Sekedar berbagi refleksi akhir tahun dari perjalanan karir dan hidup di tahun 2014. Sadar tidak sadar, kita semua tahu pasti bahwa kita secara langsung tidak langsung mendapatkan pengaruh dari sekeliling kita. Setiap perilaku, pilihan, dan cara kita menjalani dan menyikapi hidup, sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan kita. Tulisan ini adalah hasil refleksi dari apa yang telah saya lakukan, saya jalani, saya alami, dan saya perhatikan selama tahun 2014 ini.
Ada tiga hal yang menjadi inti, yang berkesinambungan satu sama lain, yang bersifat filosofis, sehingga banyak dilupakan atau diabaikan oleh banyak orang. Diabaikan, sebab perkembangan industri saat ini membuat kita terfokus hanya pada hal yang terlihat, sehingga membuat banyak orang menggunakan "kebutuhan" dan "realistis" sebagai alasan favorit untuk menutupi ketakutan dan rasa bersalah mereka terhadap diri mereka sendiri.
1. Passion
Lebih dari terjemahan langsung yang dapat berarti kegemaran, gairah, atau nafsu, passion dalam konteks tulisan ini mengarah pada hal yang sudah menjadi bagian dari diri kita, yang membuat kita merasa "utuh", yang membuat orang lain melihat bahwa hal tersebut adalah ciri khas dari pribadi kita masing-masing. Hal yang apabila dapat kita kembangkan menjadi pekerjaan kita, akan menjamin kesejahteraan mental kita ketika bekerja.
Bukan bermaksud sok tahu, tapi saya menduga bahwa sekitar 75% pekerja di Jakarta, memilih pekerjaan bukan berdasarkan kesesuaian bidang dengan passion, tapi lebih pada kebutuhan dan tuntutan. Ya, tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan hidup pada saat ini menuntut kita untuk bekerja lebih keras, bahkan mungkin pada bidang yang tidak kita sukai. Permasalahannya, bagaimana caranya agar kita tetap dapat memenuhi kebutuhan tersebut, tapi juga tetap dapat memenuhi kebutuhan diri kita sebagai individu, sebagai manusia.
Secara umum, ada orang yang belum menemukan passion mereka, ada pula yang sudah menemukan. Diantara yang sudah menemukan, ada yang sudah berani menjalankan dan siap menghadapi proses yang akan dihadapinya, tapi ada pula yang belum berani untuk menjalankan sepenuhnya karena takut menjalani prosesnya.
2. Faith
Faith, atau keyakinan, berarti yakin sepenuhnya terhadap apa yang kita pegang dan jalankan, apapun hasilnya. Dalam konteks ini, menemukan dan menjalankan passion kita. Pengalaman mengatakan bahwa untuk mengikuti passion kita seutuhnya, berarti menjadi diri sendiri seutuhnya. Wikantiyoso, B., Manggala, L. A., serta saya sendiri (2014) menyimpulkan bahwa untuk menjadi diri sendiri seutuhnya diperlukan nyali yang besar, sebab ketika kita menjadi diri sendiri, kemungkinan besar kita akan bersinggungan, bergesekan, dan tidak akan berjalan beriringan dengan norma dan tuntutan sosial.
Pada masa sekarang, ketika masyarakat terus disuguhi dan dimanjakan oleh perkembangan teknologi serba instan, banyak orang yang takut atau enggan menjadi dirinya sendiri. Wajar! Karena di dalam prosesnya akan sangat banyak "ujian" dan cobaan hidup yang akan menerpa orang-orang yang berani menjadi dirinya sendiri.Tidak heran apabila banyak orang yang menjadi diri sendiri memiliki banyak haters. Lihat saja Soekarno, J. F. Kennedy, John Lennon, Gusdur, atau Ahok. Mereka "orang-orang gila" yang berani menjadi diri sendiri, yang mengetahui dan memahami kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan diri mereka sebagai manusia. Meskipun dicintai oleh masyarakat, tapi tidak sedikit pula yang tidak menyukai mereka bukan? Disinilah faith dibutuhkan. Yakin sepenuhnya bahwa yang mereka lakukan adalah hal yang benar, dan tetap melakukan hal tersebut.
3. Deal with it!
Menemukan dan menjalankan passion berarti menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri sepenuhnya, berarti akan menghadapi suatu proses yang tidak mudah. Untuk menghadapi proses tersebut, dibutuhkan keyakinan a.k.a faith. Ada orang yang bilang bahwa kita tidak boleh yakin 100% terhadap sesuatu, sebab kita akan sangat kecewa ketika hasilnya tidak sesuai harapan. Di sini saya berpendapat lain. Yakinlah 100% pada apapun yang kita jalankan atau lakukan, sebab keraguan adalah faktor utama dari kegagalan. Yakin 100%.Apabila hasilnya sesuai harapan, berarti itu sudah jalannya, tapi apabila tidak sesuai harapan, itu resiko. Apabila berhasil, tidak perlu sombong karena itu sudah menjadi jalannya. Apabila gagal, tidak perlu menyalahkan apapun atau siapapun, tapi refleksikan "pelajaran" yang didapat dari pengalaman tersebut. Lebih baik kita mempertanyakan "bagaimana", daripada sekedar "kenapa". Take that as a risk, and deal with it!