Mohon tunggu...
Adam Naufal Faza
Adam Naufal Faza Mohon Tunggu... Freelancer - Mahsiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki banyak sekali hobi, dan diantara banyaknya hobi saya itu adalah mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Aristoteles

24 Oktober 2024   18:20 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:18 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak
Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak

Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak
Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak

Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak
Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak

Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak
Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak

Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak
Modul Apollo, Prof, Dr, M.Si.Ak

Dalam lanskap pemikiran filosofis dan politik, Aristotle (384-322 SM) tidak hanya dikenal sebagai salah satu filsuf terbesar Yunani kuno, tetapi juga sebagai pemikir yang memberikan kontribusi fundamental terhadap teori kepemimpinan. Sebagai murid Plato dan guru Alexander Agung, Aristotle memiliki posisi unik untuk mengamati, menganalisis, dan merumuskan prinsip-prinsip kepemimpinan yang hingga kini masih relevan dalam konteks modern.

Diskursus mengenai gaya kepemimpinan Aristotle menjadi sangat penting untuk dikaji ulang di tengah kompleksitas tantangan kepemimpinan kontemporer. Dalam karyanya "Politics" dan "Nicomachean Ethics", Aristotle memaparkan berbagai pemikiran tentang bagaimana seorang pemimpin seharusnya bertindak dan mengambil keputusan. Konsep "phronesis" atau kebijaksanaan praktis yang ia kemukakan menjadi landasan penting dalam memahami esensi kepemimpinan yang efektif.

Aristotle memandang kepemimpinan bukan sekadar sebagai posisi atau jabatan, melainkan sebagai sebuah seni praktis yang membutuhkan keseimbangan antara pengetahuan teoretis dan pengalaman praktis. Ia menekankan pentingnya "golden mean" atau jalan tengah dalam kepemimpinan, di mana seorang pemimpin harus mampu menemukan keseimbangan yang tepat antara berbagai ekstrem dalam pengambilan keputusan dan tindakan.

Relevansi pemikiran Aristotle tentang kepemimpinan semakin terasa di era modern, di mana organisasi dan institusi menghadapi tantangan yang semakin kompleks dan dinamis. Konsep kepemimpinan berbasis kebajikan (virtue-based leadership) yang ia gagas menawarkan perspektif alternatif di tengah dominasi teori kepemimpinan kontemporer yang seringkali terlalu berfokus pada hasil dan efisiensi semata.

Dalam konteks kekinian, gaya kepemimpinan yang diusung Aristotle memberikan framework berharga untuk memahami bagaimana seorang pemimpin dapat menggabungkan aspek etika, praktik, dan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinannya. Pendekatan holistik ini menjadi semakin relevan di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya kepemimpinan yang etis dan berkelanjutan.

Makalah ini akan mengeksplorasi secara mendalam berbagai aspek gaya kepemimpinan Aristotle, mulai dari pondasi filosofisnya, implementasi praktisnya, hingga relevansinya dalam konteks kepemimpinan modern. Analisis akan difokuskan pada tiga aspek utama: konsep kebajikan dalam kepemimpinan, prinsip golden mean dalam pengambilan keputusan, dan pentingnya phronesis dalam praktik kepemimpinan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun