Suatu hari seorang penjual kecap terlihat duduk di warung kopi. Tidak seperti penikmat kopi lainnya, penjual kecap justeru memesan secangkir teh hangat. Pelayan kedai menawarkan kopi terbaknya, tapi ditolak oleh penjual kecap. Bersama secangkir teh itu, penjual kecap tampak bercerita dengan beberapa orang di meja seberang sana. Samar terdengar, penjual kecap itu ternyata seorang Ilmuan, Profesional dan juga Pegawai Negeri Sipil. Pembicaraannya semakin menarik perhatian pengunjung lainnya, karena diceritakan sambil memperlihatkan tablet, harta berupa emas batangan dan deposito milyaran rupiah di beberapa bank. Penjual kecap itu ternyata orang yang kaya raya.Â
Penikmat kopi yang lain terus menikmati kopi sambil sesekali melirik ke Penjual Kecap yang tampak sibuk menelfon petinggi-petinggi Negara untuk memudahkan urusan-urusan. Sesekali penjual kecap bercerita heroisme, tentang masa lalunya, dan prestasi yang pernah diraih. Meskipun hanya penjual kecap, tapi dia dekat pejabat, dan mampu membeli hukum, dan mengatur penegakan hukum.Â
Perhatian pengunjung lain, lebih tertuju pada Penjual Kecap, dibandingkan dengan berita di layar kaca. Mungkin Pengunjung lain menanti untuk disapa atau sekedar menjadi mitra kerja sang penjual kecap yang super hebat dalam cerita dan kisah itu.Â
Sesekali terlihat penjual kecap, memanggil pelayan, dan meminta beragam snack yang tersedia. Sesekali penjual kecap menunjukkan kekuasaannya di warung tersebut. Seolah dialah pengunjung paling penting di warung kopi itu. Pengunjung lain semakin tertarik dan terus bertahan di warung kopi itu, sambil berharap, agar penjual kecap yang kaya raya tersebut.
Hari semakin sore, pengunjung lain mulai gelisah, namun tetap penasaran dengan penjual kecap. Akhirnya satu persatu pengunjung membayar kopi dan snack, dan meundukkan badan, serta melempar senyum kepada penjual kecap. Penjual kecap dari kejauhan terdengar berkata: "dia kenal saya, tapi saya tidak kenal. Beginilah kalau banyak relasi, kadang kita lupa."
Tiba-tiba seorang anak muda datang, duduk diam sendiri di sudut meja yang lain. Setelah menikmati kopinya, anak muda itu menghampiri kasir, dan membayar semua tagihan pengunjung yang ada di warung kopi tersebut. Penjual Kecap merasa keberatan, dan menghampiri kasir sambil membuka dompet, dan mau membayar terlebih dahulu. Kasir mengatakan, "sudah dibayar semua Pak."Â
Penjual kecap marah, dan menghardik pelayan, sambil kembali melanjutkan cerita tentang kekayaannya. Anak muda tadi pamit, dan berbisik kepada penjual kecap, "Uang pembayaran tadi berasal dari hasil kerja saya, bukan dari hasil menipu dan membodohi orang. Bapak mungkin hebat, punya harta, kekayaan, tapi sayang itu sekedar cerita, karena ada orang yang telah bapak dustai, dan sekarang bapak mau menghancurkan orang itu. Dialah yang memberi saya uang, untuk membayarkan semuanya."
Penjual kecap murka dan marah, mencabut badik, dan berusaha menikam anak muda itu, tapi anak muda itu tidak lari, dan melakukan perlawanan dengan tangan kosong. Akhirnya anak muda itu terkapar, bersimbah darah, dan si Penjual Kecap kembali bercerita tentang harta kekayaan dan kehebatannya berhasil menikam orang.Â
Semoga kita yang membaca tidak memliki sifat seperti Penjual Kecap itu. Karena kita Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H