"Dengan berkurangnya muatan wajib, Kurikulum Merdeka tidak membebani master dengan kewajiban menyelesaikan materi. Sebaliknya, Kurikulum Merdeka memberi lebih banyak waktu bagi master untuk memperhatikan proses belajar murid, menerapkan asesmen formatif, melakukan penyesuaian materi dan kecepatan mengajar, serta menggunakan metode pembelajaran yang lebih mendalam," ujar Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo.
"Dengan demikian, Kurikulum Merdeka juga memberi afirmasi dan semakin memudahkan para master yang sebelumnya sudah melakukan praktik pembelajaran yang berorientasi pada murid," lanjut Anindito.
Struktur Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel juga memungkinkan sekolah untuk menyusun kurikulum satuan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik sekolah dan lingkungan setempat.
"Dengan struktur yang fleksibel, Kurikulum Merdeka bisa diterjemahkan oleh sekolah yang minim fasilitas di daerah terpencil menjadi kurikulum yang betul-betul sesuai dengan kondisinya. Tidak ada lagi penyeragaman kurikulum satuan pendidikan yang diwajibkan dari pusat. Penyesuaian lokal ini sangat penting untuk mengurangi keselarasan," kata Anindito.
Manfaat Kurikulum Merdeka mulai terlihat dari information Asesmen Nasional (AN) yang dilakukan di hampir semua satuan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Information tersebut menunjukkan bahwa antara tahun 2021 hingga 2023, satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka mengalami peningkatan skor literasi dan numerasi yang lebih tinggi dibandingkan sekolah lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H