Mohon tunggu...
Ach. Nurcholis Majid .
Ach. Nurcholis Majid . Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

penikmat kata, selebihnya mimpi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjelang Ramadhan Pulang

5 Agustus 2013   11:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:36 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dan kita barangkali harus segera sadar, Ramadan menjelang akhir. Kita harus segera mempertanyakan diri sendiri, apakah kita telah berusaha menjadi muttaqi (orang yang bertakwa) atau sekedar mengulang rutinitas untuk segera kehilangan. Persis seperti seorang pecinta yang menangisi kepergian.

Mungkin menjadi peragu juga penting, agar tidak selalu yakin dengan kebaikan diri. Agar tidak terlalu takabbur mempertontonkan keangkuhan yang belum tentu. Sekarang kita harus ragu, dengan keraguan yang tidak membuat rasa takut, melainkan yang membuat kita lebih cepat melakukan terbaik.

Menjadi peragu yang baik adalah peragu yang bergegas. Jika ragu kurang tampan, maka akan segera bercermin dan merias diri. Jika ragu badan tak sedap dicium, akan bergegas mandi dan mengharumkan diri. Maka iniah saat yang baik meragukan diri di sementara Ramadan menjadi hari-hari yang berlalu.

Kesadaran ini, keraguan ini, tentu agar hari-hari yang tersisa lebih leluasa untuk produktif. Menjadi hari tanpa kepingan, ia harus dijadikan hari yang utuh. Sekarang barangkali sudah sedemikian jauh, tetapi masih sedemikian banyak waktu berbenah. Dimulai dari sekarang dan seterusnya.

Sekarang kita memiliki kewajiban untuk berzakat, anugerah Tuhan untuk mensucikan diri, paling tidak dengan mengembangkan kebaikan-kebaikan, mengembangkan kesadaran-kesadaran agar perbuatan menjadi lebih baik, agar lisan lebih selamat dan menyelamatkan. Agar hidup lebih dari sekedar datang.

Bukankah zakat memiliki arti penyucian? Selain juga memiliki arti pengembangan. Semoga dengan keraguan, kita bisa lebih bergegas untuk mensucikan diri, nafsu-nafsu menjadi lebih terkendali untuk diselamatkan. Semoga kita bisa lebih mudah berbagi, lebih mudah untuk menyucikan diri dan mengusap kesedihan mereka yang papa.

Setidaknya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk berusaha meminimalisir keterpurukan yang demikian besar. Sebab hanya dengan memperkecil keterpurukan, kita bisa hidup lega menjalani hari kemenangan yang teramat besar di hari yang fitri. Setidaknya kita meragukan sesuatu untuk berusaha memperbaikinya.

Perbaikan-perbaikan itu bisa dengan tidak mendebat akhir puasa Ramadan, tidak mendebat jumlah rakaat tarawih, mengeluarkan zakat secara benar, berbagi kebaikan dan kedamaian, menghindarkan diri dari kebohongan, memuliakan diri dengan kekuatan tindakan.

Lalu secara kontinyu, merayakan Ramadhan dalam hari-hari yang akan berdatangan. Merayakan dengan terus berpikir pahala berlipat ganda lebih besar daripada dosa yang diadzabkan. Merayakan dengan tidak bermalas-malasan melakukan kebaikan, dan tentu merayakan dengan menjadi peragu untuk selalu bertindak lebih cepat dalam memperbaiki diri.

Ya Allah, sudah hampir berlalu Ramadhan, semoga dengan setetes air mata ini Engkau berkenan menyempurnakan Ramadhan yang kami jalani. Amien ya Rabbal Alamien. Selamat mengeluarkan zakat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun