Desas-desus akan dibongkarnya kasus HAM jika Prabowo Subianto terpilih mengundang kontroversi. Pasalnya menurut Fahri Hamzah bakal mengerikan dan mengandung konspirasi tingkat tinggi sebagaimana dia cuitkan dalam akun twitternya.
Jika pengungkapan kasus HAM ini dijalani serius, tentu menjadi sebuah angin segar di tengah ketidakpastian hukum selama dua dekade. Dari pemerintahan satu ke pemerintahan lain selalu dibebankan oleh sejarah gelap republik ini: menuntaskan kasus HAM.
Namun publik meragukan komitmen Prabowo membongkar kasus HAM ini, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang jika terpilih jadi Presiden. Karena bagaimana pun, Prabowo adalah bagian dari pelaku sejarah yang menyebabkan banyak korban berjatuhan.
Prabowo disinyalir aktor intelektual di balik penculikan para aktivis pro-demokrasi. Dia membentuk Tim Mawar, tim kecil dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Angkatan Darat ABRI, yang melakukan operasi senyap menculik para aktivis pro-demokrasi tahun 1998 dan telah divonis pengadilan karena terbukti melakukan penculikan tersebut
Prabowo dituduh secara sepihak mengerahkan pasukannya selama kerusuhan 1998. Prabowo juga disebut-sebut sebagai dalang kekerasan etnis yang terjadi di beberapa kota di Indonesia pada masa-masa genting itu.
Prabowo pun dituding menggerakkan pasukan Kostrad ke Jakarta, di luar komando resmi Wiranto sebagai Paglima ABRI, untuk mengepung rumah Presiden BJ Habibie pada 22 Mei 1998, sehari usai Soeharto lengser dan Habibie dilantik sebagai presiden menggantikannya.
Surat rekomendasi pemecatan Prabowo tertanggal 21 Agustus 1998 menyebut Prabowo melanggar etika sebagai prajurit yg akhirnys memang Prabowo dipecat dari kedinasan militernya oleh Keputusan Panglima ABRI saat itu Jenderal Wiranto.
Atas semua tuduhan yang beredar di sekeliling dirinya pada tahun 1998 itu, Prabowo terus mengatakan hal serupa: ia selalu mengelak dan mengatakan atas nama menghormati atasan. Intinya: ia tak mau menjelaskan apapun.
Karena itu apa yang dikatakan Fahri Hamzah sudah semestinya dibuka selebar-lebarnya dan dibongkar abis hingga ke akar-akarnya agar noktah hitam republik ini menjadi "bersih" dan jelas. Bagaimana pun kasus HAM ini akan selalu menjadi beban sejarah bangsa ini yang bergerak dari generasi ke generasi.
Jika semua ini telah diungkap, maka periode kelam kemanusiaan ini tidak boleh terulang. Masyarakat Indonesia sudah lelah melihat drama saling tuding para elit politik semata-mata hanya untuk menutupi borok kronis yang ada dalam dirinya. Siapa pun presidennya, kita dorong agar menegakkan keadilan bagi para korban dan keluarganya yang telah menunggu keadilan selama 20 tahun.
Nanti setelah diungkap fakta sebenarnya, maka presiden punya hak prerogratif untuk perintahkan Jaksa Agung melakukan deponeering (penghentian perkara) jika dampaknya akan buruk bagi bangsa secara keseluruhan. Sebaliknya, jika mengendapkan fakta itu justru akan lebih buruk karena akan menjadi preseden yang dapat diulangi lagi di masa mendatang.
Ahmad Nabil Bintang
Penulisan  adalah Kordinator Aliansi Mahasiswa Peduli HAM (AMPUH) dan Ketua DEMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H