Mohon tunggu...
Acik Mdy
Acik Mdy Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Love flower, love gardening. Love what you grow, and what you love will grow.\r\n\r\nhttp://acikmdy-garden.blogspot.com\r\nhttp://acikmdy-recipe.blogspot.com\r\nhttp://acikmdy-journey.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mahasiswa, Bijaklah Mengatur Uang Bulananmu

26 Mei 2013   23:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:59 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini saya buat hanya sebagai gambaran saja bagi adik-adik mahasiswa yang saat ini tengah menempuh pendidikannya, terutamanya bagi para adik mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan ditanah rantau. Jauh dari orangtua, jauh dari sanak saudara, bukan berarti harus menjadi orang yang bebas sebebas-bebasnya, tanpa batas dan tanpa kendali. Namun haruslah belajar menjadi seorang yang bijak dalam segala hal, termasuk keuangan yang harus dipertanggungjawabkan, bilamana memang uang bulanan itu dari orangtua, maupun dari pihak lain (misal pemberi beasiswa).

Entah sudah beberapa kali seorang saudara yang tengah menempuh pendidikan strata 1 dikota pelajar menghubungi saya ketika keadaan kepepet (kehabisan uang bulanan). Awalnya, dengan senang hati saya mau untuk membantunya, berusaha mengeluarkan dia dari masalah keuangan yang tengah dihadapi. Bantuan saya tentu bukanlah memberikan dia uang untuk menutup kekurangan biaya hidupnya di kota pelajar, namun memberikan segala masukan yang memungkinkan agar dirinya bisa mengontrol keuangannya.

Bulan pertama, bulan kedua, dst…berhasil, namun dibeberapa bulan selanjutnya masalah yang sama muncul lagi,…uang bulanan yang dia terima tidaklah cukup untuk biaya hidupnya selama satu bulan. Kemudian kami beri solusi lagi, dan lagi…namun ternyata kali ini hanya bertahan singkat. Saya bertanya-tanya, sebenarnya tidak cukup karena memang untuk memfasilitasi diri dalam menempuh pendidikan (misal beli buku), atau karena hal sebab lain karena gaya hidup?? Dari keterangan yang disampaikan saudara, tidak keduanya, artinya uang bulanan habis bukan karena beli buku maupun karena gaya hidup. Singkat kata, mengakunya hidupnya biasa saja sebagai seorang mahasiswa yang hidup ditanah rantau.

Sampai suatu saat, baru-baru ini terbongkar apa sebenarnya yang menyebabkan uang bulanannya baru dua minggu sudah ludes (beasiswa untuk biaya hidup + beasiswa untuk pembelian buku). Jadi, bila ditambahkan uang kiriman dari sang ayah, yang selalu dimintanya tiap bulan guna menutup biaya hidup hingga akhir bulan, maka total semuanya sudah hampir sama dengan biaya hidup saya dan suami selama sebulan dikota Jakarta. Fantastis! Sungguh sangat fantastis, seorang mahasiswa dalam satu bulan bisa menghabiskan biaya hidup yang kalau saya bilang cukup besar dan tak wajar. Apa gerangan yang ada dibalik itu semua?? Dari pembicaraan yang tak sengaja ia lontarkan, ternyata tiap kali makan harus masuk foodcourt, saban waktu beli pakaian, beli tas, beli sepatu, serta pernak-pernik wanita lainnya. Malah dengan santai dan tanpa berdosa mengatakan pada saya, bahwa saat ini ia sedang koleksi tas! Maka, saya hanya bisa katakan padanya…”enak dong ya tasnya banyak bisa ganti-ganti…”. Dengan perih dan sedih saya mengatakan hal itu, karena bila mengingat orang tuanya, ayah dan ibunya tiap hari mengais rejeki diareal perkebunan nan panas, dan bila hujan sudah pasti akan kehujanan.  Dan sebentar lagi ayahnya sudah akan pensiun dari pekerjaannnya.

Terakhir kali, beberapa hari yang lalu, sepertinya keadaannya sudah sangat memburuk, hingga mengharuskannya menjual handphone, juga harus meminjam uang kiri-kanan (meminjam uang temannya). Ya, saya sudah tak bisa berkata apa-apa lagi, saya hanya bisa katakan padanya, “kamu sudah saya anggap dewasa karena sudah menyandang status mahasiswa, pada dasarnya kamu sudah tahu mana yang baik mana yang tidak baik, bisa memilah-milah sendiri”. Bukan karena saya tak peduli, namun sudah berbusa mengingatkan, tapi lagi-lagi kekurangan uang bulanan selalu saja dihadapinya. Yang lebih miris lagi, bulan ini sudah jual handphone dan sudah minta uang ke ayahnya, masih saja kurang, lagi…lagi …dari pengakuannya dengan nada tanpa bersalah, uang hasil jual handphone dipakainya untuk membeli pakaian, dan uang yang baru saja dikirim ayahnya dipakai untuk membeli softlens. Saya hanya berpikir, apakah dikampus itu jadi ajang pentas penampilan??...

Ya, hidup ditanah rantau memang banyak tantangannya. Godaan akan selalu ada yang menghampiri. Bergaya hidup bak mahasiswa kelas gedongan agar mendapat tempat terhormat dimata teman-teman dilingkungan kampus kerap kali membuat seorang mahasiswa menjadi buta tujuannya datang ketanah rantau. Kalau orangtuanya didaerah seberang adalah seorang konglomerat, ya tidak masalah, nah kalau orangtua didaerah seberang hanya seorang biasa, ya sungguh kasian orantuanya. Ya, mungkin orangtua saudara saya itu bangga dengan anaknya yang mempunyai IPK 3,…namun mereka tidak pernah tahu bahwa selama ini anaknya mengerjakan tugas laporan serta praktikum dengan masteran. Untuk yang ini tentu adik-adik mahasiswa abad ini sudah tahu apa itu “budaya masteran”.

Mengatur keuangan dengan bijak itu sangat penting. Apalagi hidup ditanah rantau seorang diri dimana segala sesuatunya harus diurus sendiri. Dan justru hidup ditanah rantau seorang diri itulah saatnya digunakan untuk belajar mandiri, memanage uang bulanan dengan baik. Apalagi seperti kasus saudara saya ini, uang bulanan yang tiap bulan ia terima adalah dari pihak pemberi beasiswa, tentu ini ada sebuah tanggung jawab moral atasnya. Bukan mentang-mentang itu adalah pemberian dari beasiswa maka boleh digunakan seenaknya.

Mungkin akan terasa sangat sulit apabila setiap saat selalu menekan keinginan untuk membeli ini dan itu. Rasa ingin bergaya seperti teman-teman, punya tas bagus bermerk, punya sepatu banyak, punya baju banyak, tentu semua rasa itu tak mampu untuk disingkirkan. Namun, bagi seorang mahasiswa yang datang dari keluarga biasa, dan menempuh pendidikan ditanah rantau, khusus untuk hal ini harus diperhatikan. Karena mengingat tujuan sekolah itu untuk mendapat ilmu bukan untuk ajang bergaya bak selebritis yang tiap hari harus ganti model baju, ganti model sepatu, juga berganti model tas. Sekolah, ya sekolah…mencari ilmu untuk masa depan. Dan percayalah akan ada saatnya nanti, menikmati itu semua. Menikmati hasil perjuangan jerih payah serta pengorbanan akan sebuah pendidikan, yang terasa sangat sulit dan terasa sangat mahal harganya bagi mereka yang berasal dari kelas bawah, asal dengan sungguh-sungguh menempuh pendidikan. Salam, Semangatlah anak Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun