Mohon tunggu...
Michael Aditya
Michael Aditya Mohon Tunggu... Insinyur - Healer, Hypnotherapist, Neo NLP Practitioner, IT People

Start my career from motorcycle repair person, PPIC person in manufacturing, IT Practitioner, IT Enthusiast, Hypnotherapist and very interested in Self-Healing and Pure Consciousness.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tumpah

12 April 2021   08:17 Diperbarui: 12 April 2021   08:23 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

26 Januari 2021

Seperti itulah perumpamaan bagaimana kita bereaksi tanpa jeda, yang ada adalah subconscious atau alam bawah sadar kita yang mengambil alih. Ketika kesadaran kita sedang tidak bisa memenuhi apa yang harus dilakukan segera maka subconscious inilah yang mengambil alih.

Emosi yang ditunjukkan bisa macam-macam, bisa marah, sedih, kaget, takut, jijik bahkan mungkin malah freeze atau terdiam. Disinilah penting nya untuk menyadari nafas, sadar setiap tarikan dan hembusan nafas kita. Merasakan kesegaran ketika kita menariknya dan merasakan kelegaan ketika menghembuskannya.

Nafas adalah penanda hidup, pemberi hidup dan salah satu anugerah luar biasa dari Tuhan. Maka diciptakan lah subconscious untuk mengendalikan nafas kita, agar kita selalu ingat untuk ber nafas. Walaupun itu dilakukan autonomously oleh subconscious kita.

Menyadari nafas adalah salah satu upaya kita menyadari keberadaan kita, menyadari kalau kita sedang bernafas... Saya yakin ketika anda membaca tulisan ini pasti sekarang anda sedang menarik nafas lebih panjang dan menghembuskannya lebih lama dari biasanya. Itulah anda yang sejati, anda yang sedang menarik nafas ini.

Expresi dari subconscious kadang mengagetkan diri kita sendiri mungkin kadang berujung pada penyesalan.

"Ngapain saya tadi marah-marah ya? Wong cuma gitu aja kok marah?"

Seperti itulah luapan emosi yang di kendalikan oleh subconscious, instan, meluap, dan tumpah. Sama seperti kopi pagi saya yang tumpah karena ketidak sengajaan ini. Begitu pula kemarahan yang tidak sengaja, sudah tumpah tidak mungkin bisa saya masukkan kembali ke  gelas kertas kopi saya ini. Kemarahan tidak mungkin bisa saya UNDO lagi, saya menyesal, yang kena marah saya sudah terlanjur terluka.

Untuk itu sebisa mungkin kita didik subconscious kita untuk bernafas dulu setiap menghadapi peristiwa yang mengaduk-aduk emosi kita.

Sudahkah anda bernafas hari ini? (Quote harian dari Pak Bagus Herwindro, terima kasih Pak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun