Tiga tahun yang lalu The Jakarta Globe mengangkat profil yang sangat inspiratif mengenai sebuah organisasi sosial bernama Gerakan Kendari Mengajar (GKM). Karena sudah cukup jarang berinteraksi dengan teman-teman di kota kelahiran saya, Kendari, saya pun baru mengetahui saat itu juga, bahwa organisasi GKM itu didirikan dan dikoordinasikan oleh salah satu teman masa SMA saya, Asniwun Nopa.
Dengan moto “Mengajar, Mendidik, Menginspirasi”, Gerakan Kendari Mengajar didirikan oleh Asni dan rekan-rekannya, sebagai organisasi non-profit dengan model yang terinspirasi dari Gerakan Indonesia Mengajar (rintisan Pak Anies Baswedan). GKM hadir sebagai elemen sosial yang berusaha mengurangi kesenjangan akses pendidikan yang dialami oleh warga pinggiran Kota Kendari dan daerah-daerah terpencil di sekitarnya.
Dan untuk memperingati momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2017 ini, saya ingin mengajak para pembaca dan kompasianers untuk berkenalan dengan sosok Asni, dan organisasi Gerakan Kendari Mengajar ini. Sebab apa yang Asni lakukan bersama relawan-relawan GKM, membuat mereka sangat layak untuk mendapat julukan, Pejuang Pendidikan Dari Timur. Dan mereka patut mendapatkan apresiasi dari semua pihak.
Semua berawal dari kesadaran Asni dan teman-temannya sendiri, bahwa sekadar berkata-kata indah dan penuh semangat, tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia. Apalagi jika hanya sebatas mengkritisi pemerintah namun tidak mencoba melahirkan solusi. “Diperlukan aksi nyata untuk berbuat” demikian kata Asni.
Dengan semangat filosofis ia mengaku bahwa, “sebagai anak muda kita tidak bisa selalu membangun masa depan untuk generasi muda, akan tetapi kita bisa membangun generasi muda untuk masa depan yang lebih baik.” Dan sentimen positif itu ia wujudkan melalui organisasi GKM, yang diinisiasi melalui sebuah gathering para aktivis mahasiswa Universitas Haluoleo (UHO), dan beberapa komunitas pendidikan di Kendari.
Hasilnya adalah dibentuknya Gerakan Kendari Mengajar secara resmi pada 23 Juni 2013. Kini berstatus sebagai Badan Hukum formal yang bersifat non-profit, GKM hadir untuk membangun generasi muda melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat edukatif dan inspiratif dengan sasaran kegiatan awal adalah anak-anak di wilayah pinggiran Kota Kendari.
Sebelum ke lapangan, Asni dan para relawan GKM terlebih dahulu menyiapkan perangkat manajerial organisasi, rencana pengajaran, hingga lokasi dan target demografi yang menjadi sasaran kegiatan mereka. Keterbatasan dukungan finansial dan berbagai sumber daya lainnya, membuat Asni dan kawan-kawannya menjadi lebih kreatif dalam menciptakan sumber pendanaan organisasi, selain dari dana pribadi para relawan GKM.
Akhirnya pada Bulan September 2013, Asni bersama relawan-relawan GKM terjun ke daerah binaan pertama mereka, yakni Puulonggida, sebuah kampung terpencil di area barat Kota Kendari. Terletak di Kelurahan Watulondo, Kecamatan Puwatu, Kampung Puulonggida dihuni oleh lebih dari 40 keluarga dengan pendapatan ekonomi yang relatif sangat rendah.
Meski hanya berjarak 30 menit-perjalanan darat dari pusat Kota Kendari, namun Kampung Puulonggida benar-benar adalah daerah yang terisolasi. Warga sekitar belum mendapatkan akses terhadap listrik ataupun suplai air minum bersih. Meskipun disitu terdapat bangunan sekolah, akan tetapi lokasinya yang terpencil dan infrastruktur desa yang sangat minim, membuat warga sangat kekuarangan tenaga pengajar apalagi pengajar berkualitas.
Keterbatasan dana, dan tidak seimbangnya jumlah volunteer dan alat transportasi GKM, membuat Asni dan para relawan lainnya terkadang harus berjalan kaki untuk bertemu dengan anak didik mereka. Dan Ketika hujan, jalan yang mereka lewati menjadi becek dan semakin susah untuk ditempuh. Bahkan hingga kini GKM belum mampu menyediakan mobil operasional yang sangat dibutuhkan untuk membantu mobilitas para relawan.
Akan tetapi semua itu tidak membuat Asni dan para relawan GKM menjadi patah semangat. Justru mereka menjadikan keterbatasan itu sebagai tantangan yang harus bisa mereka lewati. Dan hasilnya sampai hari ini, kawasan Puulonggida itu masih menjadi salah satu daerah binaan utama GKM.
Berangkat dari kesuksesan di Puulonggida, kini Asni bersama GKM sudah berhasil merintis empat daerah binaan utama di wilayah pinggiran Kota Kendari. Daerah-daerah binaan baru GKM kini meliputi Kampung Pemulung di kawasan Lepo-Lepo, Kampung Pemulung kawasan Kantor BPK, serta di kawasan SDN 20 Baruga dan SDN 19 Mandonga.
Kegiatan yang mereka lakukan pun kini tidak terbatas pada aktivitas pengajaran rutin, tetapi juga berbagai kegiatan sosial di bidang pendidikan yang bersifat tahunan, mulai dari distribusi buku, pendirian rumah baca, hingga penyediaan seragam sekolah. Kini kegiatan-kegiatan seasonal itu juga tidak hanya dilakukan di wilayah Kota Kendari, tetapi telah merambah ke berbagai kabupaten lain di Sulawesi Tenggara.
Asniwun sendiri kini lebih banyak menghabiskan waktunya di Unaaha, kota lain di di Sultra, sebagai pelayan masyarakat di sebuah instansi hukum pemerintah. Akan tetapi perempuan berusia 27 tahun ini masih tetap memilih aktif sampai sekarang sebagai koordinator GKM. Bagi Asni, kesibukan profesionalnya sehari-hari sama sekali tidak akan mengganggu keinginannya untuk mengabdi pada kemanusiaan.
Semangat kemanusiaan yang sama pun ditunjukkan oleh rekan-rekan Asni di GKM (lihat profil mereka disini). Sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa dan profesional muda dengan segudang kesibukan masing-masing setiap harinya. Akan tetapi komitmen mereka untuk memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia, menjadi penyemangat dalam mengatasi rasa lelah dan kejenuhan yang terkadang datang menghampiri.
Masa Depan Pendidikan yang Lebih Baik
Apa yang dilakukan oleh Asniwun Nopa dan Gerakan Kendari Mengajar adalah salah satu langkah nyata untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik di Indonesia. Dan itu sangatlah penting sebab pendidikan adalah kunci keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Investasi di bidang pendidikan dan penelitian adalah jalan utama menuju sebuah kemandirian ekonomi dan kemajuan peradaban.
Hal itu ditandai dengan antusiasme warga Kota Kendari untuk terlibat dalam berbagai acara yang digelar oleh GKM. Terutama acara-acara besar seperti Gerakan 1000 Buku ataupun Gerakan 1000 Seragam Sekolah yang telah sukses dilakukan GKM dengan bantuan dan donasi tidak hanya dari masyarakat tetapi juga para pelaku usaha.
Asni tentu saja mengaku bersyukur dengan respon positif yang sudah ia terima selama ini. Ia hanya berharap apa yang mereka lakukan itu paling tidak bisa memberikan keyakinan kepada anak-anak kecil yang hidup dalam berbagai keterbatasan, bahwa akan selalu ada orang-orang yang peduli dengan mereka, yang akan memotivasi mereka untuk tumbuh dan berkembang dengan pemahaman kehidupan yang lebih baik (terdidik).
Seperti kata Soekarno, “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda,niscaya akan kuguncangkan dunia”. Apa yang Asni dan anak-anak muda GKM lakukan adalah bukti bahwa ketika pemuda bisa menyatukan visi mereka, maka keberanian, kreativitas, dan optimisme mereka akan menghasilkan perubahan yang lebih baik, tidak hanya untuk daerah, tapi juga bangsa dan negara kita.
Tentu saja belum sempurna, akan tetapi mengingat banyaknya keterbatasan yang GKM hadapi sampai hari ini, apa yang Asni dan rekan-rekannya sudah lakukan selama ini memiliki nilai kesempurnaan objektif dari berbagai sudut pandang. Terutama disaat begitu banyak anak muda yang hobinya hanya bisa mengkritik pemerintah, Asni dan teman-temannya di GKM hadir memberikan solusi nyata untuk dunia pendidikan kita.
Maka sepatutnyalah kita berterimakasih dan mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Asni dan para Pejuang Pendidikan dari Indonesia Timur ini. Dan yang paling penting, kita semua harus membantu keberlangsungan organisasi ini, dan komunitas-komunitas sejenis di berbagai daerah di tanah air, dengan berbagai macam bentuk kontribusi atau donasi yang bisa kita salurkan.
Sebab seperti yang sering dikatakan oleh Asni, “perubahan dan perbaikan dunia pendidikan Indonesia bukan hanya tanggung jawab pemerintah, atau kelompok tertentu saja, tetapi tanggung jawab kita semua.” Dan kesadaran atas tanggung jawab itu bisa kita mulai dari diri kita masing-masing. Karena jika bukan kita, maka siapa lagi? Dan jika bukan sekarang, maka kapan lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H