Usai demontrasi besar-besaran yang dilakukan Umat Islam akibat dugaan penistaan Al Quran yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sibuk melakukan rangkaian safari politik. Mulai dari berkuda-kuda di Hambalang, menyambangi TNI-Polri dan mengunjungi sejumlah organisasi masyarakat.
Kunjungan ini mendapat tanggapan pro dan kontra di masyarakat. Banyak yang memberikan apresiasi karena diharapkan bisa menjaga ketenangan dan kesejukan situasi, namun tak sedikit pula yang menyesalkan sikap Jokowi yang terkesan mengotak-kotakkan kekuatan politik dalam negeri.
Salah satunya, langkah Jokowi yang menjaga jarak dengan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seolah melanjutkan sikap “tidak mau legowo" ketua umum partainya, yang selama 10 tahun terakhir enggan berdamai dengan SBY, Jokowi juga tidak membuka komunikasi dengan pendahulunya.
Padahal SBY telah menunjukkan sikap kenegarawanan tatkala diundang Wakil Presiden Jusuf Kalla, menjelang Aksi Bela Islam 4 November. Ia juga bersedia menyambangi ruang kerja Menkopolhukam Wiranto untuk bersilaturrahmi.
Beredar rumor kalau Jokowi sengaja menjaga konflik dengan SBY agar ada pihak yang bisa disalahkan demi menyelamatkan Ahok. Dengan begitu, esensi Demo 411 bisa digeser dari luapan kemarahan Umat Islam terhadap penistaan agama kepada aksi politik untuk menjegal ambisi Ahok menjadi gubernur.
Tudingan itu diperkuat dengan pidato Jokowi yang menyebut demo tersebut ditunggangi aktor politik. Memang dalam demo tersebut sejumlah tokoh politik hadir, namun tak satupun dari mereka yang berasal dari partainya SBY. Jadi tidak beralasan pemerintah menuduh tanpa ada bukti yang jelas.
Perihal informasi intelijen yang diterima Jokowi, SBY juga telah membantah hal itu dalam pidatonya pada 2 November. Ia bahkan menyebut isu tentang aktor politik yang menggalang demo adalah hasil dari kerja intelligent failure dan error, karena menyuguhkan informasi yang sesat.
Ketika ditanya wartawan, Jokowi juga tidak menampik hal itu. “Ya namanya manusia, kadang bisa benar, kadang bisa enggak bener. Bisa error, bisa enggak error,” ujarnya sembari cengengesan.
Jadi Jokowi hendaknya bersikap lebih bijaksana, jika ingin mendamaikan kondisi janganlah melempar tuduhan. Jika ingin menghadirkan kesejukkan, janganlah membangun stigma yang menyudutkan pihak lain. Negara ini tidak akan pernah beres jika pemimpinnya selalu bertengkar dan suka mencurigai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H