Mohon tunggu...
Syarief-Ahmad
Syarief-Ahmad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rakyat pada umumnya, biasa-biasa saja, nggak ada yang istimewa.. bocahsore.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menulis Adalah Merekam Sejarah

5 April 2017   06:23 Diperbarui: 5 April 2017   14:00 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oke, Di tunggu berhari-hari ternyata naskah saya tidak ada kabarnya, saya mulai lelah lagi. Saat saya mulai tak bersemangat dan tidak percaya diri untuk menulis, Pak Bram dengan santainya bilang “Jika tulisanmu tidak dimuat, Cuma kamu, tuhan, dan Redaksi yang tahu, kamu nggak usah malu. Tetapi jika tulisanmu terbit, Ribuan orang akan membaca karyamu, dan yang paling penting, namamu akan tercatat sebagai mahasiswa di media massa”. Saat itu saya pikir, ah, benar juga, barangkali nasib memang belum berpihak kepadaku. Dan saat itu saya putuskan untuk mencoba, dan mencoba lagi.

Dan benar saja, minggu berikutnya Dewi Fortuna ternyata sedang memihak kepadaku, tepat tanggal 14 Oktober 2014 dengan judul Merangkul Kebhinnekaan, itulah artikel pertamaku dimuat di media massa. Senang? Tentu, bukan karena honornya yaa, tetapi lebih karena saya telah berhasil merekam sejarah status mahasiswa saya. Saat itu saya sedikit berbangga karena tulisan saya bisa menjadi sarapan pagi Pak Bram dan ribuan pelajar lainnya. Setidaknya hutang kemahasiswaaanku sudah terbayar lunas-tuntas.

Di dalam artikel itu, saya mengungkapkan kegelisahan terkait perbedaan di negri Bhinneka bernama Indonesia yang kita cintai ini. Saya sangkutkan dengan isu penjegalan yang dilakukan oleh kelompok ormas yang membawa atas nama agama, ormas ini tidak suka jika Basuki Tjahaya Purnama atau yang biasa dikenal dengan Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Kemudian juga saya sangkutkan dengan beberapa isu terhangat tentang kekerasan umat beragama di negeri multi agama ini. Tidak lupa juga saya kasih problem solving sebagai tawaran solusi untuk menjaga, marawat kemajemukan Indonesia. Dan ternyata itu berkenan bagi Redaktur untuk menerbitakan tulisan pertamaku.

Seperti ini wujudnya artikel pertama saya yang berhasil menembus media massa.

Merangkul “Kebhinnekaan”

Segala macam bentuk konflik yang membawa atas dasar kepentingan Suku, Agama, Ras dan Antar golongan, itulah yang biasa kita kenal dengan SARA merupakan konsekuensi logis dari format hubungan masyarakat yang tidak harmonis. Dalam hal ini bisa di katakana terjadinya intoleran antar masyarakat yang meliputi suku, agama, ras, atau golongan yang berbeda.

Menurut data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang datanya diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk Indonesia sebesar 237.641.326 jiwa, dengan jumlah penduduk sebanyak itu menempatkan Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat.  Jumlah penduduk yang sangat  besar, sudah menjadi keniscayaan bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama yang beraneka ragam. Maka bisa di katakan bahwa Indonesia adalah negara yang tercipta di atas tanah kemajemukan.

Indonesia sebagai bangsa majemuk, sudah barang tentu harus menghadapi berbagai macam tantangan yang setiap saat mampu menggerogoti dan mengancam integritas bangsa. Disamping ancaman dari luar, justru ancaman yang paling berbahaya adalah manakala terjadi intoleransi di tengah masyarakat itu sendiri, karna musuh yang akan di hadapi sejatinya adalah saudara-saudara kita setanah dan air yang sama, dan itu tidak akan pernah berhenti sampai tumbuh kesadaran penuh dari masyarakat tentang pentingnya menanamkan nilai-nilai berbangsa dan bernegara dengan menggenggam erat kebhinnekaan dalam kerangka indonesia.

Beberapa pekan lalu kita sama-sama saksikan kericuhan yang di lakukan oleh ormas yang menamakan dirinya sebagai Front Pembela Islam (FPI) menentang naiknya Basuki Cahya Purnama (ahok) menjadi gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang terpilih menjadi President Republik ini. Seharusnya itu tidak perlu terjadi manakala kita sebagai warga negara mempunyai kesadaran penuh tentang hak-hak konstitusional yang sama dimata hukum negara tanpa memandang suku, etnis maupun perbedaan agama.

Salah satu bentuk kesadaran masyarakat dengan menempatkan segala bentuk perbedaan baik Suku, Agama, Ras dan Antar golongan menjadi satu kekuatan yang mampu memperkokoh kebangsaan yang sebenarnya. Perbedaan dari kelompok minoritas tidak harus selalu dikerdilkan dengan menghakimi sesuka hati, tetapi semuanya harus di rangkul menjadi satu kekayaan dalam bingkai kebhinnekaan.

Dalam hal ini peran pemerintah juga sangat menentukan, bagaimana pemerintah di tuntut untuk menciptakan suatu kebijakan yang jelas, bersifat mengikat, yang mampu menjadi daya paksa masyarakat. Sehingga antara kebijakan pemerintah dan kesadaran masyakat menjadi satu pondasi yang kokoh untuk membentengi terjadinya konflik. Pemerintah harus tegas dan jelas, dengan menutup celah yang bisa digunakan oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kekerasan berdalih penyelamatan suku maupun agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun