Mohon tunggu...
Adi Firmansyah
Adi Firmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - frelance dan konten kreator

saya seorang freelance dengan keseharian menjadi konten kreator di youtube dan beberapa artikel di website.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Maradona, Raja yang Tersungkur

3 September 2024   09:45 Diperbarui: 3 September 2024   09:53 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://pixabay.com/id/illustrations/sepak-bola-olahraga-uang-bernilai-142952/

Legenda yang Hidup di Tengah Kejayaan dan Keterpurukan

Diego Armando Maradona bukan sekadar pemain sepakbola, dia adalah simbol dari kejeniusan yang digemari dan dikritik, sosok kontroversial yang sama-sama dicintai dan dicerca. Kisahnya merupakan kombinasi luar biasa dari bakat alami yang langka, momen-momen spektakuler di lapangan, dan kehidupan yang penuh dengan ketidakstabilan serta tantangan di luar lapangan. Untuk memahami Diego Maradona, kita harus melihat lebih dalam, tidak hanya pada prestasi olahraganya yang gemilang, tetapi juga pada perjuangan dan keterpurukannya yang mendalam.

 Awal Mula Seorang Juara

Diego Maradona lahir pada tanggal 30 Oktober 1960, di Villa Fiorito, sebuah kawasan kumuh di Buenos Aires, Argentina. Sebagai anak dari keluarga miskin, Maradona tumbuh dalam kemiskinan dan menghadapi kerasnya kehidupan sejak usia dini. Namun, dari kesulitan inilah lahir tekad baja yang kemudian membentuk karakternya. Sejak kecil, Maradona menunjukkan bakat sepakbola yang luar biasa. Dengan bola di kakinya, dia seolah-olah bisa melakukan apa saja, mengatasi segala kekurangan yang dimilikinya dengan sihir yang dia ciptakan di lapangan.

Ketika masih remaja, Maradona sudah mulai menonjol di dunia sepakbola Argentina. Pada usia 15 tahun, dia memulai debut profesionalnya bersama klub Argentinos Juniors. Keahliannya mengolah bola segera menarik perhatian seluruh dunia. Maradona memiliki kemampuan unik: penguasaan bola yang sempurna, dribbling yang memukau, dan visi permainan yang tajam. Meski bertubuh kecil, dia memiliki keseimbangan dan kekuatan yang memungkinkan dia melewati bek-bek lawan dengan mudah.

Pada usia 18 tahun, dia sudah menjadi bintang di Argentina, namun jalannya menuju kesuksesan global baru saja dimulai. Setelah bergabung dengan Boca Juniors dan menjadi idola nasional, Maradona mencoba peruntungannya di Eropa. Barcelona merekrutnya pada 1982 dengan rekor transfer dunia saat itu, namun tantangan di Spanyol tidak berjalan mulus. Meski dia menunjukkan kilatan kebintangannya, cedera serius dan masalah di luar lapangan mulai mengganggu kariernya. Konflik dengan manajemen dan media Spanyol mengakhiri masa tinggalnya di Barcelona lebih cepat dari yang diharapkan.

Napoli dan Kejayaan Abadi

Kisah Diego Maradona tidak bisa dipisahkan dari Napoli, kota di Italia selatan yang menjadi rumahnya selama tujuh tahun. Pada tahun 1984, ketika ia bergabung dengan SSC Napoli, kota tersebut sedang dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat sulit. Maradona tiba di Napoli bukan hanya sebagai pesepakbola, tetapi sebagai simbol harapan bagi rakyat kota itu. Di bawah bimbingannya, Napoli meraih kejayaan yang belum pernah mereka raih sebelumnya.

Bersama Napoli, Maradona meraih dua gelar Serie A (1987, 1990), Coppa Italia, dan Piala UEFA 1989. Di Napoli, ia bukan sekadar pemain, ia adalah seorang dewa. Tidak ada pemain lain yang begitu dipuja di satu kota seperti Maradona di Napoli. Ia mengangkat klub tersebut dari status medioker menjadi juara, dengan mengalahkan raksasa-raksasa sepakbola Italia seperti Juventus dan AC Milan. Maradona mengubah identitas Napoli, yang selama ini dianggap sebagai klub kelas dua, menjadi kekuatan yang disegani di Italia dan Eropa.

Namun, seperti banyak hal dalam kehidupan Maradona, kesuksesan di lapangan sering kali dibayangi oleh masalah di luar lapangan. Kehidupannya di Napoli mulai diguncang oleh hubungannya dengan mafia, kecanduan narkoba, dan kehidupan malam yang berlebihan. Meskipun publik Napoli tetap mencintainya, dunia mulai melihat sisi gelap dari sang legenda. Keterlibatannya dengan Camorra, kelompok mafia lokal, membuat reputasinya ternoda, dan kebiasaannya menggunakan kokain mulai mengganggu performanya di lapangan.

Kejayaan Piala Dunia 1986: "Tangan Tuhan" dan Gol Terbaik Abad Ini

Puncak karier Diego Maradona datang di Piala Dunia 1986 di Meksiko, di mana ia membawa Argentina meraih gelar juara dunia. Penampilannya di turnamen ini dianggap sebagai salah satu yang terbaik dalam sejarah Piala Dunia. Di bawah kepemimpinan Maradona, Argentina berhasil menaklukkan setiap rintangan yang mereka hadapi, dan penampilan Maradona di babak perempat final melawan Inggris menjadi salah satu momen yang paling diingat dalam sejarah sepakbola.

Di pertandingan itu, Maradona mencetak dua gol yang sangat kontras: yang pertama adalah gol terkenal "Tangan Tuhan," di mana ia meninju bola dengan tangannya ke gawang Inggris tanpa diketahui oleh wasit. Gol ini menjadi kontroversial dan tetap menjadi perdebatan hingga hari ini. Gol kedua, bagaimanapun, dianggap sebagai gol terbaik dalam sejarah Piala Dunia. Maradona mengambil bola dari tengah lapangan, melewati lima pemain Inggris sebelum mencetak gol dengan ketenangan luar biasa. Gol ini menunjukkan kejeniusan teknisnya, kelincahan, dan kemampuan untuk tampil gemilang di saat-saat krusial.

Dengan memimpin Argentina menuju kemenangan, Maradona mencatatkan namanya di hati jutaan orang di seluruh dunia. Ia menjadi simbol kemenangan atas tantangan, namun juga menunjukkan sisi kontroversial yang selalu mengiringi setiap langkahnya.

 Kejatuhan dan Kebangkitan

Setelah Piala Dunia 1986, kehidupan Maradona mulai jatuh ke jurang yang gelap. Meskipun ia masih berhasil membawa Argentina ke final Piala Dunia 1990, di mana mereka kalah dari Jerman, masalah pribadi Maradona terus bertambah parah. Kecanduan narkoba, yang telah dimulai di Napoli, mencapai puncaknya. Pada tahun 1991, Maradona dinyatakan positif menggunakan kokain dan diberi skorsing selama 15 bulan dari sepakbola. Hal ini menandai awal dari periode suram dalam hidupnya, di mana masalah hukum, kesehatan, dan kecanduan terus menghantui.

Meski begitu, Maradona tidak pernah benar-benar hilang dari perhatian publik. Setelah menjalani rehabilitasi, dia kembali bermain untuk klub-klub kecil dan tetap menjadi figur penting di sepakbola Argentina. Pada Piala Dunia 1994, Maradona kembali memperkuat Argentina, namun sekali lagi skandal menghampirinya. Setelah dua pertandingan, dia didiskualifikasi karena terbukti menggunakan zat terlarang.

Pasca pensiun, Maradona mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk operasi jantung dan penurunan berat badan drastis karena obesitas. Namun, terlepas dari semua kesulitan ini, ia tetap dicintai oleh penggemarnya. Kemanapun Maradona pergi, ia selalu dikelilingi oleh sorakan dan pujian.

Warisan Abadi

Diego Maradona meninggal pada 25 November 2020, namun warisannya akan hidup selamanya. Sosoknya yang kontroversial dan berliku-liku adalah cerminan dari kompleksitas kehidupan seorang jenius di bidang olahraga. Di satu sisi, dia adalah pahlawan yang membawa kebahagiaan kepada jutaan orang melalui keahliannya di lapangan. Di sisi lain, dia adalah manusia dengan kelemahan dan perjuangan pribadi yang dalam, yang sering kali menjatuhkannya ke kegelapan.

Maradona adalah simbol kejeniusan yang cacat—seseorang yang dapat menciptakan momen-momen paling indah di lapangan namun juga terjebak dalam kekacauan kehidupannya sendiri. Dia tidak hanya meninggalkan jejak di dunia sepakbola tetapi juga di hati jutaan penggemar di seluruh dunia. Pada akhirnya, Diego Maradona akan selalu dikenang bukan hanya sebagai pemain yang menginspirasi, tetapi sebagai sosok yang hidup penuh warna di antara cahaya dan bayangan kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun