Mohon tunggu...
Anonymous
Anonymous Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Makan ayam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peninjauan dan Implementasi Penegakan Hukum dalam Prinsip Kerakyatan dan Keadilan Sosial

4 Juni 2024   04:46 Diperbarui: 4 Juni 2024   05:09 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pancasila tetap menjadi dasar negara meski UUD 1945 mengalami perubahan. Tidak ada perubahan filosofis, tetapi yang terjadi adalah perubahan yuridis. Pancasila tetap menjadi dasar dari UUD 1945. Yang berubah adalah bagaimana UUD 1945 pasca Perubahan mencoba membawa kita mewujudkan tujuan Indonesia Merdeka.

Argumentasi tentang pilkada oleh DPRD Provinsi dapat kami terima sebelum Perubahan. Sebagai lembaga tertinggi negara, MPR menjadi forum permusyawaratan seluruh bangsa Indonesia. Berdasarkan hasil musyawarah (Garis-garis Besar Haluan Negara), MPR mengangkat Presiden sebagai mandataris. Semua kepala daerah menjadi perpanjangan tangan Presiden, karena mereka adalah wakil Pemerintah Pusat di daerah. Jika aspirasi rakyat tidak tertampung, maka kita masih bisa berharap MPR menjadi forum solusi bersama.

Namun argumentasi itu menjadi terhenti ketika Perubahan UUD 1945 mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat. MPR tidak lagi bermusyawarah menghasilkan GBHN. Presiden menjadi mandataris rakyat yang dipilih secara terpisah dari kepala daerah. MPR, DPR, dan DPRD tidak lagi berbeda secara hakikat. Semua sama-sama hasil pemilihan dengan suara mayoritas, sehingga tidak semua elemen masyarakat terwakili. Oleh karena itu, tidak semua unsur rakyat terwakili dalam memilih kepala daerah.

DPRD Provinsi terdiri dari para politisi yang terpilih dalam pemilu. Politisi pada dasarnya adalah kader partai. Oleh karena itu mereka adalah partisan. Karena partisan, adakah hikmat kebijaksanaan yang bisa kita harapkan dari mereka? Jika hikmat kebijaksanaan saja masih mencari, “musyawarah” seperti apakah yang bisa mereka hasilkan?

Berdasarkan uraian di atas, maka demokrasi menurut sila ke-4 bukanlah “demokrasi perwakilan”. Perwakilan yang tidak menyeluruh tidak akan menjadi suatu permusyawaratan. Tanpa permusyawaratan, tidak akan muncul hikmat kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan, kita hanya akan mendapatkan kepemimpinan yang pandir. Kerakyatan yang dipimpin oleh kepandiran adalah kekacauan.

Penegakan hukum pada saat ini menjadi bahan diskusi yang cukup menarik. Diskusi yang muncul bukan karena positifnya penegakan hukum, namun mengarah pada negatifnya penegakan hukum. Bahkan ada yang berpendapat bahwa “hukum itu tajam ke bawah tapi tumpul ke atas”, “penegakan hukum itu tebang pilih”, penegakan hukum dikaitkan dengan “wani piro”, “membela yang bayar”, “penegak hukum korup”, dan komentar-komentar negatif lainnya. Dengan adanya komentar “miring” terkait dengan penegakan hukum ini tentu sangat tidak menguntungkan bagi para penegak hukum itu sendiri.Sebetulnya tidak semua penegak hukum mempunyai mental korup seperti yang diuraikan di atas, masih banyak penegak hukum yang bermental baik. 

Kemungkinan masih banyak penegak hukum yang bermental baik daripada penegak hukum yang bermental buruk (korup). Meskipun jumlahnya sedikit namun efeknya orang berkesimpulanbahwa para penegak hukum semuanya sudah bermental korup. Ini ibarat peribahasa “nila setitik rusak susu sebelanga”, artinya sebetulnya tidak banyak penegak hukum yang bermental korup seperti di atas, namun rusaklah nama penegak hukum secara keseluruhan.Kita pernah dihebohkan dengan berita seorang nenek tua yang didakwa mencuri kokoa. Penyidik dan Penuntut Umum bertindak sangat legalistik dengan tetap melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap nenek tua tersebut. 

Namun, hakim dengan pertimbangan yang sangat manusiawi membebasakan nenek tua tersebut bahkan hakim tersebut memelopori memberikan sumbangan yang akhirnya diikuti oleh para hadirin yang mengikuti jalannya sidang tersebut. Dengan kasus ini menunjukkan bahwa ternyata masih ada penegak hukum (hakim) yang berjiwa mulia dan memutuskan dengan pertimbangan untuk seadil-adilnya.

Situasi kurang baiknya penegakan hukum, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pendidikan hukum. Dalam proses pendidikan hukum sudah barang tentu tidak mudah untuk meyakinkan para peserta didik (mahasiswa) agar menjadi sarjana hukum yang bermental baik. Ditambah lagi, dalam kenyataannya sering dijumpai nasib penegak hukum yang baik/jujur tidak lebih baik (kaya) dari penegak hukum yang tidak baik/tidak jujur. Kondisi semacam ini tentu menjadi contoh yang tidak baik dalam dunia pendidikan hukum. 

Penegakan hukum sekarang ini sering menjadi bahan diskusi yang mengarah pada sisi negatif ketimbang positif. Situasi semacam ini sedikit banyak akan tidak menguntungkan dunia pendidikan. Manakala penegakan hukum bergerak ke arah negatif, maka dunia pendidikan juga akan mengarah ke sisi negatif dan begitu sebaliknya. Hal terpenting dalam penegakan hukum sesungguhnya adalah dengan ditegakkannya hukum itu maka tujuan 

hukum akan terlaksana. Penegakan hukum di Indonesia menghadapi masalah antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun