:
Mobilisasi massa atau pengerahan massa pada momentum pesta demokrasi Indonesia bukan merupakan hal asing. Mobilisasi massa seringkali dijadikan gerakan mendasar yang dilakukan oleh bakal calon dalam mendulang dukungan.
Mobilisasi sebagai gerakan sosial politik, bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berusaha semaksimal mungkin untuk menggapai tujuan mobilisasi massa. Bersama team relawan dan partisan politik, bakal calon mengerahkan massa sebagai front stage panggung dukungan politik.
Semisal saya mengambil sample kecil, hari ini Kabupaten Manggarai Barat melangsungkan deklarasi salah satu paket Bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Gema gemuruh deklarasi terlintas dalam jendela beranda sosial media melalui kerja dan kinerja loyalis. Namun , beranda sosial media juga diisi oleh postingan hadirnya massa yang dimobilisasi.
Nampak jelas, dari sudut kecamatan dan desa beramai ramai mendatangi ibu kota kabupaten dalam rangka mendukung pasangan bakal calon yang dijagokan. Apakah ini sebagai gerakan sosial "massa" atau disosialkan saja? Saya tidak tahu pasti, yang pasti adalah panggung depan sosial media menampilkan wajah supporting.(inilah politik media sosial).
Kembali pada substansi mobilisasi massa bahwasannya aktivitas mobilisasi tidak bisa didefinisikan sebagai gerakan sosial pada hal negatif. Tetapi bergeserlah pada substansi positif. Akan tetapi efek dari mobilisasi massa tetap menjadi poin utama.
Ketika hari ini massa menggetarkan panggung politik dengan gerakan sosial, apa timbal balik yang dilakukan bakal calon ketika nantinya terpilih ?
Mobilisasi Massa dan Daya politik Massa
Mobilisasi massa atau pengerahan massa untuk kepentingan politik tidak terlepas dari kerja bakal calon dan para team sukses beserta relawan di masing masing wilayah kerja. Bakal calon tentunya melalui team kerja berusaha untuk mendatangkan massa dengan cara mereka masing masing.
Namun dibalik kerja dan kinerja bakal calon untuk mendatangkan massa, ada hal yang perlu dipikirkan bahwa daya politik massa era sekarang setidaknya ada perubahan.
Kemampuan massa dalam memilah dan memilih bakal calon tidak lagi mengacu pada politik tradisional dan transaksional. Akan tetapi rasionalitas politik dikedepankan. Artinya bahwa sumber daya manusia era sekarang mampu menggeser budaya politik tradisional dan transaksional dalam menentukan pilihan politik.
Daya atau kemapuan massa dalam politik bisa dilihat dari segi kemampuan mereka mendeskripsikan apa , bagaimana dan mengapa mereka mendukung salah saya bakal calon kepala daerah.