Mohon tunggu...
Aditya Dwiki
Aditya Dwiki Mohon Tunggu... Konsultan - Pribadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Superman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jejak Lumpur Sawah dari Kaki Anak Muda

21 September 2021   15:21 Diperbarui: 21 September 2021   15:30 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beri lantas ikut pelatihan bertani di Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) di Jatinangor, Jawa Barat. Namun perjuangan mencapai sukses bukan perkara mudah. Tantangan masih bergelayut. Lahan sawahnya yang rendah dan susah mengatur saluran air membuat Beri merasa belum tepat mengelola metode tanam yang ia peroleh di pelatihan.

Suatu waktu, usai bertani, Beri memandang sawah milik almarhum papanya. Pikirannya menerobos menggapai ide lain untuk pengelolaan lahan taninya. Tekadnya tetap kuat menjadi petani muda yang sukses.

Beri kemudian berguru sedikit-sedikit kepada petani senior di kampungnya. Sambil dipadukan dengan pengetahuan dimiliki sebab dulu sering diajak almarhum ayahnya ikut bertani.

Matahari tampak amat cerah siang itu di Desa Majalaya, Karawang. Secerah, seterang, hasil komitmen kokoh diyakini Beri menjadi petani. Keputusannya menjadi petani dengan mengelola lahan sawah seluas 4 hektare, 'berbuah manis'.

Beri berhasil meningkatkan hasil panen dari biasanya 4 ton menjadi 7 ton per hektare. Beri bukan lantas berbangga. Justru ia makin banyak belajar kepada petani sukses lainnya. Agar Beri dapat mengikuti nasib yang sama.

Beri berinovasi. Sawahnya yang seluas 4 hektare ditanami beragam jenis komoditi yang cocok dengan jenis tanahnya. Selain itu, Beri juga memanfaatkan lahan yang ada dengan beternak bebek. Hama keong yang mengganggu sawah petani, justru ditampung Beri untuk dijadikan pakan ternak bebeknya.

Kini: Beri telah berjalan tegap. Tak lagi menunduk di depan kawan-kawan anak muda kampungnya. Beri sekarang banyak menyapa warga desanya, tidak lagi memilih rute berputar ketika pulang dari sawah.

"Dari panen 6 ton dengan luas lahan 1 hektare, biasanya rata-rata saya mendapatkan penghasilan Rp 25 juta. Saya bersyukur bahwa keputusan jadi petani adalah pekerjaan yang tepat," kata Beri.

Beri menganggap dirinya tetap adalah petani. Bedanya, dulu ia menguras keringat sendirian mengelola lahan sawahnya. Ia 'bertempur' dengan berbagai rintangan . Namun Beri berhasil lulus secara baik.

Saat ini Beri telah mempunyai pegawai petani yang mengelola sawah dan ternak bebeknya. Beri kini kerap mengawasi, memberi bimbingan kepada pegawai lahan taninya agar tetap dapat panen produktif. Kendati demikian, Beri tetap 'mencintai' cangkul. Ia sesekali juga turun ke sawah. Kakinya tetap tidak ingin bersih dari lumpur sawah sebab itulah yang membuatnya sukses sebagai petani milenial.

Studi Beri pun tidak lagi terganggu. Kini Beri sedang kuliah di Fakultas Pertanian salah satu universitas swasta di Karawang. Bukan tak mungkin Beri lebih berhasil ke depannya sebab telah ditunjang ilmu pengetahuan dari perguruan tinggi.

Lumpur kotor yang melekat di kaki Beri Tohari tak sia-sia. Janjinya meninggalkan jejak lumpur sawah menuju arah gemilang ditepatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun