Mohon tunggu...
A Damanhuri
A Damanhuri Mohon Tunggu... Jurnalis - Gemar bersosial dan penikmat kopi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Mengucapkan sebuah kata sejati, adalah mengubah dunia. Dalam kata ditemukan dua dimensi: Refleksi dan Tindakan". (Paulo Freire)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lapau Kejujuran, Tarekaat dan Kajian Kampung ala Padang Magek

13 Mei 2020   16:52 Diperbarui: 13 Mei 2020   17:09 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kelompok kecil ini barangkali jemaah Tuo Anwar jadi banyak dan berkembang di seantero Tanah Datar. Saat libur yang dimulai jelang puasa sampai lebaran, biasanya Tuo Anwar melanglang buana melakukan kajian thariqat ini di Jakarta dan Bandung. Begitu juga jadwal dakwah dan pengajian Tuo Anwar di luar hampir penuh tiap malam. Sekali aku dan Marjoni pernah mewakili jadwal dakwahnya di Guguak Baruah.

Dengan Marjoni yang anak Galoro, Nagari Tandikek Barat, Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman ini, aku punya pengalaman dan memori tersendiri. Dia termasuk kawan yang rajin. Rajin mengaji, rajin ibadah, dan rajin pula berolahraga. Olahraga kami santri Darul 'Ulum sekali seminggu main bola kaki di Lapangan Tanah Sirah, Guguak Baruah.

Baik yang tinggal di Surau Tabiang, Surau Tungga maupun di pusat pesantren, Surau Baru punya aturan yang secara umum sama. Hanya saja yang sedikit berbeda mungkin dalam pengembangan minat dan bakat lewat giliran jadi imam dan baca doa usai shalat lima waktu. Saat aku tinggal di Surau Tabiang, oleh mendiang Tuo Zamzami dan Ajo Ismael, kami dilatih semua dalam bacaan alat shalat itu. Seperti jadi imam gantian. Begitu juga yang mengimami bacaan alat tasbih sehabis shalat, juga bergantian, dan doa begitu pula.

Namun, hal itu tak aku jumpai saat pindah ke Surau Baru. Di Surau Baru cenderung yang jadi imam shalat itu para guru tuo. Paling nanti saat baca doa dan tasbih, kami para santri disuruh secara acak oleh guru tuo yang jadi imam. Biasanya, jelang shalat Zuhur, kami rutin mendengarkan sandiwara lewat radio Carano. Kala itu yang paling buming adalah cerita Tutur Tinular. Satu radio milik guru tuo di Surau Ateh kami dengar secara bersama-sama.

Sekali seminggu, kami para santri dan guru tuo dibolehkan duduk di lapau sambil nonton tv. Biasanya jadwal itu berlaku setelah latihan pidato. Tepatnya malam Minggu atau Sabtu malam. Ada banyak kedai di Guguak Gadang itu tempat para santri nonton tv. Kalau guru tuo biasanya numpang nonton di rumah Buya Salim Malin Kuniang, yang saat itu kami sebut "Rumah Ande". Sebab, ke istri mendiang Buya atau ibu Ampera Salim Pati Maradjo, kami para santri dan guru tuo panggilnya Ande, atau rumah Mak Anjang, dan rumah masyarakat lainnya. Tetapi ada juga guru tuo itu yang ikut bersama kami para santri memilih warung sebagai tempat minum dan nonton tv.

Sebagai pelajaran tambahan, kami mempelajari ilmu alat kampung. Artinya, yang berhubungan dengan adat dan tradisi di perkampungan Padang Pariaman. Seperti kami mempelajari tata cara menyelenggarakan jenazah, sampai mengajikan yang lazim dilakukan di tengah masyarakat, yang dimulai sejak awal hingga seratus hari wafat. Begitu juga cara pelaksanaan shalat Tarwih di bulan puasa juga kami pelajari.

Sehingga tak heran, saat liburan pada bulan Rajab hingga lebaran, kami yang datang dari Padang Pariaman itu biasanya aktif di kampung. Mulai ikut mengaji jelang puasa yang dikenal dengan ngaji bulan lamang hampir di setiap rumah masyarakat. Ketika puasa masuk, kami juga sesekali disuruh jadi imam shalat Tarwih.

Malah, setahun mengaji di pesantren itu saat liburan sudah bisa totalitas jadi imam Tarwih, lantaran surau tak ada imam, misalnya. Sehari jelang liburan panjang di mulai, biasanya kami melakukan acara secara bersama-sama. Selawat Dulang paling trend saat itu. Kami undang dua grup tim selawat dulang. Dulu itu yang paling sering diundang itu, adalah grup selawat dari Pariangan dan Saruaso.

Lewat selawat dulang itu, kami undang banyak orang. Pesantren Darul 'Ulum terkenal pesantren yang paling membaur di tengah masyarakat Padang Magek. Kami merasa, rumah masyarakat yang ada di Guguak Gadang adalah rumah orangtua kami. Begitu pula masyarakat Guguak Gadang memperlakukan kami santri ini bagaikan anaknya kemenakannya, sehingga terjalin hubungan yang baik.

Nah, bila kegiatan ada di surau, orang kampung pada keluar. Alek selawat dulang yang kami lakukan selalu ramai. Itulah Padang Magek. Makanya, saking baik dan eloknya hubungan antara santri dan masyarakat, dari dulu banyak santri yang dari Padang Pariaman tinggal dan kawin dengan orang kampung.

Sekedar menyebut nama, mendiang Mak Kakan, Mak Anjang, Mak Nur, Apuak Mahyuddin, adalah santri dari Padang Pariaman dulunya. Sekitar era 1960 an mereka jadi santri, lalu berlanjut membina keluarga. Dan jadilah mereka sumando Padang Magek dan Rambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun