Car Free Day, sebuah kebijakan pemerintah yang pada awalnya bertujuan untuk mengurangi polusi udara dan memberi kesempatan bagi warga Jakarta untuk berolahraga sambil menikmati segarnya udara pagi kota Jakarta. Sebuah kebijakan, yang semakin lama seolah-olah menjadi bagian dari gaya hidup warga kota Jakarta. Dari sebuah "kebijakan", menjadi sebuah "ajang" bagi warga kota Jakarta. Dari sekedar ajang unjuk gigi, sampai ajang untuk menyuarakan pikiran dari komunitas-komunitas yang terdapat di kota Jakarta. Sudah tidak bisa terhitung lagi jumlah dari komunitas yang rutin berkegiatan, bahkan membuat suatu kegiatan besar yang sengaja dilaksanakan pada saat Car Free Day (selanjutnya disingkat CFD) berlangsung.
Salah satu spanduk berisi ajakan untuk peduli terhadap penderita kanker payudara (foto: koleksi pribadi penulis)
OCTOBREAST: Jakarta Goes Pink
Contohnya seperti yang terjadi pada hari Minggu (12/10/2014) yang lalu. CFD yang dilaksanakan sepanjang jalan Sudirman-Thamrin pada hari itu terlihat berbeda karena dipenuhi oleh rombongan massa berbaju pink yang melakukan paradedari Plaza Indonesia (South Gate) menuju balai kota. Parade ini juga mengikutsertakan barisan marching brass, cheerleaders, sampai tanjidor, untuk memeriahkan paradeyang mereka lakukan. Parade ini adalah puncak acara dari kampanye OctoBreast yang diadakan oleh Yayasan Love Pink Indonesia, yang bekerja sama dengan Garda Medika, dengan tajuk "Jakarta Goes Pink". Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kanker payudara, yang menurut WHO menjadi penyebab kematian tertinggi pada wanita. Komunitas Love Pink ini sendiri adalah komunitas dari para survivor kanker payudara, yang hadir untuk saling memberi dukungan moral kepada sesama penderita dan survivor kanker payudara.
Acara tidak hanya berhenti sampai parade. Setelah parade mencapai balai kota yang menjadi tujuan akhir, para peserta parade yang terdiri dari banyak komunitas langsung dihibur oleh penampilan musik dan tari dari banyak pihak yang turut ambil bagian dalam acara ini. Balai kota juga dipenuhi oleh berbagai macam stand dari para sponsor yang mendukung berjalannya acara ini. Di antaranya terlihat stand Indofood, Roche, Total, dan Net Mediatama. Selain itu, terlihat pula beberapa artis ibukota yang tidak ketinggalan untuk ambil bagian dalam acara ini.
Hura-Hura (?)
Pertanyaannya, apakah tujuan dari acara ini tercapai? Pertanyaan ini muncul begitu saja di benak saya, sebab saya tidak melihat adanya pemberian informasi yang mumpuni mengenai kanker payudara. Apa yang saya dapatkan hanyalah atribut-atribut berwarna pink, seruan-seruan dan pesan-pesan dukungan moral yang tertulis di spanduk dan papan beserta dengan simbol-simbol tertentu, pertunjukan musik dan tari di panggung, serta adanya stand sponsor yang sedikit banyak tidak terlalu relevan dengan tujuan dari acara ini. Oke, mungkin kampanye berupa seminar sudah dilakukan ke perusahaan, komunitas, komplek perkantoran, bahkan blogger. Akan tetapi, mengapa justru di puncak acara ini tidak ada pemberian informasi yang terkait dengan tema yang diambil? Bukankah sebaiknya pemberian informasi pada acara puncak dilakukan agar masyarakat luas mendapatkan informasi tersebut?
Mengenai stand dari sponsor. Menurut saya, sponsor yang terlibat tidak memiliki relevansi yang kuat dengan tema yang diangkat. Contohnya, terdapat stand yang produknya justru mengandung MSG yang berbahaya bagi kesehatan; atau stand yang memberikan pengecekan terhadap kanker payudara, tapi hanya berlaku bagi yang berusia di atas 35 tahun. Sementara dari informasi yang saya dapat, acara ini juga bertujuan untuk menggerakkan para pemudi untuk melakukan pengecekan sedini mungkin. Mengapa pengecekan gratis tersebut dilakukan hanya bagi yang berusia di atas 35 tahun?
Ekspektasi saya ketika mengikuti acara ini adalah adanya aksi yang nyata untuk meningkatkan kepedulian terhadap kanker payudara, didukung dengan pemberian informasi yang krusial dan aktual mengenai kanker payudara. Jangan salahkan saya apabila kesan yang muncul di benak saya tentang acara ini tidak lebih dari acara hura-hura.
[caption id="attachment_329086" align="aligncenter" width="300" caption="Barisan Tanjidor (foto: koleksi pribadi penulis)"]
Masalah Hati Nurani
Dari informasi yang saya dapatkan dari sesama rekan jurnalis, pihak penyelenggara sudah merasa puas dengan animo dari masyarakat yang terlihat dari banyaknya peserta parade, dan mengembalikan tujuan dari para peserta ke masing-masing pribadi. Ya, mungkin itu sudah cukup bagi mereka, sebab dukungan moral memang sudah lebih dari cukup bagi para survivor. Tidak mengherankan, karena penyelenggara acara ini adalah pihak survivor. Jujur saja, saya merasa tersentuh ketika melihat para survivor yang terlihat sangat menikmati acara ini, seolah-olah menunjukkan bahwa life must goes on, dan perjuangan yang mereka lakukan dalam memerangi kanker cukup mereka yang tahu.
Fenomena yang terjadi di depan mata saya ini seperti "menggelitik" hati nurani saya. Ya, mungkin mendapatkan dukungan moral sudah cukup bagi mereka. Tapi bukankah akan lebih baik apabila kita yang sehat ini dapat memberikan sesuatu yang lebih nyata, lebih berguna, dan bukan hanya dukungan moral, bagi mereka? Mengapa penyelenggara acara seperti ini harus dari pihak penderita dan survivor, dan bukan dari kita yang masih diberikan kesehatan? Apakah kepedulian masyarakat Indonesia memang masih "sedangkal" itu? Sudah lewat masanya kita memikirkan diri sendiri. Sudah saatnya kita memiliki inisatif untuk mau berusaha memberikan sesuatu yang "lebih" bagi orang-orang di sekitar kita.
[caption id="attachment_329087" align="aligncenter" width="300" caption="Sebagian kecil dari peserta Jakarta Goes Pink (foto: koleksi pribadi penulis)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H