Kasim yang mengaku tidak memiliki keahlian menyusun skripsi akhirnya dibantu  teman-temannya yang memutuskan untuk mengangkat kisah perjuangan Kasim di Waimital sebagai pembahasan Skripsi.
Dengan nada yang khas, ramah, penuh hayatan, Kasim perlahan menceritakan perjalanan membangun Waimital kepada teman-temannya yang mendengarkan dengan penuh haru. Mereka menganggap Kasim sebagai sosok yang memberikan bukti nyata akan pengabdian kepada masyarakat melampaui makna dari penugasan yang diterima lewat program KKN itu sendiri.
Pagi itu cukup cerah, matahari terbit tak pernah mengingkari waktu, 22 September 1979, hari wisuda tiba. Kasim nyatanya tidak berharap banyak, apa yang bisa diharapkan dari wisuda seorang mahasiswa yang seharusnya sudah berlangsung selama 15 tahun sebelumnya.Â
Memutuskan untuk duduk di barisan kursi paling belakang, namun hal tak terduga justru terjadi. Begitu Kasim datang, semua orang berdiri dan bertepuk tangan. Dedikasi yang Kasim lakukan membuat banyak orang sangat menghormati dirinya.
Tak melupakan tekad yang ia miliki sejak awal, selepas wisuda Kasim diketahui kembali ke Waimital dan meneruskan hal-hal yang ingin ia bangun, padahal saat itu dirinya diketahui mendapat berbagai tawaran pekerjaan yang menjanjikan.
Dari sosok Kasim kita belajar banyak tentang arti pengabdian terhadap hidup. Nafas dan jiwa raga ini dihibahkan tanpa pamrih. Sekali lagi, di ujung tulisan ini, penulis selalu berharap "Panjang Umur Untuk Hal-Hal Baik". Terima kasih Bapak Kasim. Dedikasimu untuk negeri ini patut banyak dicontoh penerus negeri. Â
Panjang umur dan sehat selalu Antua. (*)
Sumber :Â 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H