Mohon tunggu...
Michael Aditya
Michael Aditya Mohon Tunggu... Insinyur - Healer, Hypnotherapist, Neo NLP Practitioner, IT People

Start my career from motorcycle repair person, PPIC person in manufacturing, IT Practitioner, IT Enthusiast, Hypnotherapist and very interested in Self-Healing and Pure Consciousness.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memori dan Emosi yang Terkandung di Dalamnya

2 Oktober 2020   11:07 Diperbarui: 2 Oktober 2020   11:17 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

30 September 2020

Kalau membaca judulnya bisa dikatakan juga “Emosi yang terkandung di dalam sebuah kenangan”. Lebih mirip judul novel ya? Mungkin sudah saatnya saya nulis novel juga ya….(Yang setuju boleh komen “Setuju” di bawah).

Seperti halnya kejadian yang kita alami sekarang, dan membuat emosi kita bergerak, memori atau kenangan tertentu pasti membuat emosi kita tergerak lagi. Jadi ketika kita ingat peristiwa tertentu pasti ada emosi yang menyertainya. Kalau nggak ada ya berarti kenangan atau memori tersebut tiak terlalu berkesan bagi anda.

Mengapa seperti itu? Karena pada dasarnya pikiran kita tidak bisa membedakan apakah peristiwa ini sedang berlangsung ataukah hanya kenangan saja. Sehingga ketika peristiwa yang kita pikirkan mengembalikan memori yang sama (mengingatkan kepada) hal yang pernah terjadi maka emosi kita ikut menyertai kenangan tersebut. Ini merupakan proses yang alamiah yang terjadi pada pikiran, perasaan dan tubuh manusia.

Ada beberapa orang yang bisa mengatasinya, mencari pengalihan, mencoba untuk menekan perasaan tersebut, atau mungkin ada yang berusaha mencari kesembuhan dengan menerima kejadian itu dengan pengakuan penuh. Sehingga ketika peristiwa itu teringat kembali maka yang muncul hanya kenangannya saja tanpa disertai dengan emosi yang terkandung di dalamnya.

Mari kita bersama-sama mengingat kembali kenangan yang pahit saja, yang kalau kita ingat itu, rasa emosi ikutan kembali bersama kenangan itu…..Pasti ada, coba pikirkan satu saja yang paling menyakitkan yang kalau ingat kita jadi ingin marah atau ingin menangis, ingin memukul-mukul sesuatu, atau ingin mebanting-banting barang…..Atau ada peristiwa yang menyakitkan hati maupun fisik kalau ingat ada bagian tubuh tertentu yang sakit? Kalau memang seperti itu memang sangatlah wajar…ini laha yang menghambat kita untuk maju kedepan, berkembang dan istilah kerennya “Move On”.

Bagaimana caranya untuk “overcome” emosi yang terkandung di dalam kenangan ini? Kalau parah biasanya bisa jadi phobia, kadang phobia juga bisa jadi proses belajar atau meniru, tetapi kalau ini phobia terjadi karena kenangan masa lalu yang membuat trauma.

Jadi caranya ada macam-macam, ada yang harus mengalami lagi (regresi) sampai benar-benar hilang emosi yang ada di dalam memori tersebut, sebuah teknik yang saya alami sendiri dan dimentori oleh Bang Aswar, salah satu mentor saya yang berkiblat pada hasil penelitian dari Dr. David R. Hawkins, MD., Phd. Dengan teknik mentransendensikan kesadaran (Trancending the Level of Consciousness). Sedangkan ada cara lainnya lagi dengan meredakan emosi melalui teknik THT (The Heart Technique) seperti yang pernah saya pelajari dari salah satu Hypnotherapist terkenal di Surabaya, Pak Dr. Dr. Adi W. Gunawan, ST., M.Pd., CCH. Dan masih banyak lagi caranya, kalau anda TIDAK tertarik untuk TIDAK dibantu boleh dong untuk TIDAK menghubungi saya.

Salah satu alasan yang sering muncul ketika seseorang tidak ingin dibantu untuk “overcome” masalahnya adalah, kesalahan indentifikasi diri. Ini pernah terjadi pada salah satu teman saya yang latah. Dia bercerita bahwa latahnya itu bukan dari anak-anak, tapi ketika dia beranjak dewasa, ada salah satu public figure yang dia lihat memiliki latah, dan entah dari mana asalnya, akhirnya dia ikutan latah juga sampai-sampai dia sendiri tidak bisa mengendalikannya. Dengan harapan bisa meredakan latahnya atau bahkan menghilangkannya, dia bertanya pada saya.

“Apa latahku ini bisa hilang tha?”

“Yo bisa lah, kan bukan bawaan lahir” begitu jawab saya.

“Lho tapi kalau hilang apa bisa balik lagi ya?”, tanya dia menegaskan kembali.

“Yo kalau sudah hilang ya gak balik lagi lah, atau mau balik lagi ya bisa”, kata saya,

“Tapi tak pikir-pikir lagi nanti kalau ilang malah orang gak kenal saya, soalnya saya terkenal latahan”. Gitu pungkasnya.

Dan begitulah, ketika seseorang mengidentifikasi dirinya tidak tepat, maka dia tidak akan terlepas dari penderitaannya. Mau dibantu seperti apapun itu dengan teknik termutakhir seperti apapun itu pasti tidak akan bisa sembuh tidak akan bisa “overcome” masalahnya. Dan saya yakin anda TIDAK begitu, pasti anda mau untuk TIDAK dibantu dan saya yakin anda TIDAK punya masalah.

Boleh kan sembuh? Mau kan sembuh?

Kalau TIDAK mau, boleh lah TIDAK menghubungi saya…. Sudah, sekian, terima kasih.

https://t.me/ad1th26

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun