Ada lagi seorang aktivis sosial --istilah kekiniannya social justice warrior atau esjewe-- berceloteh hambar di akun media sosial (medsos) pribadinya tentang Papua. Narasi cuitannya: dangkal keilmuan.
Di akun medsosnya, si esjewe itu mengungkapkan kalau semua rezim pemerintah hanya berbuat kebijakan supaya Papua jangan sampai lepas di setiap masanya kepemimpinannya. Pokoknya: pemerintah mutlak hanya ingin Papua tetap dalam NKRI.
Itu argumentasi amat bodoh. Si esjewe itu sangat kentara buta sejarah. Bahkan esjewe itu sudah pantas mengangkangi pergulatan sejarah Indonesia terhadap Papua sejak masa awal merdeka. Jelas-jelas esjewe itu tak paham bagaimana ketatanegaraan Indonesia dilakukan.
Hei, Indonesia itu negara persatuan. Dari Sabang-Merauke merupakan wilayah-wilayah yang terintegrasi dengan NKRI. Dan itu sudah jadi konsensus para pendiri bangsa sejak awal kemerdekaan diraih. Tidak boleh ada satupun daerah yang boleh berdiri sendiri.
Sang esjewe itu rasanya tak pantas mengaku sebagai warga negara Indonesia. Dia benar-benar melupakan keteguhan dan tekad pemerintah sejak awal untuk mengembalikan Irian Barat (kini Papua) ke Indonesia dari tangan Belanda tahun 1963.
Usaha itu bukan dilakukan dengan cara mudah. Mengorbankan pikiran, akal sehat, tenaga sampai nyawa agar Papua jangan sampai lepas. Sudah cukup bukti bagaimana Indonesia mencintai Papua sejak dulu.
Indonesia kan juga negara persatuan. Artinya: semua daerah di Indonesia terikat satu, tidak berdiri masing-masing atau ingin melepaskan diri. Seluruh daerah di Indonesia dalam kedaulatan Indonesia. Diayomi pemerintah Indonesia.
Dengan begitu memang jelas bila tak ada setiap masa pemerintahan di Indonesia yang ingin Papua hengkang. Sebab sudah jadi sistem tata pemerintahan Indonesia. Lho kok ada esjewe mencuit dengan nalar rendah? Apa dia pengkhianat bangsa Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H