis, dan pengembangan infrastruktur pertanian di daerah terpencil. RKP ini juga memprioritaskan peningkatan akses pasar bagi petani di wilayah Timur Indonesia untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan memperkuat ketahanan pangan di seluruh negeri.
Namun, efektivitas kebijakan ini seringkali dipertanyakan, terutama dalam kaitannya dengan pencapaian kesetaraan pembangunan di seluruh wilayah. Pembuatan kebijakan harus didasarkan pada data dan penelitian yang akurat untuk memastikan intervensi yang tepat sasaran. Misalnya, pemetaan daerah rawan pangan dan identifikasi kebutuhan spesifik setiap wilayah memungkinkan pemerintah untuk merancang program yang lebih efektif. Kebijakan ini juga perlu diperkuat dengan pendekatan yang lebih holistik. Misalnya, program pendidikan dan pelatihan bagi petani harus ditingkatkan agar mereka dapat memanfaatkan teknologi dan praktik pertanian yang lebih modern dan berkelanjutan. Sektor pertanian memainkan peran penting dalam perekonomian banyak daerah di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan. Dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian melalui pengolahan dan pemasaran yang lebih baik, pendapatan masyarakat lokal dapat ditingkatkan, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, pemerintah juga harus memperkuat sistem distribusi pangan nasional untuk memastikan bahwa pangan dapat didistribusikan dengan efisien dari wilayah yang mengalami surplus ke wilayah yang mengalami kekurangan pangan.
Kebijakan publik yang efektif untuk ketahanan pangan  harus memperhatikan berbagai aspek, mulai dari produksi hingga konsumsi. Kebijakan ketahanan pangan harus dirancang dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti salah satunya diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah strategi untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis komoditas pangan, seperti beras. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan mendorong produksi dan konsumsi sumber pangan alternatif seperti jagung, singkong, dan sagu. Diversifikasi pangan juga membantu mengurangi risiko ketidakstabilan harga dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Selain diversifikasi pangan diperlukan juga inovasi teknologi dalam bidang pertanian seperti penggunaan benih unggul, teknik budidaya modern, dan sistem informasi pertanian, juga diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan ketahanan terhadap perubahan iklim. Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2021, perubahan iklim diproyeksikan akan mengurangi hasil panen hingga 15-20% di beberapa wilayah di Indonesia pada tahun 2050. Dampak ini akan lebih terasa di daerah-daerah yang sudah mengalami kesulitan dalam mengakses pangan, seperti wilayah Timur Indonesia. Oleh karena itu pentingnya kebijakan publik yang mendorong adopsi teknologi ini di kalangan petani akan memberikan dampak positif pada ketahanan pangan nasional.
Selain itu, ketahanan pangan tidak dapat dicapai tanpa pengelolaan sumber daya alam yang bijak. Menurut laporan Kementerian Pertanian (2023), Indonesia kehilangan sekitar 150.000 hektar lahan pertanian produktif setiap tahunnya akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemukiman. Hal ini mengancam ketahanan pangan nasional, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas pertanian di lahan yang tersisa. Kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan, konservasi lahan, dan penggunaan air yang efisien sangat penting untuk menjaga kelangsungan produksi pangan di masa depan.
Sinergi antara Ketahanan Pangan dan Pembangunan yang Merata
Ketahanan pangan dan pembangunan yang merata saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Peningkatan ketahanan pangan berkontribusi pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesehatan masyarakat, yang pada gilirannya mendorong pembangunan ekonomi yang lebih inklusif.