Mohon tunggu...
Anonymous
Anonymous Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan ayam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi/Toleransi Beragama: Mewujudkan Harmoni dalam Keberagaman

11 Juni 2024   06:08 Diperbarui: 11 Juni 2024   06:30 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ABSTRAK

Moderasi dan toleransi beragama merupakan prinsip fundamental dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai. Sejarah menunjukkan bahwa berbagai agama dapat hidup berdampingan secara harmonis, dan Indonesia dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" adalah contoh nyata. Namun, tantangan terhadap moderasi dan toleransi beragama, seperti ekstremisme dan radikalisme, masih ada. Moderasi beragama tidak hanya penting dalam skala nasional, tetapi juga dalam hubungan internasional. Dalam konteks hukum, toleransi beragama dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Kurangnya toleransi berpotensi menimbulkan konflik, diskriminasi, dan ketidakadilan. Upaya untuk menciptakan toleransi beragama termasuk pendidikan, dialog antaragama, komitmen pemimpin agama, dan pengembangan kebijakan publik. Dengan memperkuat nilai-nilai moderasi dan toleransi, kita dapat membangun lingkungan yang inklusif dan berdaya, di mana setiap individu dihargai dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Ini adalah investasi penting bagi masa depan yang lebih harmonis dan sejahtera.

Kata Kunci: Moderasi, Toleransi, Ekstremisme, Radikalisme, Bhinneka Tunggal Ika

1. PENDAHULUAN 

Moderasi dan toleransi beragama adalah prinsip-prinsip fundamental yang menjadi landasan penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai. Di tengah keberagaman keyakinan dan praktik spiritual yang ada, kemampuan untuk hidup berdampingan dengan saling menghormati dan menghargai perbedaan adalah suatu keharusan. Tanpa toleransi, potensi konflik dan ketegangan sosial dapat meningkat, menghambat perkembangan masyarakat yang inklusif dan dinamis.

Sejarah telah menunjukkan bahwa berbagai agama telah hidup berdampingan secara harmonis di berbagai belahan dunia. Indonesia, misalnya, dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" telah lama menjadi contoh nyata bagaimana keberagaman dapat dirayakan. Meski begitu, tantangan terhadap moderasi dan toleransi beragama tetap ada, baik dari internal maupun eksternal. Ancaman ekstremisme dan adikalisme menjadi ujian besar yang harus dihadapi dengan kebijaksanaan dan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai kebersamaan.

Dalam konteks global yang semakin terhubung, moderasi beragama juga memiliki peran penting dalam diplomasi dan hubungan internasional. Kerjasama antarnegara dalam berbagai bidang seringkali didasarkan pada saling pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal yang ada di dalam ajaran agama masing-masing. Dengan memahami dan menerima keberagaman, kita dapat membangun komunitas yang kohesif dan saling mendukung, di mana setiap individu dapat hidup dengan tenang dan penuh rasa hormat. Dengan demikian, memperkuat nilai-nilai moderasi dan toleransi beragama adalah investasi penting bagi masa depan yang lebih harmonis dan sejahtera.

2. PEMBAHASAN ATAU ISI

a. Secara Bahasa

Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin Moderatio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. pengurangan kekerasan, dan 2. penghindaran keek streman. Jika dikatakan, "orang itu bersikap moderat", kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.

Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (ratarata), core (inti), standard (baku), atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara. Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i'tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai "pilihan terbaik". Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit yang memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan 3) pemimpin di pertandingan. Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti "segala yang baik sesuai dengan objeknya". Misalnya, kata "dermawan", yang berarti sikap di antara kikir dan boros, atau kata "pemberani", yang berarti sikap di antara penakut (al-jubn) dan nekad (tahawur), dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa Arab.

Sedangkan beragama berarti tindakan mengikuti atau memeluk suatu agama, serta aktif berpartisipasi dalam ibadah dan mematuhi ajaran agama tersebut. Hal ini juga mencakup menjalani hidup dengan cara yang selaras dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip agama yang dianut. Dalam penggunaan sehari-hari, istilah beragama juga dapat berarti memiliki minat atau kegemaran yang mendalam terhadap sesuatu yang dihargai atau dipandang penting.


b. Secara Istilah


Secara istilah, moderasi merujuk pada sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem, dan tidak radikal. Moderasi menekankan pada keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam beragama. Hal ini berarti bahwa seseorang yang menjalankan moderasi selalu berusaha untuk berada di tengah-tengah, menghindari sikap dan tindakan yang terlalu berlebihan ke satu arah atau yang lain. Moderasi juga berarti menghindari sikap yang berlebihan dalam menerapkan ajaran agama, yang dapat menyebabkan tindakan intoleran atau kekerasan. Dalam konteks beragama, moderasi mengajarkan umat untuk tidak terjebak dalam fanatisme atau sikap radikal yang dapat memecah belah masyarakat.

Lebih lanjut, moderasi juga dipahami sebagai sinergi antara keadilan dan kebaikan. Ini berarti bahwa sikap moderat bukan hanya tentang menghindari ekstremisme, tetapi juga tentang menjalankan kehidupan dengan prinsip keadilan yang menyeluruh dan berbuat baik kepada sesama. Dalam konteks ini, moderasi berfungsi untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di mana nilai-nilai keadilan dan kebaikan menjadi landasan utama dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian, moderasi mengajak umat untuk selalu bersikap adil, bijaksana, dan memberikan manfaat bagi orang lain tanpa memandang latar belakang agama, ras, atau budaya.

Sedangkan beragama menurut istilah yaitu menebar damai, menebar kasih sayang. kapanpun dimanapun dan kepada siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi untuk menyikapi keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah kita agar harkat, derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan terlindungi. Oleh karena itu, mari senatiasa menebarkan kedamaian dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Beragama itu menjaga, menjaga hati, menjaga perilaku diri, menjaga seisi negeri ini.

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya. hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Beragama berarti menyebarkan kedamaian dan kasih sayang kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Beragama tidak dimaksudkan untuk membuat semua orang menjadi seragam dalam perbedaan, tetapi untuk menghadapi keragaman dengan kebijaksanaan. Agama ada di tengah kita untuk memastikan bahwa harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan kita selalu terjaga dan terlindungi. Karena itu, jangan gunakan agama sebagai alat untuk saling menegasikan, merendahkan, atau menghilangkan satu sama lain. Sebaliknya, mari kita selalu menyebarkan kedamaian kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Beragama berarti menjaga, menjaga hati, perilaku diri, seluruh negeri, dan bahkan alam semesta ini. Oleh karena itu, moderasi beragama adalah cara kita memandang agama dengan sikap moderat, yaitu memahami dan mengamalkan ajaran agama tanpa sikap ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian, dan keretakan hubungan antarumat beragama adalah masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Di Indonesia hukum untuk toleransi beragama sudah diatur secara jelas dan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal-pasal yang mengatur tentang kebebasan beragama, seperti Pasal 28E ayat (1) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya". (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. serta Pasal 29 yang menjamin bahwa: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu, prinsip "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Sila Pertama Pancasila dan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-IV: "... maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa..". Ini menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai spiritual dalam pembentukan dan pengelolaan negara.

Negara Indonesia tidak hanya mengakui keberagaman agama, tetapi juga bertanggung jawab untuk melindungi dan menghormati hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agama dan kepercayaannya tanpa diskriminasi. Hal ini tercermin dalam komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum serta fasilitas yang memadai bagi semua umat beragama untuk melaksanakan ibadah dan praktik keagamaan mereka. Prinsip-prinsip ini menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi toleransi dan pluralisme agama, di mana setiap individu memiliki hak untuk memilih dan mengamalkan agama atau kepercayaannya secara bebas tanpa tekanan dari pihak manapun. Ini adalah fondasi yang kuat dalam membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan berkeadilan bagi semua warganya.

Tidak menerapkan sikap toleransi dalam masyarakat berpotensi memunculkan berbagai dampak yang merugikan dan serius. Tanpa toleransi, kita berisiko mengalami peningkatan konflik dan pertentangan. Ketidakmampuan untuk menerima perbedaan dapat mengakibatkan konflik antar kelompok dengan beragam intensitas, bahkan hingga eskalasi ke bentuk-bentuk konflik yang lebih serius seperti konflik bersenjata atau perang. Beberapa dampak jika tidak ada toleransi beragama yaitu:

1) Peningkatan Konflik dan Pertentangan: Ketidakmampuan menerima perbedaan berpotensi memicu konflik antar kelompok dengan berbagai tingkat intensitas, bahkan hingga eskalasi ke bentuk-bentuk konflik yang lebih serius seperti perang..

2) Munculnya Diskriminasi dan Ketidakadilan: Kurangnya toleransi dapat menghasilkan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kelompok minoritas, berdasarkan aspek-aspek seperti ras, agama, atau gender.

3) Penurunan Kualitas Hidup Masyarakat: Konflik dan ketegangan sosial mengakibatkan harmoni sosial menjadi terganggu, menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

4) Terhambatnya Pembangunan Sosial dan Ekonomi: Konflik yang berlarut-larut mengganggu kerjasama antar individu dan kelompok, sementara diskriminasi menghambat akses yang merata terhadap sumber daya dan peluang, sehingga menghambat pembangunan sosial dan ekonomi.

5) Hilangnya Keberagaman dan Keanekaragaman: Kehilangan toleransi dapat mengancam keberagaman dan keanekaragaman masyarakat, mereduksi kekayaan budaya serta identitas suatu bangsa.

Perlunya menerapkan sikap toleransi dalam masyarakat sebagai fondasi yang kuat untuk mempromosikan kedarnaian, keadilan, dan kemajuan bersama. Toleransi adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan berdaya, di mana setiap individu dihargai dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dalam keragaman yang ada.

Terdapat beragam upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan toleransi beragama dalam masyarakat, antara lain:

1. Pendidikan dan Kesadaran: Mendorong pendidikan tentang toleransi, pluralisme, dan pemahaman agama yang inklusif sejak kurangnya toleransi beragama dapat mengakibatkan konflik, ketegangan, dan bahkan kekerasan antarumat beragama. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk berkomitmen dalam menciptakan lingkungan. yang inklusif, di mana setiap individu dapat merasa aman dan dihormati dalam menjalankan keyakinannya. 

2. Dialog Antar Agama: Membangun forum-dialog antaragama yang terbuka dan inklusif dapat memperkuat pemahaman dan mengurangi ketegangan antarumat beragama.

3. Komitmen Pemimpin Agama: Pemimpin agama memiliki peran penting dalam mempromosikan toleransi. Mereka dapat menjadi model dan mengadvokasi nilai-nilai toleransi melalui ceramah, pengajaran, dan aksi nyata.

4. Pemberdayaan Komunitas Lokal: Menggalang dukungan dari komunitas lokal, termasuk pemuka agama, tokoh masyarakat, dan pemimpin adat, untuk membangun budaya toleransi dan perdamaian.

5. Pengembangan Kebijakan Publik: Menerapkan kebijakan publik yang mendukung dan melindungi hak-hak agama serta menghormati keberagaman sebagai bagian integral dari identitas nasional.

6. Penggunaan Media dan Teknologi: Memanfaatkan media dan teknologi untuk mendukung narasi yang mengedepankan perdamaian, toleransi, dan kerjasama antaragama.

7. Kegiatan Bersama: Mengadakan kegiatan-kegiatan bersama antarumat beragama, seperti festival budaya atau kegiatan sosial, untuk mempererat ikatan sosial dan membangun rasa saling menghargai.

8. Pengembangan Riset dan Studi: Melakukan riset dan studi tentang toleransi beragama untuk memahami lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi dan strategi yang efektif dalam menciptakan toleransi.

9. Advokasi dan Perjuangan HAM: Mendukung advokasi dan perjuangan hak asasi manusia (HAM), termasuk hak-hak kebebasan beragama, untuk menjamin perlindungan yang adil bagi semua individu tanpa memandang agama atau kepercayaan. 

10. Kemitraan Antarlembaga: Membangun kemitraan antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, lembaga agama, dan sektor swasta dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih toleran dan inklusif.

3. KESIMPULAN 

Dalam ringkasan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa moderasi dan toleransi beragama adalah fondasi penting dalam membangun masyarakat yang harmonis. Meskipun tantangan dari ekstremisme dan radikalisme tetap ada, nilai-nilai ini terbukti vital untuk menjaga perdamaian dan keberagaman. Tidak menerapkan toleransi beragama berpotensi mengakibatkan berbagai dampak negatif, termasuk peningkatan konflik, munculnya diskriminasi, dan penurunan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memperkuat nilai-nilai moderasi dan toleransi ini.

Upaya-upaya seperti pendidikan, dialog antaragama, komitmen pemimpin agama, dan pengembangan kebijakan publik sangat penting untuk mencapai tujuan ini. Dengan menerapkan upaya-upaya tersebut, kita dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan berdaya, di mana setiap individu dihargai dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dalam keragaman yang ada. Dengan demikian, memperkuat moderasi dan toleransi beragama bukan hanya untuk kebaikan masa depan, tetapi juga sebagai tanggung jawab bersama dalam menjaga keberagaman sebagai aset berharga bagi bangsa dan umat manusia.

___________________________________________________________________________

REFERENSI

Kementerian Agama Republik Indonesia. "Toleransi Beragama." Diakses pada 31 Mei 2024, dari https://kemenag.go.id/hindu/toleransi-beragama-hyyty.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. "Keberagaman Sebagai Karakteristik Bangsa Indonesia." Diakses pada 9 Juni 2024, dari https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11505.

Penulis:

Artikel ini ditulis oleh kelompok 7 Kewarganegaraan, Universitas Andalas yang beranggotakan:

-  Silvia Sufitri (2310341004)

- Natasya Salsabila ( 2310341005)

- Rivaldi Dwi Putra (2310342010)

- Zafran Ahmad Diar (2310343001)

- Allya Rahma Satriani (2310343005)

- Zhynta Zahira (2310343018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun