Mohon tunggu...
AD. Agung
AD. Agung Mohon Tunggu... Penulis - Tukang ketik yang gemar menggambar

Anak hukum yang tidak suka konflik persidangan, makanya gak jadi pengacara.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyikapi Hukuman Mati: Dalam Perspektif Pergaulan Internasional

1 Mei 2015   22:02 Diperbarui: 5 Juli 2015   23:05 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia menjadi tidak populis di mata dunia, terutama negara-negara yang warganya saat ini menjadi terpidana mati dalam kasus narkoba di Indonesia. Pelaksanaan eksekusi mati terhadap delapan terpidana mati di Lapangan Limus Batu, Pulau Nusakambangan, Rabu (29/4/2015) pukul 00.30 WIB menimbulkan reaksi beragam dari sejumlah pihak baik dari dalam maupun luar negeri.

Reaksi tersebut menjadi tantangan bagai penegakan hukum Indonesia, khususnya dalam upaya memerangi bahaya narkoba yang telah mencapai pada kondisi darurat. Termasuk Presiden Prancis Francois Hollande memperingatkan Indonesia bahwa eksekusi terhadap warga negaranya, Serge Areski Atlaoui, akan merusak hubungan antara kedua negara. Hollande mengancam akan menarik duta besarnya dari Indonesia, sebagaimana pernah dilakukan Belanda dan Brasil dengan memanggil pulang duta besarnya di Jakarta setelah pelaksanaan eksekusi mati atas warganya pada 18 Januari 2015 silam dalam kasus narkoba.

Reaksi keras Hollande dapat dipandang sebagai upaya terakhir pemerintah Prancis melindungi warga negaranya. Demikian pula dengan lobi antar pemimpin negara yang dilakukan oleh Presiden Filipina Benigno Aquino III yang meminta Jokowi mengampuni Mary Jane. Lantas, apa dampak eksekusi mati ini terhadap kejahatan narkotika dan psikotropika di Indonesia?

INDONESIA BERDAULAT

Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibandingkan dengan subjek hukum lainnya adalah, negara memiliki apa yang disebut “kedaulatan” atau sovereignity. Kedaulatan yang tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang bulat-utuh ini dibatasi oleh hukum internasional dan kedaulatan dari sesama negara lainnya.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, mengakui kedaulatan negara lain dan menghormati kaidah tata pergaulan internasional yang berlaku. Tindakan dan kebijakan Indonesia yang berhubungan dengan negara lain tentunya harus dilandasi oleh sikap saling percaya dan menghargai sebagaimana prinsip ‘hidup bertetangga baik’ (good neighbouring policy). Demikian pula semestinya yang dilakukan oleh negara sahabat dalam hubungannya dengan Indonesia.

Permasalahan muncul saat pemerintah negara asal terpidana mati melakukan protes hingga ancaman diplomatis, seperti yang dilakukan oleh Presiden Prancis,  dimana diharapkan tetap menghormati kedaulatan Indonesia. Dengan sikap saling menghargai, melakukan upaya hukum maupun diplomatik yang sesuai tanpa mencampuri kedaulatan dan konstitusi Indonesia akan terhindar dari kerenggangan hubungan kedua negara.

Layak menjadi perhatian, reaksi keras dari Sekjen PBB Ban Ki-moon lewat juru bicaranya yang mengecam penerapan hukuman mati dalam kasus narkotika di Indonesia. Pernyataan Ban Ki-moon sebagai representasi sikap negara-negara di dunia justru bertolak belakang dengan beberapa konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh banyak negara yang mengutuk kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa.

Sejatinya hukuman mati yang diterapkan oleh Indonesia untuk kasus narkoba telah sejalan dengan konvensi internasional. Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tahun 1988 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Konvensi PBB tahun 1988 menyatakan narkoba membawa ancaman serius kepada kesejahteraan umat manusia. Pada konvensi itu pula disebutkan bahwa negara boleh memberlakukan hukuman lebih tegas melawan kriminal narkoba.

Dengan demikian, hukuman mati telah menjadi bagian dari hukum positif Indonesia, dimana selanjutnya pada tahun 2007 ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan penghormatan atas hak asaasi manusia. Dan, untuk memberi efek jera bagi pelaku kejahatan narkoba.

"Kualifikasi kejahatan pada pasal-pasal UU Narkotika di atas dapat disetarakan dengan `the most serious crimes` menurut ketentuan Pasal 6 ICCPR," demikian pertimbangan putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007. MK melanjutkan,”Frasa `kejahatan yang paling serius` dalam Pasal 6 ayat (2) ICCPR (Perjanjian Internasional atas Hak Sipil dan Politik Negara) tersebut tidaklah boleh dibaca terpisah dengan frasa berikutnya, yaitu sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat kejahatan itu dilakukan.”

Dalam perspektif hukum internasional, UU Narkotika di Indonesia adalah implementasi kewajiban yang lahir dari perjanjian internasional, in casu Konvensi Narkotika dan Psikotropika, pemberlakuan pidana mati terhadap kejahatan-kejahatan dimaksud justru merupakan salah satu konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Narkotika dan Psikotropika, yang intinya bagi negara pihak dapat memaksimalkan efektivitas penegakan hukum dalam kaitan dengan tindak pidana yang berkait dengan narkotika dan psikotropika dengan memperhatikan kebutuhan untuk mencegah kejahatan dimaksud.

Untuk itu, dalam konteks penolakan pemberian grasi, kedaulatan hukum yang diamanatkan oleh undang-undang, Presiden Jokowi turut memperindah renovasi bangunan hukum dan kedaulatan politik Indonesia. Bertahan dari intervensi dan tekanan pihak asing untuk mencampuri kedaulatan hukum Indonesia, menjadi bukti ketegasan dirinya dalam menjaga konstitusi, khususnya dalam semangat pemberantasan kejahatan narkotika. (AdA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun