Mohon tunggu...
Anonymous
Anonymous Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan ayam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi/Toleransi Beragama: Mewujudkan Harmoni dalam Keberagaman

11 Juni 2024   06:08 Diperbarui: 11 Juni 2024   06:30 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Secara istilah, moderasi merujuk pada sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem, dan tidak radikal. Moderasi menekankan pada keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam beragama. Hal ini berarti bahwa seseorang yang menjalankan moderasi selalu berusaha untuk berada di tengah-tengah, menghindari sikap dan tindakan yang terlalu berlebihan ke satu arah atau yang lain. Moderasi juga berarti menghindari sikap yang berlebihan dalam menerapkan ajaran agama, yang dapat menyebabkan tindakan intoleran atau kekerasan. Dalam konteks beragama, moderasi mengajarkan umat untuk tidak terjebak dalam fanatisme atau sikap radikal yang dapat memecah belah masyarakat.

Lebih lanjut, moderasi juga dipahami sebagai sinergi antara keadilan dan kebaikan. Ini berarti bahwa sikap moderat bukan hanya tentang menghindari ekstremisme, tetapi juga tentang menjalankan kehidupan dengan prinsip keadilan yang menyeluruh dan berbuat baik kepada sesama. Dalam konteks ini, moderasi berfungsi untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di mana nilai-nilai keadilan dan kebaikan menjadi landasan utama dalam berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian, moderasi mengajak umat untuk selalu bersikap adil, bijaksana, dan memberikan manfaat bagi orang lain tanpa memandang latar belakang agama, ras, atau budaya.

Sedangkan beragama menurut istilah yaitu menebar damai, menebar kasih sayang. kapanpun dimanapun dan kepada siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi untuk menyikapi keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah kita agar harkat, derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan terlindungi. Oleh karena itu, mari senatiasa menebarkan kedamaian dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Beragama itu menjaga, menjaga hati, menjaga perilaku diri, menjaga seisi negeri ini.

Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya. hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Beragama berarti menyebarkan kedamaian dan kasih sayang kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Beragama tidak dimaksudkan untuk membuat semua orang menjadi seragam dalam perbedaan, tetapi untuk menghadapi keragaman dengan kebijaksanaan. Agama ada di tengah kita untuk memastikan bahwa harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan kita selalu terjaga dan terlindungi. Karena itu, jangan gunakan agama sebagai alat untuk saling menegasikan, merendahkan, atau menghilangkan satu sama lain. Sebaliknya, mari kita selalu menyebarkan kedamaian kepada siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Beragama berarti menjaga, menjaga hati, perilaku diri, seluruh negeri, dan bahkan alam semesta ini. Oleh karena itu, moderasi beragama adalah cara kita memandang agama dengan sikap moderat, yaitu memahami dan mengamalkan ajaran agama tanpa sikap ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian, dan keretakan hubungan antarumat beragama adalah masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Di Indonesia hukum untuk toleransi beragama sudah diatur secara jelas dan tegas dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal-pasal yang mengatur tentang kebebasan beragama, seperti Pasal 28E ayat (1) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya". (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. serta Pasal 29 yang menjamin bahwa: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu, prinsip "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Sila Pertama Pancasila dan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-IV: "... maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa..". Ini menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai spiritual dalam pembentukan dan pengelolaan negara.

Negara Indonesia tidak hanya mengakui keberagaman agama, tetapi juga bertanggung jawab untuk melindungi dan menghormati hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agama dan kepercayaannya tanpa diskriminasi. Hal ini tercermin dalam komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum serta fasilitas yang memadai bagi semua umat beragama untuk melaksanakan ibadah dan praktik keagamaan mereka. Prinsip-prinsip ini menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi toleransi dan pluralisme agama, di mana setiap individu memiliki hak untuk memilih dan mengamalkan agama atau kepercayaannya secara bebas tanpa tekanan dari pihak manapun. Ini adalah fondasi yang kuat dalam membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan berkeadilan bagi semua warganya.

Tidak menerapkan sikap toleransi dalam masyarakat berpotensi memunculkan berbagai dampak yang merugikan dan serius. Tanpa toleransi, kita berisiko mengalami peningkatan konflik dan pertentangan. Ketidakmampuan untuk menerima perbedaan dapat mengakibatkan konflik antar kelompok dengan beragam intensitas, bahkan hingga eskalasi ke bentuk-bentuk konflik yang lebih serius seperti konflik bersenjata atau perang. Beberapa dampak jika tidak ada toleransi beragama yaitu:

1) Peningkatan Konflik dan Pertentangan: Ketidakmampuan menerima perbedaan berpotensi memicu konflik antar kelompok dengan berbagai tingkat intensitas, bahkan hingga eskalasi ke bentuk-bentuk konflik yang lebih serius seperti perang..

2) Munculnya Diskriminasi dan Ketidakadilan: Kurangnya toleransi dapat menghasilkan diskriminasi dan ketidakadilan terhadap kelompok minoritas, berdasarkan aspek-aspek seperti ras, agama, atau gender.

3) Penurunan Kualitas Hidup Masyarakat: Konflik dan ketegangan sosial mengakibatkan harmoni sosial menjadi terganggu, menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun