Mohon tunggu...
Adam Alkadri
Adam Alkadri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pluralisme dan Kemajuan Makassar Abad ke-17

28 Mei 2016   18:15 Diperbarui: 28 Mei 2016   18:28 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya akan membahas mengenai Pluralisme dan Kemajuan Makassar Abad ke-17.

   Saya mulai dari pengertian Pluralisme. Apa itu Pluralisme? Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya “KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari pelbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam budaya atau adat-istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang majemuk, ataupun masyarakat Aru yang majemuk.

   Dunia mengenal Sulawesi Selatan atas keberhasilannya dalam menghadapi tantangan kapitalisme dan imperialisme di masa silam. Selama setengah abad sebelum tahun 1660, Makassar dengan gagah berani mempertahankan prinsip kebebasan di laut melawan rencana monopoli Maskapai Dagang Hindia Belanda (VOC), dan tengah dalam proses menjadi salah satu kota perdagangan terbesar di Asia. Pada abad ke-18 dan ke-19 pedagang pelaut kecil Bugis menjadi kelompok perekonomian lokal yang paling tanggap terhadap pertumbuhan dominasi Eropa dan China, yang tak bisa di hindari, dalam perdagangan di Asia Tenggara. Pada masa kini tetap tersisa tanda-tanda bahwa Sulawesi Selatan memiliki ciri khas yang dapat menjadi sumbangan berharga bagi Indonesia dalam perjuangannya mencapai cita-cita modernisasi.

   Mulanya Makassar membuka diri dan memperlakukan sama semua pedagang asing dari segala penjuru. Meski Sultan Ala’uddin yang masih muda, serta pembimbing sekaligus penasehatnya Matoya jelas-jelas menunjukkan kecenderungan pribadi dengan menganut Islam pada tahun 1605, keterbukaan mereka terhadap bangsa eropa sangat legendaris. Pertengkaran antara Portugis, Belanda, dan Inggris membuat kebijakan terbuka ini sulit dipertahankan. Masa singkat (1607-1615) ketika VOC membuka kantor dagang (loji) di Makassar ditandai tuntunan terus menerus dari pihak Belanda untuk mengakkhiri hubungan perdagangan dengan Portugis, yang tetap dijawab penguasa dengan ‘Negeri saya terbuka untuk semua bangsa, dan apa yang saya miliki adalah untuk kalian, begitu pula portugis. Untuk menjawab tuntutan semacam itulah yang membuat Sultan Ala’uddin mengeluarkan pernyataan terkenalnya.

   Seluruh masalah yang terjadi selama pemerintahan terakhir Makassar yang berdaulat telah menjadi semacam lonceng, peringatan, yang membangun kita menemukan faktor-faktor budaya, sebagaimana telah digambarkan diatas, yang bisa menjadi jaminan keberhasilan dalam pembangunan nation. Selama satu abad faktor-faktor ini telah menjadi dasar bagi salah satu Negara dan budaya urban paling brilian di Indonesia. Seharusnya kualitas ini tidak boleh diabaikan pada masa kini, ketika sedang dilakukan upaya pendefinisian sebuah model perilaku politik “Indonesia” berdasarkan sumber kekuasan yang tunggal dan terpusat.

Itulah sedikit beberapa yang bisa saya share mengenai Pluralisme dan Kemajuan Makassar Abad ke-17. Sekian dan Terima Kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun