Mohon tunggu...
Achsin El-Qudsy
Achsin El-Qudsy Mohon Tunggu... lainnya -

Menjadi Diri Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nortier Simanungkalit: Pejuang dan Musisi

21 November 2010   23:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:24 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan November 2010, Setiawan, kawan kuliah dari Yogyakarta datang ke Jakarta untuk menemui Pak Nortier Simanungkalit. Sewaktu mahasiswa, Setiawan aktif di paduan suara mahasiswa. Kebetulan Pak Nortier Simanungkalit yang menciptakan Hyme Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Jadi setiap acara-acara UMY ataupun perlombaan, ciptaan Pak Nortier selalu dinyanyikan. Setiawan menghubungi saya, untuk menemani berkunjung ke rumahnya Pak Nortier Simanungkalit. Saya pun mengiyakan ajakan Setiawan. Dan saat itu, hari Sabtu, tidak ada pekerjaan kantor. Sebelum menemui Pak Nortier, saya mencari informasi beliau melalui mesin pencari Google. Hal ini, saya lakukan untuk menambah referensi tentang Pak Nortier. Selain itu, jika ngobrol dengan beliau biar nyambung. Sebelumnya, Setiawan sudah janjian dengan Pak Nortier. Dan menurut istrinya Pak Nortier sedang stroke tapi bisa menerima tamu. Sekitar pukul 09.00 WIB kami berangkat dengan taksi dari tempat Setiawan menginap di kawasan Mampang. Sekitar 09.30, kami sudah sampai di halaman rumah Pak Nortier Simanungkalit di Cipete. Saya melihat lelaki tua dibantu kursi roda menyambut kami berdua. “Selamat datang, mari masuk,” dengan suara terbata-bata. Kami pun masuk di ruang kerja yang dipenuhi buku dan koleksi foto-foto Pak Nortier bersama pejabat Indonesia.

Walaupun dalam kondisi stroke, Pak Nortier masih bersemangat dalam menceritakan pengalaman hidupnya. Berdasarkan kisahnya, sewaktu menjadi pejuang kemerdekaan, bersama anak buahnya pernah terpaksa mencuri ubi kayu milik petani di Tarutung untuk mengganjal perut setelah empat hari tidak makan, sementara mereka harus tetap bergerilya.

“Saya dan teman-teman tidak pernah bermaksud untuk mencuri, namun karena kami membutuhkan makanan, kami terpaksa mencuri. Sebelum mencuri saya berdoa agar kami diampuni telah mencuri hasil bumi milik rakyat. Kami juga berdoa agar pemilik kebun mendapat limpahan rejeki karena sudah membantu para pejuang,” kenang Nortier. Purnawirawan dengan pangkat kapten ini selalu membakar semangat anak buahnya pada masa perjuangan dengan menyanyikan lagu di sepanjang perjalanan. Salah satu lagu favorit pembakar semangat itu adalah lagu “Umi Yu Kaba” (Kuburanmu di Laut). Ketika itu Nortier berkeyakinan bahwa syair lagu yang bernuansa mars dan semangat mampu mempengaruhi jiwa para Tentara Pelajar untuk berani bertempur. “Sekuntum Bunga di Taman” menjadi lagu pertama Nortier yang menjadi sumber inspirasi dalam bermusik. Dalam perjalanan hidupnya, pria kelahiran, 17 Desember 1929, memiliki latar belakang pendidikan Jepang, Belanda dan nasionalisme Indonesia. Pada 1942, Nortier belajar di Hollands-Inlandse School (HIS). Sementara selama pendudukan Jepang, Nortier sempat mengecap pendidikan di Kanri Yosei Gakko (Sekolah Menengah Jepang). Sedangkan perjuangan fisik dimulai Nortier ketika bergabung dengan Laskar Rakyat. Selanjutnya Nortier bergabung dengan pasukan TRI Divisi VI, pimpinan Kolonel Mohd. Din di Sibolga dan Batangtoru, pada 1946. Di era kemerdekaan, semangat perjuangan Nortier tidak pernah berhenti. Pada 1965, ketika menjadi dosen di Akademi Musik Indonesia, Nortier menciptakan lagu “Puing”. Sejatinya, lagu yang pertama kali dinyanyikan oleh Paduan Suara Tri Ubaya Cakti pada 1967 ini diciptakan Nortier untuk membakar semangat generasi muda dalam menghadapi Pemberontakan G30S/PKI. Tri Ubaya Cakti (PS TUC) sendiri bernaung di bawah Kodam VII/Diponegoro. Paduan suara yang diprakarsai Nortier ini dibentuk untuk menghadapi berdirinya Paduan Suara Maju Tak Gentar yang berada di bawah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Paduan Suara Maju Tak Gentar dikenal dekat dengan Presiden Soekarno, sehingga selalu dipercaya menjamu tamu negara. Perjuangan nyata Nortier menentang eksistensi PKI sudah dimulai sejak September 1948. Ketika itu Nortier membentuk “Pasukan P3S” (Pelajar Pembela Pancasila), untuk menumpas rembesan pemberontakan PKI di Tapanuli. Nortier sendiri bertindak sebagai komandan. Ketika menjadi anggota MPR RI mewakili golongan budayawan, Nortier terus menyuarakan pentingnya musik dalam perjuangan mengisi kemerdekaan. Nortier bahkan sempat menyerukan agar seluruh seniman, komponis, produser, dan artis untuk mengendalikan diri dan tidak mengobral musik pop yang mengandung pesan cengeng yang mendorong generasi muda berjiwa santai. Sejalan dengan itu, Nortier memang konsisten menciptakan lagu-lagu mars dan hymne. Nortier berupaya menulis lagu yang dapat mencerdaskan bangsa dan menginspirasi semua kalangan, terutama generasi muda. Dalam menggelorakan semangat olah raga di kalangan generasi muda, Nortier menciptakan lagu Senam Pagi Indonesia, dan musik pengiring Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) 1984,1988, 2000 dan 2002. Secara khusus, Ketua KONI Sri Sultan Hamengkubuwono IX, meminta Nortier untuk menciptakan lagu dalam rangka penyelenggaraan Pekan Olah Raga Asia Tenggara (Sea Games) ke 10 di Jakarta. Ketika itu Nortier menciptakan hymne Sea Games. Nortier juga dipercaya mengarang mars Sea Games dan lagu perpisahan Sea Games, May We Meet Again. Semua lagu terkait Sea Games X dibuat dalam versi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. #### Tak hanya di kawasan Asia, kesungguhan Nortier dalam mengusung musik sebagai sarana menciptakan kecerdasan diakui dunia. Nortier tercatat sebagai anggota  International Music Council (IMC), sebuah badan khusus di bawah UNESCO yang didirikan pada 1972. Pada 1986, Nortier mendapat mandat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Presiden Indonesian Music Committe. Bersama IMC, Nortier menjadi pembicara ataupun peserta seminar, simponsium, Kongres Musik Internasional yang digelar di New York, Toronto, Ottawa, Kanada, Moskow, Kasakhsatan, Paris dan Beijing. Peraih “Lincoln Center for the Performing Arts” ini juga sempat bergabung menjadi anggota selection committe of the world choir contest, yang beranggotakan sebelas komposer terkemuka di dunia. Nortier juga menjadi anggota selection committe musik terbaik ROSTRUM dunia di Kazakhstan, 1976. Pada 1999, Nortier dipercaya American Red Cross  untuk membuat Hymne of the American Red Cross/National Capital Chapter. Hymne itu sanggup mengharu-biru acara tahunan ke-95 pengabdian American Red Cross. Atas prestasi ini, Nortier mendapatkan penghargaan khusus, Special Recognition dari Linda C. Mathes, Chief Executive Officer American Red Cross. Kiprah sosok pejuang kelahiran Tarutung ini, baik dalam negeri ataupun internasional, mampu membetot perhatian para akademisi, pelaku dunia musik, dan bahkan masyarakat umum. Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun