Mohon tunggu...
A Damanhuri
A Damanhuri Mohon Tunggu... Jurnalis - Gemar bersosial dan penikmat kopi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Mengucapkan sebuah kata sejati, adalah mengubah dunia. Dalam kata ditemukan dua dimensi: Refleksi dan Tindakan". (Paulo Freire)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Catatan Santri Padang Magek, Dari Katupek Pitalah hingga Nasi Kiambang

17 Mei 2020   23:55 Diperbarui: 17 Mei 2020   23:56 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual Katupek Pitalah di Kota Padang panjang. Katupek gulainya sungguh enak. (foto dok rangkiang nagari)

Ada tiga makanan yang paling aku sukai semasa di Padang Magek. Tersebutlah Nasi Kiambang, Katupek Pitalah, dan Pangek Bilih. Bagi santri Padang Magek, Pasar Rambatan adalah pasar yang paling dekat untuk di kunjungi, di samping Pasar Batusangkar setiap hari Kamis. Rambatan hari pakannya, Selasa. Aku dan santri lain acap ke pasar ini dengan hanya berjalan kaki. 

Di samping memakiah alat yang akan di masak, kami juga pergi belanja membeli apa saja yang di perlukan. Kalau beli gulai, ya Pangeh Bilih yang sering di beli. Gulai buatan orang Ombilin ini terkenal enak. Ada ubi kayu campurannya. Biasanya kalau dibeli Selasa, sampai Rabu sore masih ada. Sementara, kalau ada flu yang menyerang banyak kawan-kawan memanfaatkan obatnya dengan makan di kedai Nasi Kiambang.

Gulainya terkenal pedas, mampu memerahkan wajah saat makan itu, sehingga angin tersumbat jadi lapang. Setiap Selasa Pasar Rambatan juga menyediakan Katupek Pitalah. Katupek ini besar-besar dan gulai cubadaknya juga gadang-gadang. Sehingga kalau di makan pagi bisa kenyang perut sampai siang atau sorenya. 

Di manapun pasar di daerah Tanah Datar selalu menyediakan makanan yang namanya Katupek Pitalah. Aku pernah juga makan katupek itu di Pasar Pitalah. Keenakan katupek ini gulainya di masak dengan periuk dari tanah yang sangat alami. Tentunya periuk itu buatan orang Galogandang, karena di kampung ini sangat banyak kerajinan rumah tangga dalam soal membuat periuk dari tanah yang kemudian di bakar bagai membuat batu bata.

Hingga kini Katupek Pitalah masih mentereng namanya dalam belantara kuliner di Luhak Nan Tuo itu. Sejak aku pindah dari Padang Magek ke Lubuk Pandan, Padang Pariaman sangat jarang aku makan Katupek Pitalah. Kalaupun ada, itu tentunya bisa sesekali saat jalan-jalan ke Padang Panjang, misalnya. Rasa Katupek Pitalah dengan katupek yang di jual banyak orang dalam kampung pun berbeda. Lalu ada lagi katupek gulai paku yang orang Piaman di Pasar Batusangkar. 

Di Pasar Bawah, tempat langganan kami menjual beras. Enak di tempat Uniang ini ada menyediakan sala lauak, ciri khas makanan Piaman. Namun, katupek gulai paku Uniang belum sanggup menyaingi Katupek Pitalah yang telah lama mendunia di Tanah Datar. Saat aku memakiah ke Pitalah, uang aku tak mau amak-amak yang jualan itu mengambilnya. Urang darek terkenal pemurah.

Aku jarang makan siang kalau saat jalan-jalan Kamis dan Jumat itu. Paling sehabis sarapan ketan goreng pagi, siangnya makan Katupek Pitalah atau katupek gulai paku Uniang. Sampai sing hari pun makanan demikian masih tersedia dengan baik dan enak. Semua makanan itu tak di sediakan di warung yang wah. Hanya kaki lima yang payung bulat di setiap hari pasar. 

Tapi pengunjungnya mintak ampun ramainya. Rasanya belum ke Pasar Rambatan kalau tak makan Katupek Pitalah atau membeli gulai Pangek Bilih. Setiap masyarakat yang pergi ke pasar itu pun demikian adanya. Pasti membeli gulai pangek bilih dan Katupek Pitalah. Bagi petani kampung Padang Magek, hampir tiap pakan makan di kedai Nasi Kiambang yang terkenal membangkitkan selera makan, serta menghilangkan segala yang tersumbat dalam batang hidung kita. Itu pula ajaibnya Nasi Kiambang. Dan itu hampir semua orang tahu di seantero Tanah Datar.

Belut dan ikan puyu

Mencari belut dan ikan puyu termasuk mainan yang aku sukai selama lima tahun mondok di Darul 'Ulum, Padang Magek, Tanah Datar. Sewaktu tinggal di Surau Tabiang, Kandar Koncen acap membawaku memancing belut di sawah. Begitu juga Uda Hendri, anak Rambatan yang sering tidur di surau itu juga pernah mengajak aku menangkap belut dengan lukah. Saat kelamaan nangkap belut sama Kandar Koncen, anak Pasa Usang itu sempat aku libur ngaji. Akibatnya, Tuo Zamzami dan Ajo Mael berang. 

Guru itu memarahi kami. Sebab, tujuan ke Padang Magek bukan mencari belut, tapi mencari ilmu. Untuk itu, aktivitas lain ndak boleh mengalahkan ngaji selama menuntut ilmu. Seminggu sekali kami main bola di lapangan Tanah Sirah, Guguak Baruah. Sementara kalau mencari ikan puyu ada sebuah sungai dekat Surau Tabiang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun