Mohon tunggu...
Asep Dayat
Asep Dayat Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang pelajar

belajarlah karena jika kamu belajar kamu akan tahu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gunung Manapa: Jaga dan Lestarikan Budaya Leluhur

12 Mei 2022   10:22 Diperbarui: 12 Mei 2022   10:38 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang termasuk ke dalam kawasan Ring of Fire , karena dilintasi oleh dua jalur pegunungan muda, yakni Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania yang menyebabkan Indonesia memiliki banyak sekali gunung berapi.

Namun penulis tidak akan membahas tentang gunung berapi yang ada di Indonesia,Penulis lebih tertarik membahas salah satu gunung keramat yang berada di daerah kabupaten Bogor. Masyarakat setempat menyebut gunung ini dengan sebutan "Gunung Manapa". Gunung Manapa sendiri terletak di Desa Kiarasari Kec. Sukajaya Kab. Bogor dan masuk kedalam kawasan Hutan Lindung Gunung Halimun. 

Gunung ini memiliki 2 curug yaitu curug cidurian dan curug kawung.

Di Pulau Jawa khususnya, setiap gunung tidak terlepas dari yang berbau mistis atau klenik seperti halnya gunung Merapi, gunung Kelud dan lain-lain begitupun dengan gunung yang satu ini yaitu Gunung Manapa. Setelah penulis melakukan investigasi dengan mewawancarai MS salah satu warga di Kp. Ciparahu yang merupakan kampung paling dekat dengan muka gunung manapa, dari hasil tersebut penulis menemukan hal-hal yang unik yang belum diketahui oleh khalayak ramai.

Hal unik yang pertama penulis temukan adalah penamaan dari gunung Manapa tersebut, penamaan gunung manapa tidak terlepas dari mitos yang berkembang di masyarakat. 

Konon ribuan tahun yang lalu ada seorang pendekar yang diutus oleh Eyang Semar untuk menjaga "tunas bambu" diatas gunung tersebut sampai bambu tersebut mencapai ketinggian tertentu dan siap digunakan, nama pendekar tersebut adalah Raden Sekar. setelah mendapatkan tugas dari Eyang Semar maka dengan sepenuh hati Raden Sekar langsung bergegas menunggu benda tersebut sembari bertapa diatas gunung manapa. 

Menurut MS Jika dilihat dengan mata tak kasatmata atau mata batin Raden Sekar sampai sekarang masih melaksanakan tugasnya untuk menunggu dan menjaga tunas bambu tersebut hingga besar bahkan jika digambarkan tubuh Raden Sekar sudah menyatu dengan gunung manapa 

dan tubuhnya sudah terbungkus dengan tanaman-tanaman serta jika dilihat dengan mata batin bambu yang ditunggu dan dijaga oleh Raden Sekar tersebut ketinggiannya kurang lebih sudah mencapai 2 meteran.

Nah untuk penamaan gunung manapa sendiri dikarenakan ada orang yang bertapa digunung tersebut maka masyarakat menyebutnya gunung petapa atau lebih dikenal dengan gunung manapa.

Hal unik kedua yang penulis temukan dari hasil wawancara bersama MS adalah adanya garis pemisah antara wilayah kekuasaan "lelembut" dengan wilayah  manusia. Menurut MS untuk menjaga Raden Sekar dari gangguang dalam menjalankan tugasnya, maka dibuatlah sebuah pagar penghalang atau pagar pembatas yang tidak kasatmata. Pagar ini diisi oleh jagat lelembut sebagai bala tentara Raden Sekar yang dijuluki dengan Padjajaran.

 Garis ini ditandai dengan 2 aliran sungai yaitu sungai cidurian untuk batas manusia dan satu sungai kecil yang bernama sungai kahuripan wilayah "lelembut", pantangan yang berlaku adalah manusia tidak boleh mengambil apapun dari wilayah yang telah ditentukan.

Berdasarkan keterangan MS pernah terjadi kekhilafan yang dilakukan oleh 2 orang pemuda setempat yang melewati batas daerah dan mengambil sebatang rotan dari wilayah "lelembut" hingga akhirnya ketika hendak pulang kedua pemuda tersebut tidak menemukan jalan pulang hingga berkali-kali memutari daerah tersebut tetap tidak menemukan jalan pulang hanya berputar-putar saja. 

Hingga akhirnya mereka sadar bahwa sudah mengambil apa yang bukan menjadi haknya lalu di kembalikanlah rotan yang sudah diambil tadi dan akhirnya mereka berdua bisa menemukan jalan pulang.

Hal unik ketiga adalah adanya sebuah batu besar, masyarakat setempat menampai batu tersebut dengan sebutan Batu Gudang. batu gudang merupakan sebuah bongkahan batu besar berbentuk menyerupai sebuah bangunan. 

Batu Gudang ini memiliki sebuah gua-gua penyambung dengan tempat lain semacam connecting door, hal ini penulis ketahui setelah mendapat keterangan dari seorang pemuda setempat bernama Darman  yang pernah memasuki gua tersebut  dan keluar di tempat yang jauh dari batu gudang,serta masih banyak gua yang belum terexplore.

Adapun mitos-mitos lain yang berkembang dimasyarakat setempat terkait gunung manapa ini diantaranya sebagai berikut :

Ular Raksasa penghuni gunung

Konon dikisahkan pada zaman dahulu ada seseorang yang mengambil kayu bakar di gunung manapa, ketika berada di gunung manapa dia melihat sebuah catang (pohon yang sudah tumbang lama) dia pun segera menghampiri catang tersebut dan langsung menebas catang tersebut dengan perkakas yang dia bawa. 

Tebasan demi tebasan dia layangkan, hingga akhirnya ketika tebasan berikutnya terpancarlah darah dari catang tersebut dan catang tersebut menggeliat bergerak. Tanpa pikir panjang orang itupun lari terbirit-birit.

Dalang penghibur "lelembut"

Konon dikisahkan pada zaman dahulu ada seorang dalang yang pergi ke gunung manapa tidak ada yang tahu apa keperluan dia pergi kesana, hingga beberapa hari berselang si dalang pun tidak pulang-pulang. 

Hal ini menyebabkan para warga mencari dalang tersebut ke gunung manapa tapi tidak kunjung ketemu, namun salah satu warga menemukan pakaian yang dianggap atau diduga merupakan pakaian si dalang tersebut sehingga warga berasumsi kalau dalang tersebut diambil oleh penguasa gunung manapa untuk menghibur "lelembut" disana. 

Konon menurut orang-orang "tertentu" pada malam-malam tertentu sering terdengar suara gamelan lengkap dengan suara sinden dan suara pertunjukkan wayang. Mereka menduga bahwa suara dalang yang memainkan wayang adalah dalang yang hilang tadi.

Masih banyak lagi misteri yang belum diketahui oleh khalayak ramai. Namun penulis tidak mewajibkan para pembaca untuk mempercayai apa yang tertuang disini. 

Apa yang penulis tuangkan disini adalah hanya sebatas cerita dari orang tua-orang tua terdahulu yang diceritakan secara turun-menurun kepada setiap generasi.

Adapun tujuan dari apa yang disampaikan oleh orang tua terdahulu tidak ada yang tahu, apakah benar adanya atau hanya sebatas menjaga tradisi budaya leluhur terdahulu. 

namun ada baiknya kita sebagai manusia yang berakal dan beradab agar dapat menjaga dan melestarikan budaya yang dipegang teguh oleh orang tua kita terdahulu.

wallahualam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun