Mohon tunggu...
Michael Aditya
Michael Aditya Mohon Tunggu... Insinyur - Healer, Hypnotherapist, Neo NLP Practitioner, IT People

Start my career from motorcycle repair person, PPIC person in manufacturing, IT Practitioner, IT Enthusiast, Hypnotherapist and very interested in Self-Healing and Pure Consciousness.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kehidupan Kita Mempegaruhi Kehidupan Lainnya

3 Maret 2020   14:47 Diperbarui: 3 Maret 2020   15:42 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagaikan tetesan air di kolam, satu tetes saja akan mempengaruhi seisi kolam | etro.com

Mulai ditulis 11 Oktober 2019 diselesaikan 14 Oktober 2019
Baca judulnya saja pasti kita mikir, "Kok bisa?", padahal ada motto yang sering didengungkan "Everyone for Himself" yang bisa diartikan secara bebas adalah "Semua orang bertanggung jawab atas dirinya masing-masing".

"Aku yo aku", "Kamu yo kamu". Istilah ini kerap dihubungkan dengan EGO State kita masing-masing, seberapa besar kita mempertahankan ego kita ya segitu juga kita memberi makan Force ini untuk terus berkembang.

Jika di-analogi-kan, maka kita bisa bayangkan kehidupan itu seperti air dikolam yang tenang, begitu kita lempar batu ditengahnya maka akan ada gelombang air yang bergerak dari tempat kita lempar batu itu ke seluruh permukaan air di kolam itu.... Artinya sekecil apapun perbuatan kita di dunia ini akan mempengaruhi dunia di masa depan. Jadi bisa disimpulkan seperti ini, apa yang kita alami sekarang adalah produk dari yang kita lakukan dulu. 

Pernah kah anda menonton film dengan tema perjalanan waktu? Di situ biasanya digambarkan bahwa ketika berjalan ke masa lalu tidak boleh merubah apapun itu, karena itu akan merubah masa depan, berdasarkan teori selimut kosmik itu, bahwa sekecil apapun itu perbuatan kita di masa lalu akan berdampak pada kita di masa sekarang dan di masa depan.

Nah ini artinya kita masih terjebak pada Ruang dan waktu yang sifatnya spasial dan serial. Sehingga kita cenderung sering menyalahkan diri kita sendiri seperti frase yang sering kita dengar "Salah apa saya dulu, kok saya bisa dihukum seperti ini?", "Dulu saya pernah berbuat salah apa sehingga saya menerima kesialan ini?" kemudian biasanya diikuti oleh pecarian sumber kesalahan dan mulai menyalahkan susu yang sudah tumpah, "Nek mbiyen aku gak dipekso mlebu Teknik, pasti aku saiki wis dadi dokter", "Dulu misalnya kalau aku terima kerjaan di tempat itu pasti aku sudah jadi Kepala Cabang", kalau...kalau....andai....andai....misalnya.....jikalau..... segala mcam penyesalan yang kita ucapkan berusaha menyalahkan keputusan kita yang salah dan tidak mau mengakui kepemilikan kesalahan itu adalah kita sendiri dan secara konstan dan terus-menerus menyalah diri kita sendiri dan membuat diri kita menjadi orang yang tidak berharga.

Pertanyaannya adalah apakah kita akan berlarut-larut pada kejadian yang sudah terjadi dan terlewatkan? Ataukah kita akan menggunakan sisa waktu kita di dunia ini untuk melakukan kebaikan untuk masa depan kita? Coba renungkan sejenak..........

Baik, bagaimana sekarang menurut anda?

Terus bagaiman dengan kesalahan yang dahulu pernah kita lakukan? Sadari kesalahan itu, akui, maafkan dan jangan diulangi lagi, lakukan kebaikan untuk sesama bukan untuk menebus kesalahan anda, lakukan tanpa syarat, lakukan tanpa alasan biar kita lapang jalannya lah, biar gampang nantinyalah....itu syarat, itu beban, itu harapan terhadap perbuatan baik kita....Berbuat baik itu sama halnya dengan *maaf* buang hajat, kalau seudah selesai, siram dan ditinggal, kita nggak pernah tanya-tanya lagi soal itu. Seperti itu dan semudah itu. Sehingga kalau datang masalah kita tidak akan menyalahkan Tuhan (luar biasa bukan).

Ciri-cirinya kalau berbuat kebaikan dengan syarat, misalnya kita memberi sedekah kepada seseorang dengan harapan akan menerima keberuntungan atau kebaikan 10 kali lipatnya, terus menerus di ingat-ingat pernah kasih ke Yayasan ini ke yayasan itu, pernah nyumbang ke ini ke itu dan lain sebagainya.....dan ketika ada masalah nanti Tuhan yang disalahkan, "Mengapa kau beri aku cobaan ya Tuhan, padahal saya sudah menyumbang ke Yayasan ini, ke Panti itu, mendonasikan ini itu...mengapa Tuhan..."

Nah, jadinya kan seperti itu, karena melakukan kebaikan dengan syarat, "Saya mau melakukan kebaikan dengan syarat nanti saya akan menerima kebaikan lagi", Thats Not How It Works.....

So, how it works? Lakukan kebaikan dan lepaskan ke semesta, dan lanjutkan hidupmu, jadikan ini kebiasaan yang baru sehingga tubuhmu tidak lagi mengira bahwa ini sesuatu yang "Wow" tubuhmu sudah terlatih dan menjadi kebiasaan...Doing good thing everyday makes you positive and had a clear mind all the times.....

Kemudian closingnya bagaimana? Seperti yang sering saya dengarkan di dalam kelas Workshop, "Mari kita tebarkan Karma Baik" ya kira-kira itu maksudnya....jangan berhenti kalau ada yang membalas kebaikan kita dengan kejahatan, itu bukan salah anda, anda tidak bisa kontrol manusia lainnya, anda hanya bisa kontrol diri dan perilaku anda, sehingga lakukan saja tanpa pikirkan lagi nanti kembalinya seperti apa...lepaskan maka anda akan terkejut akan Mulia-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun