Kekerasan dalam rumahtangga (KDRT), kian marak saja. Banyak diantara kasus itu tidak terungkap, dan hanya disimpan oleh warga sekitar saja, terutamanya bila hal ini terjadi di desa-desa. Ini tentu sangat mengkhawatirkan, terutamanya bila itu menimpa orang-orang yang ada disekitar kita.
Sebut saja Ros (bukan nama sebenarnya) yang berprofesi sebagai ibu rumahtangga, KDRT itu sudah biasa dalam kehidupan rumahtangganya. Sang suami yang berprofesi sebagai wiraswasta, cukup membuat mereka sebagai pasangan suami istri yang terbilang sukses, kaya raya dikampungnya. Ros mempunyai dua anak yang sudah dewasa saat ini. Ros sering sekali mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya. Entah apa alasannya, semua itu tidak jelas. Banyak tetangga yang bilang itu pesugihan sang suami agar semakin kaya. Kerabatnya sering sekali marasa pilu bila melihat Ros dianiaya suaminya. Sampai kepala dijahit karena dihantam barang-barang yang ada dirumah itu biasa. Namun Ros beserta keluarga selama bertahun-tahun tidak bisa berbuat apa-apa, hanya diam saja, pasrah terhadap nasib. Kata bercerai itu pantang untuknya. Karena lebih memilih mempertahankan rumah tangganya. Jadi, apapun kekerasan yang diterimanya, Ros terima saja dengan lapang dada.
Kemudian ada Mita (bukan nama sebenarnya). Mita adalah sesosok wanita mandiri sejak kecil. Orangtuanya yang bercerai sejak ia masih kanak-kanak, membuatnya harus berjuang keras menjalani hidupnya. Mita berprofesi sebagai karyawan swasta. Sejak lulus dari sekolahnya, Mita bekerja untuk hidupnya. Setelah menikah dan mempunyai anak, ia berharap mempunyai keluarga kecil yang bahagia. Namun itu semua jauh dari angannya, karena dalam kenyataannya, Mita sering sekali mendapat perlakuan kasar dari sang suami. Suami Mita berprofesi sebagai karyawan swasta juga. Mita dan suami bekerja disatu kantor yang sama. Kekerasan dalam rumahtangga Mita, terbungkus sangat rapi, dan tidak diketahui orang-orang sekitar. Kerabat, tetangga rumah tidak ada yang tahu menahu tentang derita Mita selama ini. Ya, setelah berumahtangga selama kurang lebih lima belas tahun, barulah Mita mengungkapkan kekerasan dalam rumahtangga yang dialaminya. Pertanyaanya adalah, mengapa Mita menutupinya selama ini?? Alasannya sama dengan Ros, Mita hanya ingin mempertahankan keutuhan rumahtangganya, pantang dengan kata "bercerai". Karena Mita sangat tahu, perceraian akan sangat membuat derita anak, seperti yang dialaminya. Mita hanya ingin, anaknya tidak mengalami kesulitan hidup pasca perceraiannya dengan sang suami.
Ros dan Mita adalah dua orang wanita yang sama-sama lebih memilih pasrah saja terhadap nasib. Parahnya lagi, Mita lebih tersiksa dengan perlakuan suaminya. Sering dipukul dengan kayu hingga ia harus tergeletak ditempat tidur berhari-hari, karena punggungnya babak belur hingga ia tak kuat untuk bangun, berdiri, dan berjalan, itu karena dihantam balok kayu. Setiap hari sang suami selalu mengasah celurit, pisau, dan benda tajam lainnya, dan diletakkan dimeja makan. Dan yang paling tragis, Mita pernah disiram bensin dan siap dibakar. Saat itu Mita berhasil melarikan diri melalui jendela. Tetapi, lagi-lagi, untuk kasus Mita, Mita lebih memilih kembali lagi kerumahnya.
Bila Ros, telah membuat jera sang suami dengan memenjarakannya. Dan setelah keluar penjara, suami Ros telah sadar akan perbuatannya yang salah. Namun untuk Mita, itu tidak akan dilakukannya. Menurut Mita, memenjarakan sang suami itu adalah kesalahan. Karena anak akan kehilangan ayahnya. Dan siapa nanti yang akan membiayai anak sekolah. Padahal, Mita adalah karyawan swasta, gajinya sama dengan suami. Kalau dihitung-hitung, penghasilan Mita lebih besar dari sang suami. Karena Mita mempunyai pekerjaan sampingan selain bekerja sebagai karyawan swasta. Dan dalam kenyataanya, selama menikah, Mitalah yang menghidupi keluarganya. Sementara sang suami, tidak pernah menafkai. Dulu, waktu anaknya masih bayi dan Mita berhenti bekerja untuk sementara waktu, sang suami menafkai, itupun dengan dijatah dan sangat kurang, apalagi dengan kebutuhan bayi yang banyak. Dan Mitapun tidak pernah tahu, kemana larinya gaji sang suami selama ini. Semua kebutuhan rumahtangga Mitalah yang memenuhi.
Kini Ros, mampu mempertahankan keutuhan rumahtangganya. Dengan keluarga yang bahagia. Dan kini ke-dua anak Ros telah menikah, dan mempunyai kehidupan rumahtangga masing-masing. Bila Ros telah lega dengan kehidupannya serta keluarganya, sementara Mita harus bergelut dengan sidang perceraian. Ya...Mita telah menggugat cerai sang suami. Dan proses perceraian itu tampaknya sangat alot, karena berebut harta gono-gini, dan sang suami tidak mau bercerai. Entah harta apa yang mereka perebutkan dan mengapa sang suami tidak mau bercerai. Ribet dan ruwet memang. Belum lagi perselisihan yang terus saja terjadi antara Mita dengan sang suami yang terus saja memanas. Ditambah lagi perselisihan antara keluarga besar Mita dengan sang suami. Sementara anak semata wayang mereka, yang telah memasuki bangku SMA, bingung harus membela siapa, ayah atau ibunya?? Sungguh pelik memang.
Terlepas dari itu semua, tentu kita bertanya-tanya, mengapa KDRT itu bisa terjadi. Ya, KDRT itu tidak pandang bulu dan bisa menimpa wanita dengan beragam profesi. Untuk Ros sendiri, tidak pernah diketahui dengan jelas akar masalahnya. Untuk masalah keuangan, Ros tentu tidak ada masalah. Untuk masalah uang, suami Ros terbilang "royal", artinya tidak memperhitungkan berapa uang yang diberikan untuk anak istrinya. Apapun yang mereka minta, akan dengan segera dipenuhi. Banyak spekulasi yang berhembus bahwa suami Ros suka bermain wanita, itulah akar permasalahan. Namun hal itu tidak pernah diungkap oleh Ros sendiri dan tidak pernah diakui oleh sang suami. Hanya mereka berdua yang tahu akar masalahnya.
Sementara untuk kasus Mita, tidak jelas karena apa. Masing-masing pihak baik Mita ataupun suaminya, sama-sama mempertahankan argumennya. Mungkin karena tidak ada transparansi keuangan antar keduanya. Sama-sama menjadi karyawan swasta, sibuk dengan aktifitas masing-masing. Suami punya gaji sendiri, Mita juga punya gaji sendiri. Atau mungkin juga ada masalah yang lain.
Kalau menurut penuturan sang suami, Mita sering cuek dengan keluarga, maksudnya, Mita kurang memperhatikan keluarganya sepulang kerja. Dengan alasan capek kerja, hingga lupa tanggungjawabnya sebagai seorang istri dan seorang ibu. Memang ada orang dekat yang bilang, sang suami sering mencuci baju sepulang kerja, masak-masak yang ringan untuk dimakan sepulang kerja. Dulunya seperti itu. Tapi seiring berjalannya waktu, mungkin sang suami jengah, dan timbullah perselisihan, tentang sikap Mita yang cuek sampai masalah keuangan, dan merambah kemasalah-masalah yang lain. Kalau dari sisi Mita, bahwa ia tak pernah diberi uang oleh suaminya untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Hingga terakhir Mita bilang, bahwa suaminya telah mempunyai wanita lain. Tapi untuk alasan ke-2 tentang wanita lain, telah dibantah oleh suaminya.
Sungguh pelik masalah KDRT ini. Sebenarnya apa asal muasal masalah hingga terjadi KDRT?? Karena keuangan kah..karena orang ketiga kah...atau karena ego masing-masing pasangan yang hanya memikirkan dirinya, hanya mempedulikan keadaannya sendiri, tanpa memikirkan keadaan pasangannya, dan mungkin juga lupa bahwa setelah menikah suami istri harus menjalankan tugas serta kewajibannya masing-masing. Semua itu kembali lagi kemasing-masing individu.
Ada baiknya, sebelum menikah harus sudah membicarakan tujuan hidup setelah menikah nanti, menyatukan pandangan, visi, misi, dalam kehidupan berumahtangga nanti. Masing-masing pasangan harus jujur, dan terbuka terhadap penghasilan masing-masing bila sama-sama mempunyai penghasilan. Karena mungkin saja KDRT itu terjadi karena diawali oleh masalah kecil, yang sebenarnya bisa diselesaikan, bila masing-masing pasangan mau jujur dan terbuka tentang segala hal, dan tidak mengedepankan ego masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H